Kupang – Tahapan pemungutan suara sudah selesai 14 Februari kemarin setelah melalui sejumlah masalah. Kini beberapa persoalan masih membuntuti.
Pemilu 2024 di Nusa Tenggara Timur (NTT) disoroti masalah distribusi logistiknya yang harus menempuh medan berbahaya di beberapa daerah akibat tak adanya akses jalan dan jembatan yang tahan bencana.
Penyaluran logistik pemilu ke Desa Saukibe dan Timau, Kabupaten Kupang, misalnya, terpaksa harus melalui Sungai Bonpo. Petugas beramai-ramai memikul logistik dan memotong arus sungai karena tak ada akses lain lagi. Kejadian ini berlangsung sehari sebelum pemungutan suara.
Baca juga : Pemilu 2024, Politik Uang: Harga Suara Lebih Murah dari Bibit Babi (2)
Sebelumnya pun truk pembawa logistik ke Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kabupaten Kupang, yang melintas di Sungai Kapsali kandas di tengah arus sungai. Peristiwa itu terjadi 11 Februari.
Warga dan petugas akhirnya berupaya menarik keluar truk tersebut kurang lebih sejam sebelum dibantu truk warga yang datang mendereknya.
Truk distribusi logistik pemilu ini terpaksa menerobos sungai karena Jembatan Kapsali putus akibat sungai yang meluap saat cuaca buruk 4 Februari lalu.
Kejadian yang sama juga dialami oleh petugas TPS 3, Desa Sarabau, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu. Mereka melewati sungai yang tengah banjir sambil memikul kotak suara. Setiap saat mereka bisa saja dibawa arus sungai.
Sementara di Sikka penyaluran logistik pemilu ke Desa Waipaar Kecamatan Talibura tidak bisa dilalui kendaraan roda empat. Jalan bebatuan yang curam menyulitkan kendaraan distribusi melintasinya apalagi setelah hujan.
Baca juga : Buruknya Media Para Politisi di Pemilu 2024
Akhirnya petugas terpaksa memikul logistik pemilu secara bergantian sejauh 8 kilometer menuju TPS. Hal ini dilakukan karena akses lainnya pun terendam banjir.
Sedangkan di Kabupaten Malaka terjadi mati listrik saat perhitungan suara. Listrik padam ini akibat pohon tumbang yang menimpa gardu listrik.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTT, Jemris Fointuna, menyebut beberapa TPS yang terdampak mati listrik ini langsung menggunakan genset.
“Ketika kejadian itu logistik diamankan. Setelah ada penerangan baru perhitungan bisa berlanjut,” kata dia.
Baca juga : Jembatan Putus, Truk Logistik Pemilu ke Amfoang Terobos Sungai
Kota Kupang, Sumba Timur, Rote Ndao juga terdampak cuaca buruk saat perhitungan suara selama kurang lebih 30 menit.
Beberapa wilayah pun terjadi kekurangan surat suara atau ada yang tertukar termasuk surat suara DPRD Kota Kupang.
Wilayah seperti Alor yang kekurangan surat suara pun juga diatasi dengan mengambil surat suara dari TPS lainnya.
Sementara TPS 14 di Kelurahan Naimata, Kota Kupang, terjadi kebanjiran akibat hujan deras pada malam hari.
Baca juga : 81 Juta Pohon Tumbang Buat Surat Suara Pemilu
Warga pun kerap mengeluhkan jalannya proses pemungutan suara. Misalnya di salah satu TPS di Kecamatan Lewoleba Tengah. Warga menyebut waktu pencoblosan sempat molor dan ada petugas mengizinkan beberapa pemilih menggunakan hak suara tanpa menunjukkan e-KTP. Selang 30-an orang barulah petugas meminta pemilih menunjukkan KTP.
Pasca pemungutan suara pun beberapa petugas pemilu dilaporkan ada yang pingsan dan harus dirawat di rumah sakit.
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang pingsan ini salah satunya di Kabupaten Sabu Raijua. Ia bertugas di TPS 04 Desa Bolua, Pulau Raijua.
Baca juga : Usulan Provinsi Sumba – Sabu Akan Dibawa ke Presiden
Sementara di Kota Kupang dilaporkan seorang petugas KPPS di TPS 26, Kelurahan Alak, harus dirawat intensif. Petugas KPPS ini adalah seorang wanita. Ia dirawat di Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL)
Kemudian KPPS di TPS 15, Kelurahan Kelapa Lima juga dilaporkan masuk ke RS Mamami untuk mendapatkan perawatan. Petugas KPPS ini pun seorang wanita.
Tidak saja petugas KPPS, seorang linmas di TPS 15, Kelurahan Alak, juga dilarikan ke RSAL untuk mendapat perawatan medis.
Namun Ketua KPU Kota Kupang, Ismael Manoe, belum merespon terkait kondisi ini saat coba dihubungi. ***