Kupang – Sensus populasi anjing di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bakal dilakukan. Rencana ini muncul setelah pemerintah pusat turun langsung dalam upaya penanganan rabies di NTT.
Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT, Yohana Lisapaly, mengatakan regulasi terkait pendataan ini tengah disusun.
“Tapi ke depan ini, dengan penanganan ini sekaligus kita sinergikan. Kita melakukan pendataan, sensus, nanti diregulasi itu juga begitu,” jawabnya saat diwawancarai di Harper Kupang Senin 27 November 2023.
Baca juga : Anjing Bebas Berkeliaran, Biaya Tangani Rabies di NTT Membengkak
Regulasi terkait hal tersebut pun akan mencakup teknisnya maupun pendanaan dalam penanganan rabies di NTT.
“Itu ke depannya. Kami sementara merancang dan melaksanakan pendanaannya,” tambah dia.
Peraturan daerah (Perda) dimaksud juga berkaitan dengan kewajiban vaksinasi maupun berbagai larangan tegas lainnya.
“Karena kalau kita mau mengekang masyarakat itu bentuknya harus perda tidak bisa pergub,” lanjutnya.
Baca juga : Menko PMK Soal Darurat Rabies di NTT: 1.823 Kasus, 11 Meninggal Dunia
Selama ini jumlah populasi anjing di NTT pun masih belum diketahui secara pasti dan hanya berdasarkan estimasi.
Ia menyebut ada hasil penelitian yang digunakan dalam estimasi itu. Penelitian itu menyebut setiap 4 orang di NTT terdapat 1 ekor anjing. Perhitungan itu yang dipakai maka populasi manusia dibagi 4 sehingga mendapatkan populasi anjing.
Target kekebalan populasi melalui vaksinasi sendiri harusnya 70 persen dari total populasi anjing di suatu wilayah yang terpapar.
Baca juga : Warga TTS Tak Peduli Imbauan Cegah Penularan Rabies
Menurutnya estimasi populasi anjing di TTS sekitar 60 sampai 70 ribu ekor anjing. Jumlah di TTU pun tidak jauh berbeda dengan itu. Sementara keseluruhan populasi di NTT bisa mencapai 500 sampai 600 ribu ekor.
“Untuk itu pemerintah pusat ambil alih ini sebagai bencana karena biayanya besar karena kalau tidak begitu uang tidak keluar,” tambahnya.
Saat ini penanganan rabies di bawah satgas yang dipimpin Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) menggunakan Dana Siap Pakai (DSP).
Baca juga : Rabies Kembali Guncang TTS, Sudah 9 Orang Meninggal
Setelah ditangani oleh pemerintah pusat, kata Yohana, maka biaya operasional bisa ditekan dan juga karena melibatkan TNI – Polri.
Selanjutnya Pemda NTT akan mengkoordinasikan mengenai data tersebut untuk bisa diambil sikap oleh BNPB.
“Pasti mereka lakukan langkah-langkah, yang penting di daerah tetap menyiapkan data berkaitan data progres yang sudah divaksin, berapa yang belum, itu kan tanggung jawab kita sampaikan informasi,” tambahnya lagi.
Baca juga : Pemda TTS Tak Punya Anggaran Atasi Penularan Rabies
Ia menyebut Pulau Timor menjadi zona karantina setelah TTS dan TTU terpapar rabies dengan total 11 korban jiwa. Sementara saat ini pulau yang masih bebas dari kasus rabies adalah Sumba, Rote, Sabu, Alor.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengumumkan keterlibatan langsung pemerintah pusat dalam penanganan rabies di NTT.
Muhadjir menyampaikan langkah selanjutnya akan didata anjing yang berpotensi membawa penyakit rabies.
Baca juga : Jejak Rabies Selama 4 Bulan Meneror TTS
“Saya juga minta ada pendataan penduduk anjing di NTT sehingga bisa kita pastikan ketika vaksinasi 70 persen anjing bisa tervaksin,” kata dia.
Vaksinasi cara baru juga dilakukan melalui oral dicampurkan pada makanan anjing sehingga lebih mudah diaplikasikan.
“Dengan demikian diharapkan penanganan rabies yang sudah endemi ini bisa teratasi,” ungkapnya. ***