Kupang – Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam beberapa tahun belakangan mengalami peningkatan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Naiknya peristiwa ini tidak sebanding dengan ketersediaan ahli psikolog dalam pendampingan terhadap korban terutama anak-anak.
Iien Adriany selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi NTT menyatakan ini, Rabu 10 Mei 2023.
Baca juga: Miris! Pencabulan Anak Terjadi Lagi Dalam Lingkup Gereja
Kebutuhan ahli psikolog memang diperlukan dalam proses trauma healing kepada para korban kekerasan seksual terutama anak-anak.
Namun NTT masih kekurangan tenaga psikolog seperti di Alor maupun di seluruh daratan Pulau Sumba.
“Iya, sangat (kekurangan) karena NTT ini luas, 22 kabupaten kota, seperti daratan Sumba saja baru ada satu psikolog. Memang SDM kita masih kekurangan,” ungkapnya.
Baca juga : Pengajar Sekolah Minggu Cabuli 3 Anak di Area Gereja
Untuk mengantisipasi itu pihaknya selalu meminta keterlibatan langsung dari Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
“Ya karena sebagian besar wilayah NTT memang belum memiliki tenaga ahli,” sebutnya lagi.
Selain dengan kementerian, pihaknya juga meminta bantuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga ahli kepada perkumpulan psikolog yang ada di NTT.
Baca juga : LPA NTT Minta Sanksi Kebiri Kimia untuk Pelaku Kekerasan Seksual 7 Anak SD di Ende
“Karena sarjana psikologi saja belum tentu bisa menangani pasien karena belum boleh tapi perlu yang psikolog atau profesi psikolog,” sebutnya.
Ada kasus di Alor yang baru-baru terjadi dan ini pun tidak memiliki ahli psikologisnya sehingga didatangkan langsung dari kementerian.
“Setiap hari ada kasus yang bisa terjadi. Semua ada, cuman ada yang viral dan tidak viral kan,” sambung dia.
Baca juga Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Sekolah Naik 3 Tahun Terakhir
Iien menyatakan kasus asusila yang terjadi di Ende dan Kota Kupang sampai menjadi sorotan sebelumnya pun sudah ditangani oleh psikolog.
Kasus di Ende ini sendiri adalah seorang guru agama di satu SD yang diketahui mencabuli 7 siswanya. Begitu pun di Kota Kupang seorang pengajar sekolah minggu diketahui mencabuli 3 anak didiknya.
“Itu sudah ditangani. Sudah ditangani polisi hingga dengan pelayanan psikologis,” ungkap Iien.
Ia memastikan pendampingan langsung sudah didapat oleh korban dan pihaknya juga selalu menindaklanjuti ini dengan pertemuan bersama forum anak.
Baca juga : LBH APIK NTT Usul Rumah Ibadah dan Sekolah Ramah Anak
“Terkena kasus ini pasti mendapat trauma psikologis. Itu pasti. Jadi sudah ditangani oleh ahlinya yaitu psikiater, psikolog, karena itu sesuai ilmunya dan sudah ditangani,” tambah dia.
Pihaknya sendiri berharap kampanye yang selalu dilakukan dapat berpengaruh dalam menekan terjadinya kasus seperti ini lagi.
“Maka setiap hari harus ada kampanye anti kekerasan dan untuk anak-anak pun harus tau soal pelecehan atau kekerasan,” ungkap dia.
Kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Provinsi NTT sendiri terus mengalami peningkatan selama 5 tahun terakhir berdasarkan jumlah laporan yang ada.
Baca juga : Kisah Haru Remaja Asal Ende Rayakan Idul Fitri di LP Khusus Anak Kupang
Peningkatan ini tercatat dalam data SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) per 11 April 2023.
Pada 2018 kasus kekerasan seksual di NTT sebanyak 149 kasus. 2019 lalu terjadi 166 kasus dan pada 2020 terdapat 216 kasus. Kasus ini meningkat di 2021 yaitu 309 kasus.
Sementara di 2022 kekerasan seksual yang terjadi di NTT sebesar 429 kasus. Untuk di tahun 2023 sendiri hingga dengan 17 April 2023 tercatat sebanyak 63 kasus.
Baca juga : Ini Tantangan Mewujudkan Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak di Kupang
Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Timor Tengah Utara (TTU) tercatat sebagai kabupaten dengan laporan tertinggi.
Pada 2018 Kabupaten TTU terdapat 34 kasus. Sementara Kabupaten TTS memiliki kasus tertinggi dari 2019 sampai dengan 2022.
Pada 2019 kasus kekerasan seksual di TTS yaitu 47 kasus, 2020 dengan 52 kasus, 2021 dengan 69 kasus dan 2022 dengan 96 kasus. Untuk 2023 ini yaitu per 17 April tercatat sudah ada 19 kasus di TTS. *****