Kupang – Kepala Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, Dinas Koperasi, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, NTT, Ady Mandala mengatakan, keberpihakan ABPD untuk UMKM masih perlu ditingkatkan.
Dengan jumlah APBD yang sekarang ini membuat para pelaku UMKM bergerak lamban pengembangannya.
“Anggaran untuk UMKM dari APBD memang minim tapi ada dukungan dari dana DAK nonfisik dan Kemenkop UKM RI melalui dana dekonsentrasi serta kegiatan pelatihan dari Kementerian dan stakeholders,” kata Ady, kepada KatongNTT di ruang kerjanya, Senin (5/12/2022).
Ady menjelaskan, total UMKM di NTT sebanyak 98.270, per 2021. Bergerak di sembilan sektor usaha yang tersebar di 22 Kabupaten /Kota di NTT. Pada umumnya UMKM di NTT punya lima masalah mendasar.
1. Modal
Ini menjadi masalah yang paling pertama muncul.
Satu pelaku UMKM Jublina Kule, kepada KatongNTT mengatakan, modal memang menjadi salah satu masalah UMKM, termasuk dirinya.
Pendapatan yang minim, membuat dirinya pun tak punya modal cukup untuk terus mengembangkan usaha anyamannya yang berasal dari serat lontar itu.
“Butuh modal. Dapat untung sedikit saja kita mau buat (anyaman) lagi tidak ada uang. Lagian orang bawa saya punya barang belum bayar sampai sekarang,” keluh perempuan 67 tahun itu.
Baca Juga: Julia Manfaatkan Daun & Serat Pohon Lontar Membuat Anyaman Unik
2. Pemasaran.
Masyarakat cenderung banyak memproduksi namun minim pasar. Ady mengaku sudah sering membuat pelatihan dengan beberapa Market Place dan sudah berjalan.
“Sekarang yang belum tembus itu Alfamart. Mereka jangan hanya jual teh dari Jawa sana saja. Teh Kelor bagaimana? Kopi juga, Kopi Flores, Kopi Malaka, Kopi Timor bagaimana?,” ujar Ady.

3. Ketersediaan Alat Produksi.
Beberapa UMKM kendalanya ialah ketiadaan alat produksi yang memadai.
Seperti Thonny Teelshow. Pemilik UMKM Teels Juice ini mengaku peralatan menjadi salah satu kendalanya kini dalam memproduksi olahan minuman herbalnya.
“Mungkin persoalan paling utama itu peralatan. Untuk penggilingan bahan baku. Karena sekarang saya masih harus melewati dua tahap penggilingan,” kata Toni di rumah produksi Teels Juice Sabtu, 3/12/2022.
4. Kurangnya Hubungan bisnis antara usaha bisnis besar dengan yang kecil.
“Jangan usaha bisnis yang besar semakin besar, tapi UMKM makin melarat,” tegas Ady.
Ia mencontohkan maraknya Alfamart dan Indomaret yang makin banyak dibangun di NTT. Namun tak ada tempat yang diberi untuk UMKM NTT.
“Kalau bangun di sini, harus siapkan satu ruang untuk produk lokal. Hubungan bisnis harus terbangun. Teorinya, mobil yang kecil hanya bisa ditarik oleh mobil yang besar,” kata Adi.
Lebih lanjut, kata Ady, pihaknya sudah bertemu bahkan telah mendatangkan pihak Alfamart sebagai pembicara dalam beberapa pelatihan UMKM. Namun hingga kini, janji mereka untuk menjajakan produk lokal di Alfamart tak kunjung terealisasi.
Baca Juga: Ganasnya Ekspansi Bisnis Retail di NTT
5. Pembinaan, pengembangan, dan pelatihan-pelatihan untuk mengadvokasi UMKM.
“Kita di dinas ini punya PLUT (Pusat Layanan Usaha Terpadu). Di sana kita punya konsultan pendamping pelaku UMKM,” tutur Ady.
PLUT itu sendiri punya tiga tugas utama. Memfasilitasi perizinan untuk para pelaku usaha. Lalu menjadi narasumber di berbagai pelatihan. Terakhir melakukan pendampingan terukur kepada para pelaku UMKM.
Sehingga para UMKM bisa mengkonsultasikan permasalahannya ke PLUT untuk mengembangkan usahanya.
Lokasi kantor dinas PLUT sendiri berada di Oebobo, Kupang, NTT. *****