Frans Seda Pahlawan Nasional Penjembatan Budaya, Politik, dan Agama - Katong NTT    
Sabtu, 28 Januari , 2023
  • Login
NEWSLETTER
Katong NTT
No Result
View All Result
  • Peristiwa
    • Kekerasan Berbasis Gender
    • Pekerja Migran
    • Lingkungan
    • Inspirasi
  • Ekonomi dan Bisnis
    • Industri Pariwisata
    • Dekranasda NTT
    • Agribisnis
  • Sorotan
  • Perspektif
    • Opini
  • Pemilu 2024
  • Peristiwa
    • Kekerasan Berbasis Gender
    • Pekerja Migran
    • Lingkungan
    • Inspirasi
  • Ekonomi dan Bisnis
    • Industri Pariwisata
    • Dekranasda NTT
    • Agribisnis
  • Sorotan
  • Perspektif
    • Opini
  • Pemilu 2024
No Result
View All Result
Katong NTT
No Result
View All Result
Home Perspektif Opini

Frans Seda Pahlawan Nasional Penjembatan Budaya, Politik, dan Agama

Oleh: Dr Phillipus Tule SVD, Rektor Universitas Katolik Widya Mandira

Editor: Rita Hasugian
27 November 2022
in Opini
0
Frans Seda (Dok Pemuda Katolik)
Frans Seda (Dok Pemuda Katolik)

Frans Seda (Dok Pemuda Katolik)

0
SHARES
191
VIEWS
Share on WhatsappShare on FacebookShare on Twitter

Masyarakat NTT dan Indonesia pantas berbangga dan bersyukur memiliki Fransiscus Xaverius Seda atau disapa Frans Seda. Tokoh berpengaruh di zamannya ini memiliki perjalanan hidup yang mewarnai perjalanan negeri ini.
Dia tidak dilupakan, setidaknya dalam ruang publik di NTT maupun di Jakarta, nama Frans Seda diabadikan.

Di Kementerian Keuangan di Jakarta sebuah ruangan diberi nama Frans Seda. Di NTT, nama Frans Seda diabadikan sebagai nama jalan di Kota Kupang dan nama bandara di Maumere, Kabupaten Sikka.

RekomendasiUntukmu

Jacinta Kate Ardern Memeluk Keluarga Korban serangan teroris di Masjid di kota Kota Christchurch Selandia Baru pada Maret 2019 (Daily Express)

Meneladani Ardern dan Paus Benediktus Saat Memutuskan Mundur dari Jabatannya

24 Januari 2023
Ilustrasi

Budaya Politik Baru Berkearifan Lamaholot untuk Memajukan Peradaban (Bagian Kedua)

8 Januari 2023

Kiprah dan legasi pria kelahiran desa kecil di Maumere, Kabupaten Sikka di Pulau Nusanipah (sekarang Flores) pada 4 Oktober 1926 menjadi inspirasi dan motivasi banyak orang.

Sambutan Rektor Universitas Katolik Widya Mandiri Phillipus Tule SVD dalam seminar nasional untuk mengusulkan Frans Seda dianugerahi gelar pahlawan nasional pada Kamis, 24 November 2022, kami hadirkan di sini.

Seminar yang diselenggarakan di Auditorium Universitas Katolaik Widya Mandira (Unwira) kota Kupang dihadiri teman, sahabat, dan keluarga besar Frans Seda.

Baca juga: Frans Seda Layak Dianugerahi Pahlawan Nasional

******

Gelar pahlawan adalah satu wacana dan perjuangan yang penting dan menarik. Banyak orang dan banyak gagasan muncul terkait dengan gelar ini. Ada kelompok yang mengusulkan agar seorang tokoh lokal atau nasional digelari “pahlawan”. Namun kelompok lain menolaknya, karena dianggap belum atau tidak memenuhi kriteria.

Di Indonesia sudah terdaftar 200 orang pahlawan nasional yang telah berjasa, dan berjuang demi kemerdekaan bangsa dan negara, mengisi kemerdekaan dengan kemajuan dan kesejahteraan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),  pahlawan dimaknai sebagai orang yang berjuang dengan gagah berani untuk membela kebenaran. Secara etimologis kata pahlawan dimaknai berasal dari akar kata bahasa Sansekerta pahala (yang berarti hasil atau buah); dan berakhiran wan, pahalawan. Artinya, mereka yang pantas memperoleh pahala (atau pahala, buah) karena keberanian, jasa-jasa dan pengorbanan. Pengorbanan dalam membela dan memperjuangkan serta menegakkan kebenaran.

