Kupang – Singkong atau Ubi Kayu jadi satu komoditi bahan pangan alternatif penghasil karbohidrat yang juga punya potensi besar untuk diekspor.
Indonesia jadi negara produsen singkong terbesar kelima di dunia berdasar pada data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Dengan sentra pertanian singkong tersebar di 12 provinsi. NTT jadi salah satu daerah penghasil singkong di Indonesia.
Singkong dapat tumbuh sepanjang tahun pada kondisi dengan ketersediaan nutrisi tanah yang rendah. Pun tahan akan kekeringan.
Kondisi iklim kering dan musim panas mencapai 8-9 bulan tiap tahunnya di NTT. Serta terdapat 821.260 hektar lahan kering yang belum diusahakan (Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT). Maka NTT punya peluang besar untuk memproduksi singkong secara masif.
Baca Juga: Waspada Kekeringan, Perlu Optimalkan Palawija, Sorgum dan Singkong
Kenyataannya, dalam 10 tahun terakhir berdasar pada BPS, kecenderungan produksi ubi kayu di NTT mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 2.72% per tahun. Juga luas panen pun menurun 8.37% per tahunnya.
Erwin Ismu, peneliti Singkong Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang menyebut ada tiga hambatan yang dialami petani singkong di NTT. Ia melihatnya dari dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial.
“Hasil ordinasi menunjukkan keberlanjutan dimensi ekologi pertanian ubi kayu di NTT berada pada bad sustainabillity (keberlanjutan buruk),” katanya dalam Webinar bertajuk Singkong, El Nino, dan Antisipasi Rawan Pangan NTT, pada Selasa 4 Juli 2023.
Lebih lanjut ia menjelaskan, hal itu terjadi karena dipengaruhi oleh kurangnya upaya memelihara kesuburan tanah. Juga nilai indeks kekeringan yang tinggi, dan rendahnya upaya konservasi tanah dan air di NTT.
Kemudian rendahnya akses modal petani singkong dan ketiadaan industri pengolahan singkong menjadi satu pemicu kurang berkembangnya produksi ubi kayu di NTT.
“Pengembangan industri ini yang tidak bertahan. Kalau industri, ya industri pakan. Karena ubi di NTT biasa untuk pakan,” kata Erwin.
Baca Juga: Four NTT Migrant Workers Died in Malaysia, Suffered from Chronic Illness
Heri Soba, Sekjen Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) menambahkan gaya hidup dan daya saing harga di pasaran jadi tantangan untuk menjawab peluang bisnis yang ada.
Singkong masih dianggap sebagai pangan bermutu rendah, dengan harga bahan baku yang kompetitif membuat singkong masih jadi pilihan kedua masyarakat untuk mengonsumsinya.
Untuk itu, perlu adanya edukasi dan kampanye pada masyarakat untuk mengonsumsi pangan lokal yang ada. Sejak 2009, bahkan sudah ada kampanye satu hari tanpa nasi, atau One Day No Rice, namun selera masyarakat tetap tak bisa dipaksakan.
Secara teknis, Erwin menyampaikan pemerintah daerah NTT selaku pemegang kekuasaan harus berkolaborasi secara aktif dengan lembaga riset dan asosiasi petani di NTT. Kolaborasi ini diharapkan terciptanya kebijakan yang tepat sasaran.
Menghadapi perubahan iklim yang ekstrim seperti el nino, sebut Erwin maka diperlukan bibit yang tahan cekaman air dan produktivitas tinggi.
Lalu pembuatan embung air maupun pemanenan air hujan saat musim penghujan tiba untuk menjaga ketersediaan air di NTT. *****