Jakarta – Pengurus Nasional Aliansi Jurnalis Independen (AJI) meminta anggota AJI yang terpilih sebagai penyelenggara pemilu baik dari tingkat provinsi, kabupaten, maupun kecamatan, agar mengundurkan diri. Jika menolak mengundurkan diri, maka pengurus AJI Kota dapat menindaklanjutinya sebagai pelanggaran peraturan organisasi atau etik. Sehingga dapat dipecat dari keanggotaan AJI.
Pengurus Aji Nasional menyatakan hal itu dalam Surat Edaran Terkait Larangan Merangkap Pekerjaan nomor 262/AJI/Edaran/I/2023 tanggal 2 Januari 2022.
Surat edaran dikeluarkan setelah Pengurus AJI Nasional menerima informasi sejumlah pengurus dan anggota AJI Kota terpilih terlibat sebagai penyelenggara pemilihan umum (pemilu).
“Pengurus Nasional AJI menerima informasi sejumlah pengurus dan anggota AJI Kota terpilih sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah, Badan Pengawas Pemilu, maupun Panitia Pengawas Kecamatan. Di Provinsi Aceh, penyebutan lembaga penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU, adalah Komisi Independen Pemilihan (KIP),” demikian isi Surat Edaran tersebut.
Baca juga: AJI Tuntut Pencabutan 19 Pasal Bermasalah Dalam RKUHP
“Kami juga menerima pertanyaan terkait status keanggotaan bagi anggota AJI yang menjadi penyelenggara pemilu baik di tingkat pusat, provinsi, maupun di kabupate. Hal ini menyusul adanya laporan pengurus dan anggota AJI kota yang secara resmi telah dilantik sebagai penyelenggara pemilu.”
Sesuai Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi AJI, KPU/KIP dan Bawaslu bukan lembaga negara di mana anggota AJI mendapatkan penugasan oleh organisasi. Lembaga itu termasuk turunan di tingkat kecamatan maupun kelurahan/desa.
Untuk KPU/KIP, berarti termasuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di tingkat kecamatan dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat kelurahan. Di Bawaslu, maka termasuk Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) di tingkat kecamatan dan Panitia Pengawas Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan.
Pasal 17 ayat (1) Anggaran Dasar menyebutkan bahwa anggota AJI hanya dapat bertugas sebagai: a) anggota Dewan Pers, b) komisioner Komisi Penyiaran Indonesia di tingkat pusat atau daerah, c) komisioner Komisi Informasi di tingkat pusat atau daerah, d) komisioner Ombudsman di tingkat pusat atau kepala perwakilan di tingkat daerah, e) komisioner Komnas HAM di tingkat pusat atau perwakilan di tingkat daerah atau f) komisioner Komnas Perempuan.
Baca juga: AJI dan Dewan Pers Sebut Permenkominfo 5/2020 Berisiko Ancam Kebebasan Pers
Enam lembaga negara tersebut dikecualikan bagi anggota AJI dengan tujuan untuk mengawal perjuangan kebebasan pers, kebebasan berekspresi, demokratisasi regulasi atas media, mencegah intervensi media dari kepentingan pemiliknya, serta akses publik atas informasi.
Selanjutnya, pada Pasal 6 ayat (d5) Anggaran Rumah Tangga disebutkan bahwa anggota AJI dilarang merangkap pekerjaan atau posisi yang dapat mengganggu independensi profesi jurnalis. Pekerjaan itu seperti komisioner, anggota, pejabat atau staf lembaga negara, kecuali lembaga negara yang telah disebutkan dalam Anggaran Dasar Pasal 17 ayat (1) di atas.
“Oleh karena itu, bagi anggota AJI yang terpilih sebagai komisioner KPU/KPUD/KIP (dalam konteks Provinsi Aceh adalah bagian dari Komisi Independen Pemilihan) dan turunannya (PPK dan PPS) atau anggota Bawaslu beserta turunannya (Panwascam dan PPL), harus mengundurkan diri sebagai anggota AJI,” tegas Sasmita, Ketua Umum AJI Nasional yang meneken surat edaran tersebut.
Anggota AJI yang mengundurkan diri mengirimkan surat pengunduran diri ke Ketua dan Sekretaris AJI Kota setempat.
Baca juga: Mahfud MD Sebut Keterbukaan Informasi Cegah Kisruh di Pemilu
Pengurus AJI Kota diminta untuk menyosialisasikan ketentuan AD, ART dan Peraturan Organisasi yang terkait dengan larangan anggota AJI untuk merangkap pekerjaan di lembaga negara, kecuali enam lembaga negara yang diperbolehkan oleh konstitusi AJI.
Pengurus AJI Kota juga diminta untuk memantau secara aktif anggotanya. Jika anggota AJI yang mengundurkan diri berkedudukan sebagai Ketua atau Sekretaris AJI Kota, maka transisi kepemimpinan harus didiskusikan bersama dengan pengurus maupun anggota AJI Kota. Untuk kemudian berkoordinasi dengan Bidang Organisasi AJI Indonesia dan Koordinator Wilayah.
“Jika pengurus atau anggota AJI kota tidak mau mundur, maka pengurus AJI kota bisa menindaklanjutinya sebagai pelanggaran aturan organisasi dan atau etik. Yang bersangkutan bisa dipecat dari keanggotaan AJI.” *****