Kupang– Katarina Kewa Tupen, 21 tahun, asal Adonara Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur lolos dari jeratan perdagangan orang ke luar negeri. Katarina dengan keberanian dan kecerdasannya telah membongkar kejahatan yang dialaminya setiba di Medan, Provinsi Sumatera Utara.
Katarina menuturkan kepada KatongNTT.com, Rabu, 30 Maret 2022 bahwa kejahatan yang dialaminya berawal dari perkenalan dengan seorang perempuan di Facebook. Perkenalan singkat pada pertengahan Maret itu diawali postingan akun FB bernama EvLvn mencari tenaga kerja untuk merawat lansia di Medan.
Baca juga: Kekejaman Berulang Dialami PMI NTT, Naomi: Saya Tidak Digaji 9 Tahun
“Saya baca postingan butuh tenaga kerja untuk jaga lansia, ditempatkan di kota Medan. Kemudian dia inbox. Saya jelaskan saya dari Adonara. Dia jawab ‘opa saya dari Adonara.’ Jadi saya merasa dekat,” kata Katarina.
“Saya terima tawarannya karena keluarga juga di Adonara,” ujarnya.
Setelah percakapan via chat di inbox FB, Katarina memberikan nomor telepon genggamnya kepada perempuan bernama Evelin (di akun FB tertulis EvLvn-red). Itu terjadi pada 18 Maret 2022.
Evelin pun menghubungi seorang pria yang disapa “bos” untuk berbicara dengan Katarina. Menurutnya, nama pria itu Ahmad Yani. “Nanti jaga lansia,” kata Katarina mengutip ucapan pria itu via telepon genggam.
Baca juga: Cerita Calon PMI NTT, 2 Hari 1 Malam Tanpa Makan di Hutan
Evelin yang tinggal di wilayah Manulai 2, Kota Kupang mengatur semua persiapan keberangkatan Katarina. Dalam tempo 3 hari, Katarina sudah menerima tiket pesawat untuk diberangkatkan ke Medan. Tiket itu dengan rute Larantuka – Kupang- Surabaya – Jakarta – Medan.
“Sebelum berangkat, saya ditelepon bos yang akan mempekerjakan saya,” tutur Katarina.
Setiba di Medan, Katarina dijemput bos yang membawanya ke satu restoran. Katarina mengira mereka beristirahat, ternyata pria itu memberitahu bahwa dia akan menjalani training satu bulan di restoran itu. Dia mulai curiga.
Baca juga: Kisah Elisabet Ninef Lepas dari Jeratan Jejaring Perdagangan Orang NTT ke Malaysia
Keesokan hari dia diminta menandatangani kontrak kerja di kantor perekrutan tenaga kerja atas perintah pria itu. Pria itu juga yang membuat surat izin dari orang tua Katarina.
Setelah selesai membereskan administrasi, pria itu berujar enteng: “Nanti nona saya kirim ke Singapura.”
Katarina langsung menyatakan penolakannya karena dia dijanjikan bekerja merawat lansia di Medan. Saat itu Katarina teringat telepon genggamnya sudah dua hari ditahan oleh pria itu. Dia ingin segera menghubungi keluarganya.
Baca juga: Perusahaan Sawit di Kalbar Siksa Pekerja, 18 Korban dari NTT
Dia kemudian mengaku sakit dan meminta telepon genggamnya untuk menghubungi orang tua. Pria itu kemudian mengizinkan Katarina menggunakan telepon genggamnya.
Katarina nekad terlebih dahulu mencari nomor pengaduan polisi. Polisi merespons panggilan itu dengan meminta alamat kediamannya saat itu. Dia juga menelepon anggota keluarganya untuk membantu menyelamatkan dirinya.
Pria itu marah besar mengetahui Katarina menelepon polisi. Dia memukul kaki Katarina dan menyekapnya di dalam satu ruangan dengan hanya diberi makan sekali dalam sehari.
“Saya ketahuan hubungi polisi. Kaki saya bekas kecelakaan dipukul pakai kayu,” ujar Katarina.
Empat hari setelah itu polisi menemukan lokasi karena alamat yang diberikan Katarina dianggap kurang jelas. Namun, menurut dia, polisi kurang merespons penjelasan dirinya. “Polisi lebih respons penjelasan dari bos,” ujar dia kecewa.
