Kupang – Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, Nusa Tenggara Timur (NTT), jadi provinsi dengan penindakan kasus korupsi terbanyak ketiga di Indonesia.
“Nomor satu itu Jawa Timur, nomer dua Jawa Barat, nomor tiga dengan berat hati kita sampaikan, NTT,” ujar Almas Sjafrina, dari Divisi Pelayanan Publik dan Informasi Birokrasi, ICW. Dalam Media Briefing Keterbukaan Informasi Publik, Jumat 15/12/2023.
Terhitung ada 30 kasus yang disidik terkait kasus korupsi di NTT sepanjang 2022.
Baca Juga: Riset Anti Korupsi BUMD NTT Dapati Fakta Buruk
17 kasus di antaranya atau lebih dari 56% berkaitan dengan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ).
Dengan 30 kasus korupsi yang terjadi di NTT ini, negara mengalami kerugian mencapai lebih dari 22,79 miliyar.

“Jika dibandingkan dengan korupsi e-ktp atau BLBI, dan lain-lain, ini lebih kecil. Tapi kalau kita bicara soal pelayan publik yang belum prima di berbagai provinsi, tentu kita tidak bisa mengecilkan tiap rupiah yang dikorupsi oleh para koruptor,” ujar Almas.
Almas menyatakan, anggaran negara cukup besar untuk menjawab kebutuhan pelayan publik di berbagai sektor.
Sayangnya, kemudian terjadi korupsi. Ini kemudian mengurangi manfaat yang seharusnya diterima oleh masyarakat.
Baca Juga: NTT Yang Miskin Selama 8 Gubernur Berganti
Untuk mencegah korupsi di PBJ lanjut Almas, tidak cukup dengan penindakan yang dilakukan Aparat Penegak Hukum (APH).
“Kalau kita hanya bertumpu pada penindakan, mau berapa banyak bupati, gubernur, atau ASN, rekanan pemerintah, yang kemudian ditetapkan jadi tersangka dan masuk penjara?” ujarnya.

Sehingga keterbukaan informasi menjadi penting agar masyarakat dapat mengawal berbagai PBJ di suatu daerah.
Baca juga: Alasan Investasi dan Daya Beli, UMP NTT 2024 Naik Rp 62 Ribu
Layanan Pengadaan Secara elektronik (LPSE) sebagai media penyaluran informasi akan proyek negara yang dibuat pun informasi yang diberikan hanya seputar informasi umum.
“Misalnya pembangunan rehabilitasi sekolah. Nilai kontrak 20M. Lokasi sekolah. Tapi tidak dijelaskan berapa ruang kelas yang direhab. Seperti apa rehabnya, apakah satu lantai atau dua lantai. Sehigga ketika sekolahnya sudah jadi, publik bisa mengecek, apakah sesuai dengan kontrak kerja atau tidak,”
Untuk itu jelas Almas, ICW mendorong transparansi PBJ yang lebih dalam lagi. Seperti kontrak dan lain-lain.
Baca Juga: KPK Ingatkan Banyak Indikasi Korupsi di NTT
Dari tiap Lembaga pun wajib transparan dalam memberi informasi seperti yang telah diamanatkan dalam Peraturan Komisi Informasi (PerKI) No.1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP).
PerKI SLIP ini menegaskan informasi PBJ termasuk dalam informasi publik dan wajib diumumkan secara berkala setidaknya enam bulan sekali oleh lembaga atau badan publik.
Informasi ini dapat disampaikan kepada publiK secara digital sehingga mudah diakses tanpa harus masyarakat mendatangi lembaga terkait dan membawa surat. Serta harus menunggu waktu yang lama untuk mendapat informasi yang ia mau.
Baca Juga: Mantan Napi Korupsi Nyaleg DPRD Kota Kupang
Lebih lanjut Almas mengatakan, walau NTT tercatat sebagai daerah dengan penindakan korupsi tertinggi ketiga di Indonesia, tak berarti tiga daerah di posisi teratas ini menjadi daerah terkorup di Indonesia.
Bisa jadi ini karena masyarak sipilnya yang aktif melaporkan kasus korupsi. Atau aparat penegak hukum yang lebih progresif melakukan penindakan kasus korupsi.
“Daerah yang penindakan kasus korupsinya kecil, belum tentu tidak ada korupsinya. Bisa jadi masyarakat sipilnya atau aparat hukumnya yang belum baik dalam bekerja,” katanya.
Ia menyatakan, publik justru harus semakin berani untuk melaporkan jika memang menemukan ada dugaan kasus korupsi di daerahnya. *****