
Komnas HAM: Pemprov NTT Buka Ruang Dialog Setara dengan Warga Pubabu-Besipae
Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur perlu membuka ruang dialog yang setara dengan penduduk Pubabu-Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Dialog ini untuk mencari solusi permanen terhadap konflik masalah lahan yang sudah berlangsung 35 tahun lamanya.
“Jadi apapun fungsinya (lahan) nanti, harusnya diberi alternatif solusi. Tidak main gusur saja,” kata anggota Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara kepada KatongNTT.com, Senin, 24 Oktober 2022.
Selanjutnya, ujar Beka, Pemprov NTT dan Pemda TTS bersama Kepolisian mendamaikan warga Pubabu dan etnis lainnya di sekitar lahan sengketa. Ini terkait dengan sejarah penyerahan lahan milik warga kepada Pemprov NTT pada tahun 1980-an.
Tudingan Pemprov NTT tentang ada pihak ketiga yang memperkeruh situasi di Besipae, Beka menepisnya.
“Ini (tudingan) sangat umum. Dulu juga saat kasus ini muncul, Pemprov NTT menuding LSM-LSM,” ujar Beka.
Menurutnya, sah saja jika ada orang atau LSM yang berusaha membantu dan membela hak warga untuk mendapatkan keadilan. Yang penting, upaya pembelaan itu dilakukan secara bertanggung jawab dan menghormati HAM.
Baca juga: Pemprov NTT Tuding Warga Besipae Ilegal, Rekomendasi Komnas HAM Diabaikan?
Mengenai tindak lanjut dari rekomendasi Komnas HAM pada 3 September 2022 , Beka menilai rekomendasi belum sepenuhnya dijalankan oleh 5 lembaga/instansi yang berkaitan langsung dengan konflik lahan di Besipae.
Pemprov NTT, ujar Beka, menyampaikan upaya penyelesaian sementara. Yakni menampung warga sementara . Namun, opsi Pemprov NTT ditolak warga dengan alasan mereka sudah lama tinggal di lahan itu, dan tidak mau digusur. Tidak ada solusi permanen.
Polda NTT, kata Beka, justru yang berubah lebih maju dengan tidak melakukan tindakan represif dalam penanganan konflik warga.
Sedangkan Kanwil ATR/BPN serta Dinas Kehutanan Provinsi NTT belum memberitahukan ke Komnas HAM tentang tindak lanjut dari hasil rekomendasi.
Rekomendasi Komnas HAM ke Pemprov NTT berisi 10 poin. Pada poin kedua menginstruksikan Pemprov segera melakukan pengukuran ulang. Terkait hal ini harus dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat adat Pubabu-Besipae baik yang terdampak maupun tua-tua adat. Selain itu pengukuran juga mestinya melibatkan KLHK dan BPN.
Komnas HAM juga meminta upaya mediasi melibatkan pihak gereja. Selain itu, Pemprov NTT juga perlu menjamin kebutuhan dasar bagi warga Besipae yang mengalami penggusuran. Kebutuhan dasar itu seperti menyediakan tempat tinggal sementara yang layak selama upaya penyelesaian konflik.
Baca juga: Pemprov NTT Dinilai Tidak Adil terhadap Masyarakat Besipae
Rekomendasi lain terkait ganti rugi atau pengembalian barang-barang warga yang diambil saat penggusuran. Pemenuhan rasa aman dengan mengedepankan dialog partisipatif, serta menghindari penggunaan pendekatan keamanan dalam penyelesaian konflik.
Pemerintah juga harus melakukan pemulihan psikologis pasca penggusuran. Kemudian menjamin terpenuhinya hak pendidikan dan kesehatan bagi warga.
Poin penting lainnya adalah memperhatikan kelanjutan kegiatan pertanian, perkebunan dan peternakan setelah penyelesaian konflik. Hal ini agar menghindari terjadi lagi penelantaran terhadap warga Pubabu-Besipae.
Kepada Polda NTT, Komnas HAM merekomendasikan penggunaan pendekatan persuasif dengan menjunjung HAM serta menghindari tindakan represif. Polda NTT juga diminta menggunakan restoratif justice dalam penyelesaian persilisihan atau pidana ringan.
Rekomendasi kepada Kepala BPN Wilayah NTT untuk memberikan opsi penanganan dan penyelesaian konflik lahan di Besipae. Opsi ini mengedepankan dialog partisipatif berdasarkan nilai-nilai hak asasi manusia dan nilai kearifan lokal.
BPN NTT juga perlu mempersiapkan hal-hal teknis dan administrasi dalam pengukuran ulang dan pendataan serta penentuan batas-batas wilayah pada sertifikat hak pakai nomor 0001 tahun 2013. Ini sebagai tindak lanjut penyelesaian konflik.
Bagi Kepala Dinas Kehutanan NTT untuk melakukan tinjauan aspek kehutanan pada wilayah Pubabu-Besipae yang sedang berkonflik. Serta meminta penjelasan terkait status wilayah yang sedang berkonflik.
Sedangkan bagi warga Pubabu-Besipae, Komnas HAM merekomendasikan agar tinggal sementara pada rumah-rumah yang dibangun oleh Pemprov NTT. Warga juga diminta menjaga kondusifitas dan mengedepankan dialog.
Baca juga : Warga Besipae Kehujanan dan Tidur di Bawah Pohon
Dalam memperjuangkan hak-haknya, warga Pubabu-Besipae mengedepankan upaya-upaya yang sesuai aturan dan perundang-undangan.
Rekomendasi Komnas HAM inilah oleh warga dinilai belum dilakukan Pemprov NTT. Sehingga ketika Pemprov melaksanakan paket pekerjaan di kawasan Besipae, memicu penolakan dari warga Besipae.
Pemprov NTT merespon penolakan warga dengan menggusur rumah-rumah yang sudah dibangun pada 2020. Penggusuran juga menyasar rumah lain yang dibangun sendiri oleh masyarakat.
“Kita melakukan penertiban itu karena mereka (para okupan,red ) menghalangi program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah,” ujar Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT, Alex Lumba.*****
Baca juga : Besipae Kembali Memanas, Pemprov NTT Gusur Rumah Warga