Fatumnasi – Lahir dan tumbuh besar di desa wisata Fatumnasi, TTS, Nusa Tenggara Timur membuat Wasti Anin punya keinginan besar majukan desanya.
Dengan keberadaan cagar alam Mutis dan pesona Fatumnasi, potret kehidupan masyarakat dan alam yang masih asri.
Cagar alam yang berada di dataran tinggi dan berkabut, mengundang banyak wisatawan berkunjung. Ini dimanfaatkan Wasti untuk memberdayakan hasil bumi dan manusia di desanya.
Menghasilkan kriya tenun dengan berbagai motif. Pangan lokal yang diolah menjadi aneka keripik dibuatnya untuk ditarwarkan ke pengunjung yang datang sebagai buah tangan dari desanya.
Ia bergerak di bawah nama Kelompok Wanita Tani Mafut Nekaf yang ada di desanya. Disebut hasil kelompok, nyatanya hanya Wasti seorang yang mengolah aneka produk ini sendirian.
Kesadaran diri untuk sama-sama berkembang kurang diilhami oleh masyarakat lainnya. Wasti dan pihak desa berulang kali mencoba untuk mengajak kembali masyarakat yang ada untuk mengembangkan kelompok tani yang ada.
Baca Juga: Novilia, Pelaku UMKM di Oebelo Tertatih Cari Pasar Camilannya
Namun hingga saat ini tak ada pergerakan berarti dari warga lainnya. Wasti menyimpulkan dari kenyataan yang ia lihat, jika masyarakat sudah dinina bobokan oleh pemerintah sehingga daya juang mereka pun surut.
“Pemerintah terlalu memanjakan masyarakat dengan kasih banyak bantuan. Jadinya mereka punya prinsip itu, kalau satu hari datang, pulang harus bawa hasil. Uang duduk,” keluh Wasti.
“Jadi kalau mereka datang satu kali dan tidak ada hasil, mereka pulang tidak datang lagi. Saya berani omong begini karena kenyataannya begitu,” lanjut ibu dengan tiga anak ini.
Melihat ini, Wasti ambil langkah tegas untuk mandiri namun tetap membawa nama kelompok. Tujuannya “ya biar kelompok desa ini tetap ada. Jangan mati,” ujarnya.
Apalah arti jika bertuan di tanah yang dianugerahi sebagai surga tersembunyi dalam Ajang Pesona Indonesia (API) 2021 lalu, namun tak dimanfaatkan oleh masyarakatnya untuk mendatangkan penghasilan.
Jangan sampai masyarakat lokal diam dan mempersilahkan pengusaha dari luar yang menguasai daerah itu.
“Jangan kita tunggu dapat bantuan saja. Kita juga usaha sendiri dulu,” tegaasnya.
Ayahnya Mateos Anin, yang adalah tetua di desanya itu membangun lopo Mutis pada 2010 silam sebagai tempat menginap para wisatawan. Kesempatan ini pun dipakai Wasti untuk memamerkan hasil tangannya.
Melihat kunjungan wisatawan dari dalam maupun luar negeri yang meningkat dari tahun ke tahun, pemerintah NTT lewat dinas pariwisata pun membangun Vila Mutis di daerah tersebut. Vila itu dikelola oleh pihak Sahid Timore Hotel.
Tepat setelah pintu masuk Vila, di sebelah kanan terdapat satu bangunan yang dikhususkan untuk penjualan produk UMKM dari kelompok tani desa setempat.
Di tempat inilah, Wasti kini memajang produk-produknya. Pendapatannya bisa mencapai Rp 2 – 3 juta per bulannya dengan pernah membawa ke Dekranasda pula.
“Jualan di situ saya tidak bayar pajak. Hasil jualannya saya dapat sendiri. Kecuali seperti tenun dan saya ambil dari masyarakat, waktu saya ambil saya bayar lunas memang,” jelas Wasti.
Langkah ini ia ambil untuk mengurangi cekcok dengan masyarakat lain. “awalnya mereka titip. Tapi hari ini kasih, besok sudah datang tagih hasilnya. Nah ini pembeliannya kan tidak setiap hari ada,” ujar Wasti.
“Kalau misalnya ada dana dari pemerintah untuk kelompok desa, itu saya tidak pakai sendiri. Kita kumpul, lalu diskusi mau apakan dana ini. Tapi ya ujung-ujung kembali nanti saya kerja sendiri,” sambungnya.
Persoalan kini, perempuan yang sudah punya satu cucu ini menyebut hasil penjualannya menurun drastis buntut dari jalananan yang tertutup longsor di Takari 16 Februari 2023 lalu.
Baca Juga: Minim Serapan Produk UMKM, Kadin NTT Panggil Indomaret dan Alfamart
Juga longsor di akses jalan utama menuju ke arah Mutis membuat pengunjung pun berkurang.
“Sekarang sehari hanya bisa dapat Rp100 – 200 ribu saja. Orang Fatumnasi kan tida beli ubi di sini untuk makan. Pembelinya ya dari luar semua. Nah kalau begini, mau bagaimana?,” ucapnya.
Meski demikian, spiritnya untuk mengolah hasil bumi dari tanah leluhurnya ini tetap ada. Buah dari ketekunannya, di Juni 2023 mendatang ia akan diterbangkan ke Amerika untuk mengikuti festival di sana dengan membawa tenun asli dari Mutis.*****