Kupang – Pantai Warna Oesapa selalu dihantam gelombang pesisir saat cuaca buruk tiap tahun. Kafe dan lapak para pedagang pun sudah langganan rusak parah dan ditumpuk berton-ton sampah yang dibawa gelombang.
Kafe dan lapak kecil memang berderet sepanjang pesisirnya. Ada pula Pasar Oesapa di sisi area wisata pantai itu yang tak luput dari gelombang pesisir, Selasa 12 Maret 2024. Semua barang dagangan terendam. Puing-puing kafe berserakan saat air laut surut.
Para pedagang pun tak kapok dan meninggalkan tempat itu. Tiap tahun ritual yang sama mereka lakukan. Mereka memperbaiki lagi lapak atau kafe yang rusak. Sambung hidup, jadi alasan utama.
Baca juga : Kehidupan Anak Pekerja Migran Yang Terabaikan
Bia Nggelan, salah seorang nelayan yang juga berdagang kecil-kecilan di pantai itu. Ia tidak bisa melaut saat gelombang tinggi dan karena usianya sudah senja. Pilihannya adalah berjualan seperti biasa meskipun hari itu air laut mengguyur habis lapaknya.

“Tetap jual saja, habis mau bagaimana kita punya mata pencaharian di sin selain melaut,” jawab Bia saat ditemui di lapak mungilnya.
Sudah sejak Januari lalu Bia berhenti melaut dan kini mengurusi jualan di kios dan lapak dagangannya.
Ia memiliki satu kapal yang telah dijauhkan dari pesisir pantai agar tak dihantam gelombang pesisir.
Baca juga : Angin Puting Beliung Rusak 15 Rumah di Kupang dan Pulau Semau
“Tahun ini lebih parah. Banyak yang rusak. Perahu-perahu banyak rusak. Gelombang naik sampai di sini. Ini tahun yang parah,” tambah dia Selasa siang sore itu.
Bia menjual pisang dan jagung bakar serta berbagai minuman di lapak kayu yang beratap rendah itu. Atap sengnya yang berkarat ditumpuk banyak balok kayu dan batu agar tak copot saat angin kencang.
Pada sore itu pria 60 tahun ini tengah menyalakan bara api dengan arang dan tempurung kelapa di lapaknya. Sementara bahan makanan dan minuman akan diambil kemudian di rumah.
Baca juga : NTT Waspada Bencana Akibat Cuaca Ekstrem Selama Sepekan
Lapak kayu yang dilapisi berbagai baliho bekas ini basah kuyup hingga termasuk meja dan kursi di dalamnya. Jarak tempat jualannya itu memang hanya 5 meter dari tanggul pantai.
“Kebanyakan yang tempat kecil-kecil ini rata-rata nelayan yang punya,” kata dia.

Sementara kiosnya tidak dibuka karena beberapa hari terakhir ini barang dagangannya terkena gelombang laut yang datang usai menghantam tanggul.
Bia telah menekuni bisnis ini sejak 2010 demi menghidupi keluarganya di samping melaut. Ia memiliki 7 orang anak yang juga sudah dewasa.
Baca juga : Waspada! Badai Siklon Tropis Muncul di Wilayah NTT
Kerugian paling besar ia alami saat Badai Seroja terjadi beberapa tahun lalu. Ia merugi Rp 18 juta karena kios dan lapaknya rusak.
Gelombang laut beberapa hari terakhir ini memang tidak menyebabkan kerusakan besar namun berpengaruh pada kunjungan konsumen.
Ia membuka lapaknya mulai sore hari hingga tengah malam. Istrinya biasa membantu menyiapkan bahan jualan dan langsung pulang lagi untuk membuat kue lagi. Bia yang selalu berjaga di lapak itu hingga tengah malam.
Keuntungan jualan di lapaknya pun bergantung cuaca. Rata-rata ia bisa mendapat Rp 200 hingga Rp 300 ribu saat cuaca baik sehingga kunjungan ramai. Namun kala cuaca buruk seperti ini biasanya ia sulit mendapat untung.
Baca juga : 8.000 Keluarga Miskin Ekstrem NTT Dapat Jatah Beras
“Hujan begini nanti sepi. Kalau cuaca bersahabat kita bisa kumpul uang tapi kalau tidak ya sulit,” jelasnya.
Memang tanggul pantai itu telah diperbaiki pasca Badai Seroja akan tetapi gelombang pesisir tahun ini lebih mengerikan dan sampai mengenai lapak mereka.
“Dari kemarin, malamnya, tadi lagi air laut naik,” kata dia.

Untuk kafe-kafe yang dihantam gelombang laut pun tiap tahun merugi hingga ratusan juta karena harus dibangun dari awal lagi.
“Habis itu kafe-kafe di sana,” tukasnya.
Penjabat Wali Kota Kupang, Fahrensy Priestley Funay, juga telah mengeluarkan ketetapan status tanggap darurat bencana alam akibat cuaca ekstrem di Kota Kupang. Status ini berlangsung hingga 19 Maret 2024. Fahren dalam surat itu menyebut Kota Kupang dalam keadaan darurat bencana selama 7 hari ke depan.
Sementara Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Tenau, Yandri Anderudson T. Tungga, mengatakan gelombang pasang dan banjir rob perlu diwaspadai.
Baca juga : Gelombang Rossby Ekuator Picu Banjir di Sumba Timur
“Ada potensi gelombang pasang dan banjir rob pada periode 16-17 Maret 2024 yaitu wilayah pesisir Pulau Flores – Alor, Pesisir Pulau Sabu Raijua, Pesisir Pulau Sumba, dan Pesisir Pulau Timor – Rote,” katanya.
Yandri mengatakan masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di pesisir sekitar area pesisir berpeluang mengalami gelombang pasang dan banjir rob.
“Dihimbau untuk tetap waspada dan siaga terutama pada saat fase pasang maksimum untuk mengantisipasi dampak dari gelombang pasang dan banjir rob,” tukasnya. ****