Kupang – Hampir setahun harga tiket pesawat antar daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami lonjakan lebih dari 100 persen. Kenaikan ini mempengaruhi mobilitas masyarakat hingga berdampak ke sektor pariwisata.
Badan Pusat Statistik (BPS) RI diwakili Direktur Statistik Harga, Dr. Windhiarso Putranto, memaparkan dampak kenaikan harga angkutan udara ini, Selasa 14 November 2023.
Ia saat itu menjadi pemateri di Hotel Harper Kupang dalam acara BPS NTT mengenai tantangan pariwisata akibat mahalnya tiket pesawat.
Kenaikan harga angkutan udara ini, kata Windhi, berimbas pada naiknya inflasi di NTT yang diukur dari 3 kota yaitu Kupang, Maumere dan Waingapu.
Baca juga : Konflik Israel-Palestina Bakal Picu Naiknya Harga Tiket Pesawat di NTT
Selama awal 2023 sampai dengan Oktober ini komoditas angkutan udara secara kumulatif mengalami inflasi yaitu di Kupang sebesar 12,54 persen, Maumere 12,14 persen dan Waingapu 1,00 persen.
Sedangkan selama 2022 sampai Oktober 2023 ini inflasi tertinggi dialami Maumere yaitu hampir 100 persen dibandingkan Desember 2021. Inflasi di Maumere selama periode ini lebih tinggi dari Kupang dan Waingapu.
Bila dibandingkan antara Oktober dengan bulan sebelumnya, jelas Windhi, diketahui inflasi angkutan udara di Kupang sebesar 0,47 persen, Maumere 0,18 persen dan Waingapu 0,30 persen.
Baca juga : Ayodhia Curhat Mahalnya Tiket Pesawat NTT ke Menteri Perhubungan
Harga angkutan udara pun mengalami inflasi pada Juni – Juli 2023 yaitu saat momen libur sekolah tapi tingkat hunian hotel tidak bertumbuh signifikan. Misalnya di Juni 2022, tingkat hunian kamar hotel justru turun 6,31 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Dampaknya terhadap sektor pariwisata di NTT adalah tamu tak menginap lama di suatu wilayah. Wisatawan juga cenderung mengurangi kunjungan ke destinasi lainnya akibat pengeluaran untuk transportasi yang lebih mahal.
Pada Juni 2023, rata-rata tamu yang menginap di NTT pun tak lebih dari 2 hari. Jumlah penerbangan angkutan udara pada Juni 2023 sebanyak 3.549 penerbangan atau turun 9,53 persen dibanding Mei 2023.
Baca juga : Kades di NTT Protes Kegiatan Kemendagri, Biaya Tiket Kapal Seharga Tiket Pesawat
Sementara data BPS NTT juga menunjukkan tingkat hunian kamar hotel turun ke 42,03 persen pada libur Desember 2022 terhadap Desember 2021. Rata-rata tamu menginap pun tak lebih dari 2 hari.
Kenaikan harga tiket pesawat ini mempengaruhi biaya perjalanan wisatawan. Dalam sekali perjalanan, kata dia, wisatawan nusantara mengeluarkan biaya untuk transportasi, akomodasi, makanan atau minuman, belanja, dan lainnya.
“Namun biaya akomodasi dan transportasi menjadi pengeluaran paling besar dalam sekali perjalanan,” sebutnya.
Baca juga : Monopoli Maskapai Jadi Penyebab Tiket Pesawat ke NTT Mahal
Biaya akomodasi mencapai 24 persen dan biaya transportasi mencapai 22 persen atau paling besar dari seluruh total biaya yang akan dikeluarkan oleh seorang wisatawan.
“Jadi ketika permintaan akan ini tinggi maka akan membuat inflasi untuk sektor pariwisata, artinya pemerintah perlu mempertimbangkan apakah ini akan memperbesar biaya pariwisata,” paparnya.
Ketika inflasi makin tinggi maka wisatawan akan mempertimbangkan lagi keinginan berangkat ke suatu wilayah bila ongkos transportasinya makin besar.
Baca juga : Event Organizer Kemendagri Tak Paham NTT Picu Protes Kades
“Karena kebutuhan untuk belanja lainnya maupun makan minum akan berkurang akibat biaya transportasi ini yang harus diperhitungkan,” sebut Windhi.
Biaya yang dikeluarkan untuk operasional penerbangan sangat dipengaruhi oleh faktor global dan tingkat permintaan. Menurutnya maskapai akan mempertahankan harga ini bila tak ada kebijakan dari pemerintah.
“Pola ini akan terus berulang ketika beberapa faktor penyebab ini tidak disikapi dengan kebijakan yang tepat. Di sisi lain ada permintaan tapi di lain sisi ada biaya yang mesti dikeluarkan maskapai atau operator,” jelas dia.
Baca juga : Ayodhia Panggil Maskapai Gegara Harga Tiket Tembus Rp 5 Juta
Inflasi angkutan udara semasa Covid-19 pun sempat naik tajam yaitu 21 persen di Kota Kupang, Maumere 25 persen dan Waingapu 37 persen. Kondisi ini pun mempengaruhi tingkat hunian kamar hotel berbintang.
Selepas pandemi mobilitas penduduk naik termasuk di NTT terutama ke tempat-tempat rekreasi. Kebutuhan yang tinggi itu diikuti dengan kenaikan harga atau inflasi angkutan udara. Maskapai menyebutnya sebagai dampak perang Rusia – Ukraina terhadap harga minyak dunia.
Ia menyebut secara pola memang mirip dengan nasional namun tekanan inflasi di NTT lebih tinggi soal biaya angkutan udara.
Baca juga : Wings dan Lion Air, Maskapai Internasional Yang Terburuk
BPS menyebut perlu pembangunan ekosistem industri pariwisata dan aviasi yang terintegrasi antara penerbangan, perhotelan, pengelola destinasi super prioritas, hingga industri cendera mata.
Kemudian, pengembangan institusional ekosistem bisnis industri pariwisata dan aviasi yang terintegrasi untuk mengurangi biaya transaksi akibat asimetri informasi. ***