Baca juga: 134 PMI NTT Pulang Tak Bernyawa, Terbanyak Sejak 5 Tahun Terakhir
Di hadapan polisi, Katarina meminta pulang dan menghubungi keluarganya untuk meminta bantuan. Namun pria itu meminta keluarga Katarina membayar semua biaya termasuk tiket pesawat. Totalnya Rp 11 juta dan kemudian dikurangi menjadi Rp 7 juta.
Lusi Tampubolon, pengacara di Medan menerima kabar dari Pastor Beno Ola Tage dari Keuskupan Agung Medan pada Selasa, 29 Maret 2022 sekitar jam 1 siang. Pastor mengabarkan tentang situasi yang dialami Katarina.
“Ini ada anak yang tadinya mau dipekerjakan untuk merawat jompo ternyata dipekerjakan di resto di hari pertama tiba di Medan. Sehari di resto langsung dikembalikan ke PT (PT Mitra Asia Sehati-red), urus paspor Katarina untuk ke Singapura,” kata Lusi mengutip penjelasan Pastor Beno saat dihubungi KatongNTT.com, Rabu malam, 30 Maret 2022.
Katarina tegas menolak dipekerjakan ke luar negeri.
Polisi Menahan Sang Bos
Lusi bergerak cepat setelah menerima informasi dari Pastor Beno, asal Mbay, NTT. Dia menghubungi Kepolisian Kota Medan dan unsur terkait lainnya untuk penggrebekan.
Lusi juga menghubungi paguyuban keluarga asal NTT di kota Medan untuk membantu pencarian orangtua dan keluarga Katarina.
Baca juga: Duka Bertubi PMI NTT, Ibu Meninggal di Malaysia, Anak Bunuh Diri
Perusahaan perekrut Katarina, PT Mitra Asia Sehati ditemukan beralamat di Jalan Bersama Ujung, Kecamatan Tembung, Kota Medan. Belakangan diketahui perusahaan ini ilegal.
“Perusahaannya ilegal setelah kami bersama polisi, ketua lingkungan, babinsa, mendatangi kantor itu atas bantuan penjelasan dari Katarina,” kata Lusi Tampubolon, tim penggiat kemanusiaan di Medan.
Sebelum penggrebekan, Lusi menghubungi Katarina via pesan SMS. Dia diminta menghapus semua nomor kontak yang masuk maupun keluar termasuk pesan SMS demi keselamatan dirinya. Katarina diminta hanya mengingat nomor telepon Lusi untuk memudahkan komunikasi mereka.
Baca juga: Fantastis, Jumlah Remitansi Pekerja Migran NTT Lebih dari Rp 1 Triliun!
Pada Selasa malam, 29 Maret 2022 penggrebekan dilakukan. Di kantor PT Mitra Asia Sehati ada tiga pria yang berjaga. Namun Ahmad Yani, bos mereka, tidak ada. Polisi meminta mereka untuk segera menelepon sang bos dan datang segera ke kantor.
Beberapa saat kemudian, tutur Lusi, Ahmad Yani bersama istri dan seorang pria keturunan India memasuki kantor. Dia kemudian digelandang ke kantor Polisi Sei Tuan untuk menjalani pemeriksaan.
Pria tersebut, ujar Lusi, tidak hanya mempersiapkan keberangkatan Katarina ke Medan. Tapi dia bahkan ikut menjemputnya ke Jakarta dan bersama-sama ke Medan.
Polisi telah menahan sang bos Ahmad Yani. Tuntutan pria ini agar keluarga Katarina membayar Rp 11 juta tidak dipenuhi.
Baca juga: Remitansi PMI NTT via Kantor Pos Capai Rp 107 Miliar Tahun 2022
Sementara Evelin, menurut Katarina ditahan di Polda NTT. Informasi itu dia terima setelah Evelin kemarin pagi menelepon dirinya dari Polda NTT.
“Saya tidak ada urusan lagi dengan anda. Urusan dengan kantor polisi,” tegas Katarina.
Lusi memuji kecerdasan Katarina dalam melawan kejahatan perdagangan orang ini. “Dia bijak. Dia cari call centre polisi. Polisi datang ke tempat dia,” ujarnya.
Menurut Lusi, dari sejumlah informasi yang diterimanya, praktek penipuan tenaga kerja ke luar negeri ini cukup menggiurkan karena dari setiap satu orang yang direkrut, mereka mendapat komisi sekitar Rp 10 juta. Uang ini yang telah membutakan hati nurani mereka. (Rita Hasugian)