Seminar akademik ini adalah bagian dari proses memberi gelar pahlawan untuk mendiang Frans Seda.  Dia dianggap berjasa terhadap masyarakat dalam memperjuangkan dan mempertahankan kebenaran . Perjuangan itu di ranah pendidikan, budaya, politik dan agama.

Dalam perspektif itu, seorang anak desa Fransiskus Seda layak diusung menjadi pahlawan nasional sebagai wujud apresiasi kita terhadap  jasa dan pengabdiannya.

Ada beberapa alasan berikut sebagai pendukung perjuangan kita:

Pertama, kepahlawanan di bidang budaya. Merunut kembali asal muasal keturunannya, anak desa Frans Seda lahir dari sepasang suami dan isteri warga Sa’o Puu dengan Keda Kanga di tanah persekutuan adat Lio (= tanah ulayat). Adat yang memiliki otonomi sebagai pemerintahan mandiri.

Para warga membanggakan kedaulatannya. Dia sering disanjung secara hiperbolis dengan ungkapan “Ria dari nia, bewa pase lae atau bangsawan sejati yang hidup bersinambung tanpa putus dari generasi ke generasi.

Kesinambungan itu dalam bahasa lokal disebut mata sa pi, welu sa pi (regenerasi atau hilang generasi yang satu, muncul lagi yang baru).

Pemerintahan adat di tanah ulayat Lio (Ndori, Mbuli Nggela) itu diurus oleh tujuh anggota Dewan Besar (laki ria atau laki lima rua).

Mereka sebagai pemerintahan kolegial sapta tunggal. Wewenang tertinggi pada Laki Puu untuk urusan ritual.

Untuk tata pemerintahan profan dengan wewenang tertinggi pada ria bewa, maka di tanah persekutuan adat Lio (tempat asalnya pak Frans Seda) terbagi atas tiga. Yaitu Tana Mbengu (Kecamatan Paga), Tana Bu Nua Ria (Kec. Tana Wawo), dan dan Tana Mego (Kec. Mego).

Kendati pak Frans telah menempuh pendidikan tinggi dan menganut agama Katolik Roma, tetaplah dia menjunjung tinggi nilai-nilai budaya leluhurnya. Dia menggunakan nama-nama lokal untuk kedua puterinya yaitu Fransisca Xaveria Du’a Sikka dan Maria Joanessa Du’a Sipi Seda.

Dalam nama kedua puterinya, khususnya puteri kedua Sipi itu tersirat penghargaannya akan ketokohan mistis Ine Mbu.

Tokoh mistis ini lebih dikenal kemudian dengan nama Ine Pare (atau Dewi Sri) dari Suku Lio dengan adiknya Ine Sipi dan saudara sulung mereka Ndale.

Mendiang Frans Seda bukan hanya sekedar menggunakan nama Ine Sipi, tapi di balik nama Du’a Sipi itu tersirat niatnya mengangkat martabat para wanita Lio khususnya dan Flores, NTT  umumnya.  Sehingga wanita sederajat dengan lelaki dalam masyarakat budaya dan pendidikan.

Meski telah melanglang buana di seantero jagat untuk menuntun ilmu dan menjalani misi politik, pak Frans Seda tetap bangga akan tanah leluhurnya yang ganas dan gersang.

Sebagaimana terungkap dalam kata-kata adat berikut: Frans Seda jolo sakola ngere gili ola Frans Seda berkelana menempuh pendidikan Ghawa tana Jawa jeka Belanda Hingga di Jawa dan Belanda.  Gae ola mbeo kema mbana tau politik negara mencari ilmu demi karyanya bagi politik tata negara.

Frans Seda pera ola meko kai ngai kai atau Frans Seda menyadari diri dan asalnya sebagai  orang susah. Ngepo tebo nara tei nua ola kai rendahkan diri mengingat kampung halamannya . Muri laka tana tu’a kuru tu’u fau sambi Yang hidup di tanah yang kering kerontang  Leke, koba kai rana sa ‘ela tana.

