Kupang – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meluncurkan program Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam rilisnya, PLT Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian PPPA, Rini Handayani mengatakan, ini menjadi bukti atas komitmen Pemerintah Kota Kupang dalam mewujudkan Kota Kupang yang ramah perempuan dan peduli anak secara mandiri.
Hal ini juga untuk memanfaatkan potensi sumber daya daerahnya masing-masing di setiap kelurahan.
“Langkah kunci dalam pengembangan sebuah wilayah menuju KRPPA adalah harus melibatkan semua pihak yang ada di kelurahan. Mulai dari para aparatur, tokoh masyarakat, organisasi, relawan. Para kader, dan tentunya perempuan dan anak,” jelas Rini.
Baca Juga: Riset AJI-PR2Media Temukan 82,6 Persen Jurnalis Perempuan Alami Kekerasan Seksual
Program ini diterapkan ke semua kelurahan yang ada di Kota Kupang. Totalnya terdapat 51 kelurahan.
Menanggapi ini, Lurah Penfui, Fransisko Dugis mengatakan, program ini memang baik adanya. Namun, ketersedian SDM dan infrastruktur yang minim jadi tantangan dalam merealisasikan program ini.
“Jadi ini nanti tiap kelurahan harus siapkan 10 orang untuk jalankan program ini. Secara sukarela. Berarti tidak dibayar. Kira-kira siapa yang mau?” Kata Fransisko saat ditemui di ruang kerjanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, ada banyak elemen yang harus diperhatikan untuk tercapainya desa/lurah ramah perempuan dan anak.
Salah satunya dengan adanya ruang belajar dan bermain bagi anak untuk memenuhi haknya sebagai anak-anak.
Baca Juga: Direktur LBH Apik NTT Minta Negara Penuhi Hak 9 Anak Korban Kekerasan Seksual di Alor
“Di tempat lain pasti ada, tapi untuk Penfui, lapangan saja tidak ada. Anak-anak mau main di mana? Di pinggir jalan,” ujar Fransisko.
Kiai Kia, lurah Oesapa menyampaikan, ekonomi dan rendahnya pendidikan warga jadi satu tantangan tersendiri untuk menuju KRPPA.
“Yang sekolahnya di bawah SMA banyak di kami sini. Jadi pengetahuan untuk bagaimana mengasuh anak itu kurang,” jelasnya.
Ia mengatakan, perempuan sebagai ibu dan calon ibu, hendaknya punya pengetahuan lebih untuk membimbing anak.
“Tapi bapak-bapak juga harus punya pengetahuan itu. Jadi biasa kalau kami duduk sama-sama ya saya sampaikan,” ujar Kiai.
Pun kekerdilan atau stunting masih jadi PR besar hingga saat ini. Kiai menyatakan, pihaknya hingga kini fokus untuk menurunkan angka stunting di kelurahannya dengan memberi PMT yang sesuai.
Data yang dihimpun dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak NTT menyebut, terdapat 10 indikator untuk mencapai KRPPA.
1. Adanya pengorganisasian perempuan dan anak
2. Tersedia data pilah terkait anak dan perempuan
3. Tersedianya peraturan di kelurahan terkait KRPPA
4. Tersedia pembiayaan dari kelurahan dan pendayagunaan aset
5. Persentase keterwakilan perempuan di pemerintah desa/kelurahan
6. Persentase perempuan wirausaha
7. Semua anak mendapat pengasuhan berbasis anak
8. Tak ada kekerasan pada perempuan dan anak
9. Tidak ada pekerja anak
10. Tidak ada perkawinan anak.
Kesemuanya ini disebut untuk menjawab agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024.
Juga amanat dari UUD tahun 1945 pasal 28 B ayat 2, konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia. Dan juga lima program prioritas Presiden.
Namun demikian, “ini berat, tapi nanti kita upayakan. Ini kira-kira awal Mei baru mulai jalankan program ini.” kaya Fransisko.*****