Stigmatisasi bagi penyandang disabilitas seringkali terdengar ditelinga dan mendiskreditkan mereka. Perjuangan mengangkat derajat penyandang disabilitas terus dilakukan. Salah satunya melalui Komisi Nasional Disabilitas (KND).
Dalam lawatan KND ke kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Jumat (4/2/2022) kemarin, KND mengajak peran serta KWI menghilangkan stigma negatif dan diskriminasi itu.
Ketua KND, Dante Rigmalia mengatakan, ada lima point utama dalam upaya menghapus stigma negatif dan anti ketidakadilan terhadap penyandang disabilitas.
Pertama, penyandang disabilitas harus memiliki aksesibilitas terhadap layanan keagamaan yang diyakininya. Kedua, aksesibilitas terhadap infrastruktur tempat beribadah. Ketiga, aksesibilitas pada berbagai layanan keagamaan.
Point keempat menurut Dante adalah kesepahaman tentang peran dan fungsi strategis untuk menghilangkan stigma negatif dan diskriminasi dan kelima melakukan sosialiasikan dan edukasi kepada masyarakat terkait penghormatan, pelindungan dan pendampingan Disabilitas.
“KND tidak bisa bekerja sendirian, sehingga harus berkolaborasi dengan semua pihak. Penyandang Disabilitas adalah bagian dari masyarakat yang tidak perlu dibedakan dalam mengakses segala bidang,” kata Dante.
KND mendatangi beberapa organisasi, diantaranya organisasi keagamaan untuk berkolaborasi menciptakan lingkungan inklusif. Khusus organisasi keagamaan, KWI merupakan organisasi kedua yang didatangi. Sebelumnya KND sudah berkunjung ke PBNU.
Dalam kunjungan ke kantor KWI di kawasan Cikini Jakarta, Dante didampingi empat Komisioner yakni Kikin Tarigan, Jonna Aman Damanik, Rachmita Maun Harahap, dan Fatimah Asri.
Komisioner Rachmita, seorang penyandang disabilitas Tuli berbagi pengalamannya saat bersekolah terkait aksesibilitas di bidang keagamaan. Menurutnya, saat dirinya bersekolah di sebuah SD Khatolik umum namanya SD Fransiskus, sekolah itu sangat inklusif dalam mata pelajaran pendidikan agama.
Rachmita bercerita, Sekolah itu menjalin kerja sama dengan SD Negeri umum agar siswanya yang beragama Islam bisa mendapatkan pelajaran. Dan setiap hari Jumat, Rachmita bisa belajar tentang agama Islam di sekolah Negeri itu.
Berbeda dengan saat ia masuk SLB-B Katolik di Medan. Meski ada jadwal mata pelajaran Agama, namun tidak disediakan pembelajaran agama Islam.
“Untuk itu KWI harus melakukan pendampingan terhadap disabilitas yang bersekolah di sekolah yang berbeda dengan agama yang dianutnya,” kata Rachmita yang menjelaskan pernyataannya dengan bahasa isyarat dibantu oleh juru bahasa isyarat.
Ia juga berharap gereja dan tempat ibadah lainnya dapat memiliki aksesibilitas. Aksesibilitas tersebut antara lain harus ada akses bagi penyandang disabilitas, ada AYL (Akomodasi Yang Layak) dan Unit Layanan Disabilitas (ULD).
Ketua KWI Kardinal Ignatius Suharyo menyambut baik apa yang disampaikan KND. Menurutnya, Konferensi Wali Gereja Indonesia bersama KND siap mengedukasi masyarakat terkait stigma negatif dan diskriminasi aksesibilitas.
Tahun ini, KWI mewujudkan penghormatan terhadap martabat manusia dalam gerakan Pancasila. Ada 5 tema besar yakni hormat terhadap martabat manusia, mengusahakan kebaikan, solidaritas, perhatian lebih pada saudara kita yang kurang beruntung, dan merawat ciptaan-Nya.
Kardinal Ignatius membuka pintu untuk bekerja sama mendukung upaya menghapus stigma negatif dan diskriminasi terhadap Penyandang Disabilitas.
“Saya yakin bahwa kesadaran untuk menghormati saudara kita yang berkebutuhan khusus saat ini makin meningkat dengan seringnya isu disabilitas diangkat. Ini adalah bagian dari penghormatan terhadap martabat manusia,” ujar Kardinal Ignatius.