Dengan Tanaman leke merambat ke segala penjuru Esa kai bai ngere peju wawi . Dengan buahnya pahit bagai empedu babi, Frans Seda sakola mbale tei hase Frans Seda sukses selesaikan pendidikan. Kai kema mbana utu negara Dia berkarya demi negara – bangsa Iwa ngadho kelo ana kalo fai walu Namun tak lupa akan masyarakat adat Tana Mego,

Paga Mbengu, tana Bu Nua Ria di Tana Mego, Paga Mego dan Tana Bu Nua Ria Tau gumu mujo wiwi noo moke m.i Agar mereka meminum nira manis jua.

Baca juga: Antonius Stefanus Enga Tifaona, Polisi Asal Lembata Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Pendiri dan Perintis Yayasan dan Universitas Atma Jaya

Kedua,kepahlawanan di bidang Pendidikan. Mendiang Frans Seda adalah Pendiri dan Perintis Yayasan Atma Jaya dan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (pada 1 Juni 1960).  Dan Frans tercatat sebagai Dekan pertama Fakultas Ekonomi (1961-1964) sekaligus Rektor pertama.

Dia pun menjabat Ketua Umum Yayasan Atma Jaya (1962-1996). Lalu Frans Seda menjadi Ketua Kehormatan Yayasan Atma Jaya. Bahkan ketika meninggal pada tahun 2009, namanya tercatat sebagai Ketua Pembina Yayasan Atma Jaya.

Pak Frans Seda pun pernah menjadi Penasihat Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) dan Ketua Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (PPM).

Oleh karena itu, di bidang pendidikan, khususnya Pendidikan Tinggi, Pak Seda telah berkontribusi secara nasional. Kontribusi itu melalui Unika Atma Jaya dengan sejumlah besar Alumni dan akademisinya.

APTIK dirintisnya bersama rekan-rekannya (sejak 24 Februari 1984 bersama Atma Jaya Jakarta, Universitas Parahyanganp Bandung, Sanata Dharma, Widya Mandala Surabaya ).

Kini  lembaga-lembaga ini menjadi satu jejaring Perguruan Tinggi Katolik yang berkembang besar.  Yakni total 19 Yayasan dan 20 Perguruan Tinggi Katolik se-Indonesia.

Semua itu dimungkinkan berkat kemampuan akademiknya yang telah disiapkan sejak dini di pendidikan dasar di tempat kelahirannya (Sekolah Desa di Lekebai, dan Lela). Lalu ke Schakelschool di Ndao/Ende dan kemudian di Kolese Xaverius Muntilan.

Lalu lanjut ke Hollandsche Burgerschool (HBS) di Surabaya, dan di Universitas Katholieke Economische Hogeschool, Tilburg, Belanda (1956).


Hadapi Situasi Anno Vivere in Pericoloso

Ketiga, kepahlawanan di bidang ekonomi dan bisnis.  Prestasinya yang layak dikenang dan diapresiasi selama-lamanya adalah kesuksesannya sebagai Menteri Keuangan Republik Indonesia (1966–1968).

Dia  berhasil membawa ekonomi Indonesia yang lebih stabil setelah didera oleh hiperinflasi sampai 650 persen(1963 – 1965) pada 4 akhir masa Orde Lama. Tepatnya pada era Demokrasi Terpimpin.

Beliau sukses memulihkan kepercayaan internasional pada Indonesia. Dia menerapkan kesatuan penganggaran Pemerintah pada Kementerian Keuangan serta menerapkan model anggaran pendapatan dan belanja yang berimbang.  Dua hal penting itu yang sampai kini masih diterapkan di dunia keuangan Indonesia.

Pada masa itu, pak Frans Seda bekerja keras mengatasi kondisi bangsa yang sedang dalam bahaya (dengan istilah bahasa Italia, Presiden Soekarno gunakan Anno Vivere In Pericoloso. Soekarno mengucapkannya  waktu pidato kenegaraan pada peringatan HUT RI ke-19 .

Tahun Vivere Pericoloso (TAVIP) pada intinya adalah tahun di mana revolusi Indonesia yang seharusnya menjadi lebih baik, jadi terhambat. Ini karena ranjau-ranjau subversif yang ingin menggagalkannya berupa gerakan kontra revolusi, gerakan kolonialis baru yang diboncengi para imperialis modern, Dan, gerakan mendua hati. Yakni mereka yang bersuara lantang mendukung revolusi, namun di lubuk hati memiliki agenda lain.

