Kupang– Elisabet Ninef tidak menyangka perempuan yang dikenalnya dalam satu pesta pernikahan di desanya adalah jejaring perdagangan orang (human trafficking) . Awal pertemuan, dia sama sekali tidak menaruh curiga pada perempuan yang memperkenalkan diri sebagai Rista. Keduanya juga masih punya hubungan kekerabatan.
“Dia orang Malaka, masih keluarga dengan anak punya istri, anak kakak saya,”kata Elisabet saat ditemui KatongNTT.com di kantor Balai Pelayanan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Provinsi NTT, Kamis, 27 Januari 2023.
Elisabet, ibu lima anak ini tinggal di desa Boking, Kecamatan Boking, Kabupaten Timor Tengah Selatan, tepatnya berbatasan dengan Kabupaten Malaka. Dia terbujuk rayu Rista yang mencari orang di desa itu untuk dibawa bekerja ke Malaysia.
Baca juga: Malaysia Setuju Integrasikan Dua Sistem Perekrutan Pekerja Migran Indonesia
Rista yang hadir dalam pesta pernikahan kakaknya pada Juni tahun 2022, meminta bantuan Elisabet menyebarkan informasi ada lowongan kerja bagus di Malaysia. Elisabet hadir di pesta itu untuk membantu tuan rumah. Ini tradisi gotong royong jika ada pesat di rumah tetangga mereka.
“Kalau ada orang mau merantau tolong kasih tahu saya, ke Malaysia. Di sana kerja bagus, gaji lancar,” kata Elisabet meniru ucapan Rista.
Untuk menyakinkan Elisabet, Rista bercerita tentang saudaranya pulang dari Malaysia membawa uang Rp 20 juta. Uang itu dipakai untuk membangun rumahnya.
Elisabet yang sedang kesulitan keuangan untuk membayar kuliah anak perempuannya tertarik. Jika jadi pergi, ini pertama kali dia ke luar negeri.
“Saya ini yang penting untuk uang buat sekolah anak.Tapi saya tidak ada ongnkos ke Malaysia,” ujarnya.
Rista memastikan masalah ongkos akan diatasi nanti. Dia sempat menyebut punya perusahaan di Kupang untuk menyakinkan Elisabet .
Pada 12 Juni 2022, Rista menjemput perempuan yang kini berusia 43 tahun di rumahnya untuk terbang ke Kupang dan lanjut ke Jakarta. Sekitar seminggu kemudian dia sendirian terbang ke Malaysia.
Baca juga: Malaysia Setuju Integrasikan Dua Sistem Perekrutan Pekerja Migran Indonesia
“Di bandara Eltari, Rista dan dua temannya antar saya. Saya terbang sendiri ke Jakarta,” tutur Elisabet.
Adik kandungnya yang juga tertarik dengan cerita Rista menyusulnya seminggu kemudian. Mereka bertemu di Jakarta.
Namun Elisabet tidak mengabarkan ke suaminya tentang rencananya bekerja di Malaysia karena khawatir tidak diizinkan. “Saya sampai di Jakarta baru kasih tahu,” tuturnya.
Setiba di bandara internasional Soekarno Hatta, dia mencari pintu 2C sesuai pesan Rista untuk bertemu dengan penjemputnya. Benar saja, seorang pria yang mengaku masih kuliah menjemput Elisabet. Mereka berdua melanjutkan perjalanan dengan mobil yang disupiri pria tersebut.
Elisabet tidak mengetahui lokasi yang dituju di Jakarta. Dia ingat kembali pesan Rista : “Jika ada yang tanya, beritahu tempatnya di Pasar Induk.”
Dia kemudian hanya mengingat bahwa sebelum tiba di lokasi yang dituju, dia melihat ada toko bertuliskan “Toko Muda”. Di depannya, sebuah bangunan dengan pintu berlapis dua dan ada petugas keamanan.
“Saya lihat banyak sekali orang di dalam. Di lantai kasur untuk tidur. Perkiraan saya ada 300-an orang,” tutur Elisabet.
Dia sempat berkenalan dengan beberapa perempuan asal NTT di lokasi seperti tempat penampungan orang. Mereka pun mengajari Elisabet tentang trik untuk menjaga diri dan menghubungi anggota keluarga jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Dengan bantuan beberapa calon pekerja di penampungan, Elisabet berhasil menelepon anak perempuannya. Jumi, sapaan anaknya bekerja sebagai pembantu rumah tangga satu warga di Kota Kupang.
“Anak saya khawatir yang bawa saya ini illegal. Saya juga bertanya-tanya saya ini mau masuk (Malaysia) ilegal atau tidak,” kata Elisabet.
Baca juga: Jalan Panjang Mariance Kabu, Korban TPPO Menggapai Keadilan
Sekitar seminggu menginap di penampungan, Elisabet mendapatkan paspor yang bertuliskan namanya dan tanggal lahirnya. Paspor diterbitkan di Kediri, Jawa Timur.
Antara cemas dan khawatir, Elisabet terbang ke Malaysia.
Cerita indah Rista berbanding terbalik dengan kenyataan yang dia alami di rumah majikannya di Kuala Lumpur. Di rumah itu, dia merawat seorang lansia dan beberapa anak kecil.
Dia diperlakukan tidak manusiawi.Telepon seluler, paspor diambil majikannya. Gajinya pun tidak diberikan.
Menurut Suratmi Hamida, Pelaksana harian Subkoordinator Perlindungan dan Pemberdayaan Balai Pelayanan dan Perlindungan Pekerja Migran, Elisabet punya keberanian.
“Dia minta bantuan KBRI untuk pulangkan dia. Alamat majikan dia tulis di pahanya,” ujar Suratmi kepada KatongNTT.com
Elisabet kemudian meminta bantuan KBRI di Kuala Lumpur untuk meminta bantuan agar gajinya dibayarkan oleh perusahaan yang memperkerjakannya.
Baca juga: UU Narkotika Disebut Korbankan Banyak Buruh Migran Dijerat hukuman Mati
Pada Kamis malam, Elisabet Ninef tiba di Kupang dengan pesawat Batik Air. Dia dijemput petugas Balai Pelayanan dan Perlindungan Pekerja Migran NTT.
Aparat Kepolisian NTT menemui Elisabet untuk menjalani pemeriksaan pada Jumat siang, 27 Januari 2023. Jumi, anak perempuannya menyempatkan diri bertemu ibunya yang sudah 7 bulan meninggalkan keluarga demi mendapatkan uang di Malaysia. Ibu dan anak berpelukan erat dan menangis bersama.
“Saya berdoa setiap hari agar ibu saya bisa ditemukan dan pulang, tujuh bulan tidak ada kontak, tidak tahu dimana di Malaysia. Tuhan menjawab doa saya,” kata Jumi kepada KatongNTT.com.
Saat matahari perlahan bergerak ke arah barat pada Jumat sore, petugas Balai mengantar Elisabet pulang ke rumahnya.
“Saya tidak akan mau lagi kerja seperti ini,” ujarnya dengan suara bergetar. *****