Rumah panggung itu menghadap tepat ke laut. Dewa bersama dua sahabatnya baru saja selesai mengikat pemberat jaring. Mereka adalah nelayan yang tinggal di pesisir Oesapa, Kota Kupang, NTT.
Rabu (19/1/2022)siang awan hitam menutupi langit Kota Kupang. Sambil menghisap rokok, Dewa, Ketua Komunitas Nelayan Angsa Laut Oesapa memberikan informasi kepada seorang nelayan terkait cuaca hari itu.
Pria yang bernama lengkap Muhamad Mansur Doken itu berujar kalau dirinya baru saja menerima informasi terkait perkiraan cuaca untuk beberapa hari ke depan.
“Sebentar turun (melaut), cuaca bagus,” kata Dewa kepada nelayan lain yang lebih muda.
“Saya baru dapat informasi,” tutur Dewa melanjutkan.
Dewa kemudian mengambil telepon selulernya. Ibu jari kanannya menari-nari menekan tuts telepon seluler. Dia mencari informasi yang diberikan oleh BMKG terkait perkiraan kondisi laut hari itu.
“Ini hari sampai tanggal 22 cerah. Jadi bisa melaut,” kata Dewa.
Komunitas Nelayan Angsa Laut Oesapa bermitra dengan BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Tenau Kupang sejak 2019. Saat itu, anggota dari Komunitas yang terbentuk tiga tahun lalu mengikuti Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN).
SLCN merupakan program dari BMKG untuk memberikan edukasi kepada para nelayan agar mampu membaca informasi, seperti prakiraan cuaca, prakiraan tinggi gelombang. SLCN juga memberikan pemahaman bagi nelayan agar tanggap saat mendapatkan informasi peringatan dini jika ada cuaca ekstrim.
Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Tenau Kupang, Syaeful Hadi mengatakan program edukasi itu sudah dilaksanakan selama tiga tahun terakhir. Dua kali dilaksanakan di Kota Kupng dan pada tahun lalu, SLCN di Kabupaten Lembata.
“Alumni-alumni SLCN kami buatkan grup WA untuk dapat selalu menerima informasi dari BMKG. Salah satunya adalah kelompok nelayan di Oesapa,” tulis Syaeful dalam pesan WhatsAppnya kepada KatongNTT, Rabu kemarin.
Dewa sangat berterima kasih kepada BMKG. Berkat mengikuti SLCN, mereka kini mampu membaca cuaca di laut, termasuk tinggi gelombang. Kini mereka mampu memproteksi diri saat melaut. Resiko kecelakaan di laut pun bisa diminimalisir.
“Dulu (sebelum mengikuti SLCN), istri-istri tidur tidak nyenyak di rumah. Mereka memikirkan keselamatan suami mereka yang sedang melaut. Sekarang istri-istri sudah tidur nyenyak karena nelayan sudah bisa memproteksi diri dengan informasi dari BMKG,” ujar Dewa dengan tersenyum lebar.
Nyawa memang menjadi taruhan seorang nelayan saat bekerja. Bila tidak mampu membaca cuaca, resiko sangat besar dihadapi.
Dewa yang sudah 22 tahun menjadi nelayan, mengakui menfaat penggunaan teknologi pemantauan cuaca. Ia mengakui keakuratan informasi yang dikeluarkan oleh BMKG. Banyak manfaat yang diperoleh setelah mengikuti program tersebut.
Manfaat lain yang dirasakan oleh Dewa yakni terkait potensi ikan di laut Lokasi itu, kata Dewa disertai dengan koordinatnya. Dan itu sangat memudahkan mereka untuk mencapai lokasi.
“Informasi BMKG selalu akurat,” kata Dewa meyakinkan.
Informasi dari BMKG ditunjukkan kepada KatongNTT. Dewa mulai membaca informasi itu, menjelaskan arti setiap warna yang tertera dalam tabel.
“Laut Sawu cerah. Nah kita di sini Laut Sawu,” katanya sambil menunjukkan tangan ke arah laut.
Dia lalu membaca tinggi gelombang, arah angin dan potensi curah hujan. Pada hisapan rokoknya yang terakhir, Dewa berkata “Nelayan ini sebenarnya pintar karena banyak mengkonsumsi protein.”
Persoalannya menurut Dewa, akses nelayan terhadap pengetahuan baru masih sangat minim.
“Ibarat bunga, biar dikasih pupuk tapi tidak disiram dengan air, bunga tidak akan tumbuh subur. Makanya kami minta LSM atau Pemerintah yang peduli dengan nelayan, bila ada pengetahuan baru bagikan pengetahuan itu kepada kami. Sehingga mereka juga bisa menemukan solusi terkait masalah-masalah yang mereka hadapi,” tandasnya.