Inilah yang menurut pendapat Prof. Emil Salim, salah satu sahabat dekatnya, yang jika tidak berlebihan bisa menjadi alasan untuk mengusulkannya sebagai Pahlawan Keuangan Indonesia.

Di bidang bisnis, pak Frans Seda pernah menjabat sebagai Presiden Dewan Komisaris PT Narisa, Presiden Dewan Komisaris PT Gramedia, Presiden Dewan Komisaris PT Kompas Media Nusantara dan berbagai jabatan Dewan Penasihat berbagai lembaga nasional dan internasional.

Baca juga: Yang Terlupakan dari Pemberian Nama Jalan Frans Lebu Raya di Kota Kupang

Sederet Posisi di Bidang Politik

Keempat, kepahlawanan di Bidang Politik Keterlibatan mendiang Frans Seda dalam politik sudah berawal sejak masa pendidikan menengah. Dalam masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia dan masa pendidikan (baik di Muntilan dan Surabaya, maupun di Negeri Belanda sebagai anggota Persatuan Pelajar Indonesia (PPI). Dia  pendiri/pengurus Ikatan Mahasiswa Katolik Indonesia (IMKI) di Nederland (1950-1956).

Sekembalinya dari studi di Belanda, pak Frans Seda menjadi Ketua Umum Partai Katolik (1961-1968), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), mewakili golongan Katolik (1960-1964).

Dan, anggota Dewan Penasehat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sejak 1971 (PDI-P). Sejak 1997 dipercaya menjadi anggota Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDI Perjuangan.

Lalu berturut-turut, pak Frans Seda dipercaya sebagai Menteri Perkebunan dalam Kabinet Kerja IV (1963-1964), Menteri Keuangan Republik Indonesia ke-14 (1966–1968). Sebagai Menteri Perhubungan (Pengangkutan, Komunikasi, Pariwisata, 1968-1973,  dia merintis penerbangan dan pelayaran perintis di berbagai kawasan di Indonesia, khususnya di Indonesia Timur. Begitu juga beberapa kawasan wisata unggulan seperti di Nusa Dua, Bali.

Selanjutnya Frans Seda dipercayakan sederet posisi di berbagai bidang, seperti Duta Besar Republik Indonesia di Brussels untuk Warga Ekonomi Eropa, Kerajaan Belgia dan Luksemburg (1973- 1976). Menjadi anggota Dewan Pertimbangan Besar Republik Indonesia (1976-1978).

Anggota Dewan Penasihat Pengembangan Kawasan Timur Indonesia (DP-KTI) di bawah pimpinan Presiden Soeharto dan dilanjutkan oleh Presiden B.J. Habibie (1996).

Dia pun pernah menjadi Penasihat Presiden B.J. Habibie untuk bagian ekonomi (1998) dan pada tahun 1999 menjadi Penasihat Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri yang akhirnya menjadi Presiden Republik Indonesia.


Seorang Katolik Sejati 

Kelima,kepahlawanan di bdang Keagamaan. Frans Seda adalah seorang Katolik sejati dan memiliki relasi yang baik dengan pimpinan Gereja dan bahkan dengan Sri Paus. Pernah pak Frans Seda mendampingi Sri Paus Paulus VI dalam lawatan ke Indonesia (1970). Dia dipercaya menjadi Ketua Organizing Committee pada lawatan Sri Paus Johanes Paulus II ke Indonesia (1989). Termasuk ke tanah kelahirannya di Sikka/Maumere.

Anggota Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian (Iustitia et Pax) di Vatican, Roma (1984-1989). Oleh karena itu, dalam rangka merayakan HUT-nya yang ke-80 pada 28 Oktober 2006, saya dan P. Dr. Paul Budi Kleden, SVD mengedit sebuah buku berjudul Rancang Bersama: Klerus dan Awam (2006 Pen. Ledalero). Buku itu adalah cerminan upaya segelintir penulis STFK Ledalero masa itu yang ingin menampilkan pak Seda di atas pentas kehidupan berbudaya, berbangsa dan berGereja Indonesia.

