Pemerintah Indonesia memulangkan 4 orang calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka tiba di Bandara El Tari Kupang pada Selasa (25/1/2022) dijemput oleh petugas BP2MI NTT.
Empat calon PMI itu ditangkap di Pulau Judah, Desa Keban, Kecamatan Moro, Kabupaten Kerimun, Kepulauan Riau. Mereka ditangkap dalam waktu yang berbeda. Dua orang perempuan ditangkap pada 16 Januari 2022. Dua laki-laki ditangkap keesokannya.
Empat warga NTT yang dipulangkan itu yakni Abdulharis Masan Gawe (39), Hironimus Ola (21). Keduanya dari Desa Tapobali, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur. Kemudian Juleta de Jesus (33) dari Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang. Dan Terakhir Sindiana Uluk (18) dari Desa Oemanu, Kecamatan Biboki Anleu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).
Abdulharis dan Hironimus berangkat sendiri ke Malaysia tanpa diajak orang lain. Abdulharis sendiri pernah bekerja di Malaysia selama 8 tahun.
Dia kembali ke kampung halamannya tahun lalu. Karena ingin mencari peruntungan yang lebih baik, Abdulharis memutuskan kembali ke Negeri Jiran.
“Berangkat pertama itu lewat jalur resmi. Ini kali pertama berangkat ilegal,” kata Abdulharis saat ditemui di kantor BP2MI NTT, Selasa (25/1/2022) sore.
Ia terpaksa berangkat secara tidak resmi karena menurut pengakuannya jalur resmi untuk bekerja di Malaysia belum dibuka. Berbekal pengalaman 8 tahun itu, Abdulharis percaya bisa selamat sampai ke Malaysia.
Abdulharis mengaku, untuk mencari pekerjaan bisa dibantu oleh kenalannya di sana. Modal itulah yang kemudian menguatkan hatinya untuk kembali mencari nafkah di negeri orang.
Ia berangkat dari Flores menggunakan kapal feri ke Kupang. Dari Kupang dia terbang dengan pesawat menuju Batam.
“Dari Batam ke Pulau Judah itu sekitar 2 jam lebih menggunakan speed boat,” ujarnya.
Tiba di Pulau Judah mereka tinggal di rumah penampungan. Dua orang calon PMI dari NTT bersama 8 orang lainnya memberikan uang Rp. 6 juta perorang untuk diseberangkan ke Malaysia.
Aparat kepolisian rupanya sudah mengetahui keberadaan mereka. Operasi penggebrekan pun dilakukan. Untuk menghindari dari polisi, mereka dilarikan ke hutan.
Selama 2 hari 1 malam mereka bersembunyi di hutan. Derita mereka seperti lengkap. Tidak ada makanan yang bisa mengisi perut. Sampai mereka juga harus tidur beralaskan rumput.
“Kami bawa air minum jadi hanya minum air saja, tidak makan,” tambahnya.
Tidak tahan lapar, Abdulharis dan teman-temannya keluar dari hutan. Mereka mendatangi perumahan warga dan menyerahkan diri.
“Kami datang ke Ketua RT disitu, serahkan diri baru kami dikasih makan,” kata Hironimus menbahkan.
Uang yang sudah terlanjur diserahkan sebagai upah menyeberang ke Malaysia tidak bisa diterima kembali. Orang-orang yang menerima uang itu kabur lebih awal sebelum aparat kepolisian datang.
“Kami serahkan diri hari Senin minggu lalu. Setelah itu polisi langsung bawa kami ke pos polisi,” kata Abdulharis.
Apa yang dialami calon PMI asal NTT itu disampaikan ke polisi saat interogasi. Hasilnya satu orang yang menampung mereka saat itu tertangkap oleh aparat kepolisian.
Abdulharis mengakui, selama bekerja di Malaysia Ia mendapatkan gaji yang layak. Ia menilai apa yang didapatkan di Malaysia sedikit lebih baik. Meski selama bekerja ia harus berpindah-pindah bos.
“Kalau soal gaji, kita merantau inikan pasti cari yang lebih baik,” kata Abdulharis menutup ceritanya. (K-04)