Oleh : Benny Susetyo, Rohaniwan, Budayawan dan Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
Pertemuan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada Kamis, 25 Mei 2023 menyatakan pentingnya pemimpin yang bermoral. Pernyataan ini menjadi catatan bersama dalam membangun peradaban demokrasi.
Keutamaan-keutamaan pemimpin menjadi sangat penting dalam hal ini pemimpin harus memiliki etika kepantasan publik. Peradaban demokrasi hanya bisa dilakukan ketika para pemimpin memiliki etika kepantasan publik. Yaitu mereka yang mampu membedakan mana kepentingan publik dan kepentingan privat, dan mampu untuk memisahkannya.
Pemimpin yang bermoral tidak hanya sekadar jujur, mempunyai integritas dan melayani rakyat, melainkan juga memiliki pathos. Makna Patos adalah yang merasakan denyut derita masyarakatnya.
Baca juga: Dewan Pers Sosialisasi Pedoman Pemberitaan Cegah Politik Identitas di Pemilu 2024
Orientasi pemimpin bermoral adalah yang berpihak pada nilai-nilai keutamaan Pancasila. Pemimpin bermoral adalah yang memiliki pengetahuan takut Tuhan. Pengetahuan takut akan Tuhan itu adalah pemimpin yang memiliki martabat kemanusiaan.
Pemimpin yang mengutamakan Pancasila adalah rasa ketuhanan, rasa kemanusiaan, rasa kesatuan, rasa kerakyatan dan keadilan. Rasa itu muncul dalam pengambilan kebijakan. Pemimpin yang mengutamakan Pancasila itu mengedepankan kepentingan rakyat daripada kepentingan golongan, suku, etnis, atau kapital.
Pemimpin yang mengutamakan Pancasila itu bisa dilihat dalam rekam jejaknya. Apakah dia mengedepankan kepentingan rakyat? Apakah dia mendorong afirmasi kebijakan yang mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk masyarakat? Apakah dia saat memimpin membuat kebijakan afirmasi untuk membangun basis-basis kesehatan rakyat serta terlibat dalam mengatasi ketimpangan sosial?
Martabat kemanusiaan itu harus menjadi agenda dalam hal kinerja pemimpin dalam hal mengelola pemerintahan. Martabat kemanusiaan itu menjadi dasar kita untuk bersama-sama membangun kolaborasi dan menjaga keragaman budaya, etnis yang terdiri dari 714 suku.
Baca juga: KPPI Tegaskan 2024 Era Kepemimpinan Perempuan
Kita juga terdiri dari beberapa macam agama dan juga keyakinan agama-agama lokal yang harusnya diunggulkan di dalam kita mengolah keragaman.
Pemimpin yang bermoral sudah barang tentu seorang yang beretika. Etika adalah sebuah keutamaan yang lahir dari kesadaran karena dilakukan secara sadar, tahu dan mau untuk memperhatikan rakyatnya. Etika adalah sebuah perintah yang harus dijalankan demi menjaga martabat pejabat publik agar menjadi contoh serta role model kepada publik.
Persoalannya sekarang ini adalah rendahnya etika politik. Menurut Ricoeur, etika politik tidak hanya menyangkut perilaku individual, tapi juga terkait tindakan kolektif. Ketika suatu keputusan butuh persetujuan dari sebanyak mungkin warga negara, legitimasi kolektif publik dapat dimanfaatkan dalam menerapkan politik yang beretika.
Pemimpin yang memiliki keutamaan-keutamaan publik dan etika amat diperlukan guna persatuan dan kemajuan bangsa. Pemimpin yang memiliki jiwa pesatuan adalah pemimpin yang mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Maka dia memiliki yang disebut dimensi etis, yaitu pemimpin yang merangkul semua golongan. Ketika terjadi perbedaan pandangan politik harus diselesaikan dengan mencari titik temu secara mufakat agar terciptanya suatu peradaban, yaitu keadilan.
Masyarakat perlu cermat dalam memilih pemimpin yang memiliki keutamaan-keutamaam publik yang melayani rakyat. Selain itu, dia mempunyai visi kebangsaan dan serta jiwa kepemimpinan yang bermoral. Saatnyalalah keutamaan-keutamaan publik itu menjadi orientasi pemimpin yang melayani bukan dilayani. Mari kita bersama-sama menemukan kembali pemimpin yang bermoral.*****