Di tengah sepinya peranan awam dalam Gereja dan bangsa Indonesia, baik karena sikap apatis dan pesimis kaum awam sendiri, maupun karena sikap superior dari kelompok mayoritas tertentu. Sesungguhnya Gereja dan bangsa Indonesia pernah memendam kebanggaan serta harapan besar pada seorang tokoh awam nasionalis sekaliber Frans Seda. Dia yang telah menerima aneka bintang kehormatan dari berbagai Kepala Negara dan Gereja.

Baca juga: Pupuk Jiwa Pahlawan Anak NTT Lewat Dongeng

9 Bintang Kehormatan 

Keenam,  hikmat Bintang Kehormatan yang diterimanya bagi Generasi Milenial. Beliau pernah menerima sekitar 9 bintang kehormatan, dari luar negeri dan dalam negeri.  Penghargaan itu antara lain Grandcross of St. Silvester dari Paus Paulus VI di Vatican (1964). Dia dianugerahi Grandcross in de Orde van Oranje Nassau dari Kerajaan Belanda. Grandcross de L’Ordre Royal du Saha Metrei dari (bekas) Kerajaan Kamboja (1968).

Kemudian Frans juga dianugerahi Commander in the Order of Maritime Merit dari State of California (USA) dan San Fransisco Port Authority, Governor Ronald Reagan (6 September 1968); Grandcross de L’Ordre de Leopold II dari Kerajaan Belgia (4 Juni 1970).

Frans Seda juga menerima Grandcross of St. Thomas University dari Filipina (1972). Bintang Mahaputra Adipradana II dari Republik Indonesia (10 Maret 1973). Dia dianugerahi Honorary Member of the Order of the Australia (In Recognition for Service to the Development of Trade Lin dari Pemerintah Australia.

Semua itu, bukan untuk mengkultus-individukan beluau, tapi menjadi sumber inspirasi bagi generasi milenial. Oleh karena itu, Yayasan Atma Jaya telah mengabadikan semangat berbhakti seutuhnya “Untuk Tuhan dan Tanah Air” (Pro Deo, Ecclesia et Patria) dalam bentuk “Frans Seda Award” (sejak 1 Juni 2011). Penghargaan itu difokuskan pada bidang pendidikan dan kemanusiaan.

Kesimpulannya,  mendiang Frans Seda adalah seorang Politikus, Menteri, Tokoh Gereja, Ilmuwan, Budayawan dan Tokoh Pendidikan, Pengamat politik, dan Pengusaha Indonesia yang sukses. Berbagai jabatan pernah diembannya dan aneka bintang kehormatan pernah diterimanya. Karena itu, layaklah bila mendiang Frans Seda pun dideretkan bersama 200 tokoh (dengan rincian 185 pria dan 15 wanita) yang telah diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Mereka berasal dari seluruh wilayah Indonesia: dari Aceh di Barat hingga Papua di Timur. Dari Pulau We di Utara hingga di Rote paling Selatan. Mari kita sebagai civitas academica UNWIRA dan warga masyarakat Kota / Kabupaten Kupang mendukung pengusulan mendiang Frans Seda sebagai Pahlawan Nasional kepada Wali Kota Kupang.

Kemudian dilanjutkan kepada Gubernur, yang lalu membuat rekomendasi kepada Kementerian Sosial, yang akan diteruskan kepada Presiden. Penggodokannya  diwakili 6 oleh Dewan Gelar, yang terdiri dari 2 akademisi, 2 orang dari latar belakang militer, dan 3 orang yang telah menerima sebuah penghargaan atau gelar).

Pada langkah terakhir, pemilihan dilakukan oleh Presiden, yang diwakili oleh Dewan, yang menganugerahi gelar tersebut pada sebuah upacara di Jakarta.  Dalam upacara yang diselenggarakan pada setiap Hari Pahlawan pada tanggal 10 November setiap tahun. Semoga sukses!!!

SendShareTweetShare
Previous Post

Pergub Dicabut, PT Flobamor Tetap Jadi Pengelola Wisata TN Komodo

Next Post

Bermodal Rp 50 Ribu, Citra Mengawali Bisnis Susu Kelor Perdana di Tanah Air

Rita Hasugian

Rita Hasugian

Rekomendasi Untukmu

Opini

Meneladani Ardern dan Paus Benediktus Saat Memutuskan Mundur dari Jabatannya

24 Januari 2023
Jacinta Kate Ardern Memeluk Keluarga Korban serangan teroris di Masjid di kota Kota Christchurch Selandia Baru pada Maret 2019 (Daily Express)

Kepada rakyatnya, Ardern  berujar:  “Saya tidak lagi memiliki cukup kapasitas untuk menjalankan jabatan ini dengan benar.”

