Kupang – Prieyo Pratomo, Executive Advisor Indonesian Furniture Industry & Handicrafts Association (ASMINDO) menyatakan, produk kerajinan dengan sentuhan seni dan budaya tradisional digemari dalam sajian eksklusif.
Kerajinan antik yang direproduksi dengan penyajian khusus, disertai penjelasan sejarah tentang produk menjadi peluang untuk menembus pasar Internasional.
Hal ini perlu diperhatikan oleh para pelaku kerajinan di Indonesia, termasuk NTT. Namun, Prieyo menjelaskan, produk kerajinan harus pula inovatif. Bila tak ingin produk kerajinannya tersimpan begitu saja. Harus punya fungsi di kehidupan sehari-hari.
“Kerajinan boleh berangkat dari tradisi. Tapi harus inovasi terus. Sesuaikan dengan zaman dan pasarnya,” jelasnya dalam Sosialisasi Dekranas Award & World Craft Council Award of Excelent for Handicraft (WWC AoE).
Baca Juga: Jatuh Bangun Yustin Sadji, Eks Pengungsi Timtim Merawat UMKM Mindari
Lebih lanjut ia mengatakan, produk tonjolan dari NTT adalah tenun dan anyaman. Produk-produk ini menjadi ciri khas dari provinsi dengan 22 Kabupaten/Kota ini.
Namun, pemberdayaannya yang belum maksimal, membuat kerajinan NTT belum sepenuhnya menembus pasar dengan harga yang bersaing.

Untuk itu, Hesti Indah Kresnarini, salah satu Pengurus Dekranas yang menjadi pembicara dalam sosialisasi tersebut, memaparkan enam hal yang ditetapkan UNESCO. Seyogyanya enam hal ini akan mampu mendongkrak produk-produk kerajinan UMKM Indonesia untuk menembus pasar dunia.
1. Excellence; menunjukkan tingkat kesempurnaan hasil akhir pekerjaan dan penerapan standar kualitas yang tinggi. Hal ini dapat diamati dari penggunaan bahan yang berkualitas baik. Menggunakan proses pengerjaan yang mendetail. Serta penyajian akhir yang bagus.
2. Innovative; kreativitas untuk mengembangkan dari yang sudah ada sebelumnya.
“Kembangkan materi, proses produksi ada inovasi. Motif dan warna perlu dikembangkan,” ujar Hesti dalam sosialisasi yang diadakan di Hotel Sotis pada Rabu, 14/12/2022 itu.
3. Authenticity/Originality; produk mengekspresikan identitas budaya dan kearifan nilai-nilai estetik tradisional.
“Produk harus benar-benar dari tradisi di NTT. Merefleksikan nilai tradisi yang sudah ada,” kata Hesti.
4. Marketibility; artinya produk berorientasi pada pasar. Hesti menyebut, harga kompetitif tidak harus murah.
“Karena bahan dan pembuatan yang sulit, tidak apa-apa. Karena itu wajar (dijual mahal),” ujarnya.
Ia mengatakan, suatu karya kerajinan, semisalnya tenun dijual mahal pasti ada pasarnya. Sehingga para penenun jangan merasa tersaingi dengan tenunan yang dicetak.
“Secara kuantitas dan harga memang lebih murah (yang dicetak). Tapi yang ditenun langsung itu kualitasnya lebih baik apalagi pakai pewarnaan alami. Itu lebih berkualitas dan orang lebih suka itu,” kata Hesti.
Baca Juga: Julia Manfaatkan Daun & Serat Pohon Lontar Membuat Anyaman Unik
Penilaian selanjutnya yang tak kalah penting ialah tanggung jawab sosial dan ramah lingkungan. Dua penilaian ini menjadi nilai tambah dari suatu produk kerajinan.
5. Social Responsibility; tanggung jawab sosial. Menghormati dan menaati peraturan terkait hak tenaga kerja dan HAM.
“Misalnya memperkerjakan anak-anak. Akan tetapi beri kesempatan untuk istirahat. Dengan beri upah juga,” jelas Hesti
6. Eco-Friendly; tidak mencemari lingkungan. Di mana menggunakan material yang dapat didaur ulang. Tidak mengandung racun dan tak menimbulkan polusi.
Ke depannya, Dekranas akan melakukan Dekranas Award untuk karya kerajinan terbaik di Indonesia.
Pemenang penghargaan karya kerajinan terbaik selanjutnya akan diikutsertakan mewakili Indonesia pada WCC AoE.
Ke enam unsur yang dipaparkan di atas menjadi penilaian pula dalam penghargaan ini. Untuk itu, para pengrajin NTT diharapkan mampu menerapkan ke enam hal tersebut. Bukan hanya sekadar untuk memenuhi syarat penghargaan, namun menjadi langkah awal untuk meningkatkan kualitas kerajinan NTT ke depannya. *****