Kupang – Penjabat (Pj) Gubernur NTT, Ayodhia Kalake, mengandalkan Satgas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) untuk dapat menindak pejabat di NTT yang terlibat dalam kasus ini.
Ayodhia merespon demikian menanggapi laporan Kedutaan Amerika Serikat di Indonesia soal adanya sistem korup pejabat daerah yang terlibat dalam TPPO di NTT.
Baca juga : Polda NTT Klaim Tak Ada Anggota Terlibat TPPO 4 Tahun Terakhir
“Kita bentuk tim satgas untuk mengurangi peran-peran dari orang-orang semacam itu dan itu harus sosialisasi ke wilayah-wilayah yang memang TPPO itu banyak terdapat,” tandasnya, Senin 22 Januari 2024.
Ayodhia yang diwawancarai di Dinas Kominfo NTT saat itu hanya menegaskan perannya sebagai pemerintah daerah. Ia memilih menyediakan solusi ketimbang melarang warga NTT bekerja di luar negeri.
“TPPO itu menjadi salah satu prioritas saya untuk ditangani. Jadi kita tidak hanya bisa melarang orang untuk bekerja di luar negeri, entah itu prosedural atau non prosedural, legal atau pun ilegal, itu harus ada solusinya,” ungkapnya.
Baca juga: Kasus TPPO di NTT, Ada 52 Tersangka dan 256 Korban
Ayodhia akan berfokus pada peningkatan kemampuan dari para calon pekerja migran dengan adanya Balai Latihan Kerja (BLK).
“Salah satu solusi itu adalah BLK. Kita buat mereka punya skill supaya nanti mereka punya kemampuan dan niatan untuk tidak sekedar bekerja di kebun sawit,” lanjut dia.
Sebelumnya, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia merilis Laporan Perdagangan Orang Tahun 2023. Laporan ini menyebut pejabat di Provinsi NTT terlibat TPPO yang sudah dilaporkan namun tidak ada tindak lanjut hukum.
Baca juga: Janji Miskinkan Mafia TPPO, Polda NTT Selidiki Sejumlah Perusahaan
Amerika menyoroti para pejabat ini memfasilitasi penerbitan dokumen palsu, menerima suap yang memungkinkan calo mengangkut pekerja migran tanpa dokumen melintasi perbatasan, melindungi tempat-tempat terjadinya perdagangan seks, terlibat dalam intimidasi saksi, dan secara sengaja melemahkan praktik pengawasan agar agen-agen perekrutan ini terhindar dari tanggung jawab.
“Selama periode pelaporan, seorang pembela pemberantasan TPPO menuduh pejabat-pejabat dari Provinsi Nusa Tenggara Timur melakukan penipuan dalam perekrutan, pemalsuan dokumen perjalanan, dan penyelundupan pekerja migran Indonesia ke luar negeri,” tulis laporan itu. ***