Read more
by Rita Hasugian
0 Comments
Opini

Budaya Politik Baru Berkearifan Lamaholot untuk Memajukan Peradaban (Bagian Kedua)

8 Januari 2023
Ilustrasi

budaya politik baru berkearifan Lamaholot adalah politik kelohon, politik kebenaran, kejujuran, dan ketulusan. Yang menghindari perilaku ope aka, perilaku temaka...

Read more
by Rita Hasugian
0 Comments
Opini

Budaya Politik Baru Berkearifan Lamaholot untuk Memajukan Peradaban (Bagian Pertama)

6 Januari 2023
Ilustrasi Budaya politik baru berkearifan Lamaholot untuk memajukan peradaban.

Dan, kearifan-kearifan Lamaholot yang pada aslinya berlaku di aspek kehidupan lain, tetapi yang relevan dan berguna untuk diterapkan dalam dunia...

Read more
by Rita Hasugian
0 Comments
Opini

Penuhi 4 Syarat Ini untuk Hadirkan 1 Juta Wisatawan ke Labuan Bajo

16 Desember 2022
Peserta jelajah Komodo tiba di kampung adat Waerebo, Kabupaten Manggarai beberapa bulan lalu. (Istimewa)

Sebagian gambaran berikut data tentang kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo mencapai level tertinggi tahun 2019 sebesar 221 ribu wisatawan.

Read more
by Rita Hasugian
0 Comments
Opini

Oma Lin Menginspirasi Warga Mbay Bertanam Jagung

30 November 2022
Oma Lin, petani Jagung di Mbay, Kabupaten Nagekeo, NTT (Dok.YakobusStefanusMuda)

Inspirasi Oma Lin untuk menanam jagung semoga menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan suplai air di tahun 2023.

Read more
by Rita Hasugian
0 Comments
Opini

Menakar Dampak Pembentukan KEK Labuan Bajo

14 November 2022
Labuan Bajo (Dok Kementerian PUPR)

Dengan rencana untuk menetapkan KEK Labuan Bajo, nantinya dapat  menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru bagi NTT.

Read more
by Rita Hasugian
0 Comments
Next Post
Bermodal Rp 50 Ribu, Citra Mengawali Bisnis Susu Kelor Perdana di Tanah Air

Bermodal Rp 50 Ribu, Citra Mengawali Bisnis Susu Kelor Perdana di Tanah Air

Ilustrasi Komodo (Ist)

KPPU Soroti Potensi Monopoli PT Flobamor di TN Komodo

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Popular News

  • Yosef Lejap, korban dugaan penganiayaan oleh aparat kepolisian di Lembata (Dok. Andreas Lejap)

    Penganiayaan ODGJ, Satu Polisi Disebut Minta Maaf atas Ulah Rekannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aparat Polisi Diduga Aniaya ODGJ di Lembata

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komnas Disabilitas: Penganiaya ODGJ di Lembata Rendahkan Martabat Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Potret Kesederhanaan Nono, Juara Matematika Dunia dan Kagumi Elon Musk

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Budaya Politik Baru Berkearifan Lamaholot untuk Memajukan Peradaban (Bagian Pertama)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Newsletter

Silahkan klik tombol di bawah untuk berlangganan berita KatongNTT.
SUBSCRIBE

Anggota dari :

  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami
  • Iklan
  • Kontak Kami
  • Redaksi

© 2022 KatongNTT

No Result
View All Result
  • Peristiwa
    • Kekerasan Berbasis Gender
    • Pekerja Migran
    • Lingkungan
    • Inspirasi
  • Ekonomi dan Bisnis
    • Industri Pariwisata
    • Dekranasda NTT
    • Agribisnis
  • Sorotan
  • Perspektif
    • Opini
  • Pemilu 2024

© 2022 KatongNTT

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
Sign In with Linked In
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
Sign Up with Linked In
OR

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist