• Redaksi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
Sabtu, Desember 2, 2023
  • Login
Katong NTT
  • Ekonomi dan Agribisnis
    • Agribisnis
  • Perempuan dan Anak
  • Pekerja Migran
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Inspirator
  • Sorotan
  • Pemilu 2024
  • Opini
  • Kolaborasi
    • Dekranasda Provinsi NTT
    • Kabar dari Badan Penghubung NTT
    • Cerita Puan
No Result
View All Result
  • Ekonomi dan Agribisnis
    • Agribisnis
  • Perempuan dan Anak
  • Pekerja Migran
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Inspirator
  • Sorotan
  • Pemilu 2024
  • Opini
  • Kolaborasi
    • Dekranasda Provinsi NTT
    • Kabar dari Badan Penghubung NTT
    • Cerita Puan
No Result
View All Result
Katong NTT
No Result
View All Result
Home Sorotan

Peneliti Sebut Gereja Berutang atas Kepunahan Tradisi Lunat “Tato”

KatongNTT by KatongNTT
1 tahun ago
in Sorotan
Reading Time: 3 mins read
A A
0
Fransisco de Christo Anugerah Jacob, peneliti tradisi Lunat atau Tato di etnis Dawan di Pulau Timor, Provinsi NTT. (Ruth-KatongNTT)

Fransisco de Christo Anugerah Jacob, peneliti tradisi Lunat atau Tato di etnis Dawan di Pulau Timor, Provinsi NTT. (Ruth-KatongNTT)

0
SHARES
191
VIEWS

Kupang – Fransisco de Christo Anugerah Jacob merupakan peneliti lunat atau tato suku Dawan, Timor Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berawal dari kenyataan yang ditemuinya saat membaca orang Timor yang bertato, pria yang biasa disapa Chico itu mulai resah akan realitas yang berbanding terbalik dengan catatan sejarah yang dia temui.

“Beta menemukan sebuah buku terjemahan, itu surat-surat pendeta Belanda hampir 100 tahun yang lalu, dan di itu surat dibilang kalau rata-rata orang Timor punya lunat. Tato di badannya. Beta agak terganggu dengan pernyataan itu. Sekarang kan sonde (tidak) ada” kata pria lulusan Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Jakarta tersebut.

BacaJuga

Kerugian Akibat Rabies dan Virus ASF Mendekati Realisasi PAD NTT 2022

Kasus Kematian Naik Drastis, 11 Daerah di NTT Terpapar Rabies

30 November 2023
NTT Bakal Gelar Sensus Anjing Atasi Rabies

NTT Bakal Gelar Sensus Anjing Atasi Rabies

28 November 2023

“Lalu beta coba cari lagi, dokumen-dokumen lain, yang seumuran dengan itu. Jadi ada dokumen-dokumen dari tahun 1907, 1923, 1910, belasan begitu. Semuanya sebut bahwa hampir semua orang Timor punya (lunat). Laki-laki perempuan punya di badan. Itu yang buat beta terganggu, dan berpikir, kenapa dia menghilang,” ujar Chico, kelahiran Kupang, 29 Desember 1994.

Semua dokumen 100 tahun lalu menyebut lunat ada dan dipraktekkan. Tapi, hanya tempo 100 tahun kenapa punah.

“Orang-orang Timor yang sekarang ketong (kita) lihat, kenapa sonde pake, atau sonde ada lunat lagi. Nah itulah yang buat beta meneliti lunat,” lanjutnya.

Dengan melakukan penelitian lapangan selama kurang lebih tiga bulan di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Chico mendapati terdapat empat faktor yang mempengaruhi punahnya lunat di masyarakat Dawan. Antaranya kristenisasi yang menyebabkan hilangnya makna religius lunat. Terputusnya transfer nilai (pengetahuan) kepada generasi penerus, stigma sebagai anggota PKI, dan larangan untuk bersekolah.

Salah satu faktor yang paling pertama disebut ialah masuknya agama Kristen di Timor. Chico menyebut, walau tidak semua misionaris, namun beberapa bahkan menanamkan doktrin jika kepercayaan tradisional adalah kafir dan hal yang jahat.

“Memang harus diakui, sejarah agama-agama di dunia ketika masuk ke sebuah wilayah, itu dia mengubah kebudayaan yang sudah ada di situ. Entah secara halus atau secara paksa. Hal yang sama juga terjadi dengan sejarah pekabaran Injil. Entah itu yang dibawah oleh misionaris-misionaris Katolik atau Protestan,” papar Chico.

 Ada tabrakan dua kebudayaan di situ dan sayangnya yang lokal kalah. Jadi dalam pertarungan tabrakan antara dua budaya ini, agama Kristen kemudian masuk dan meresap ke dalam akar kehidupan masyarakat dengan mengubah banyak sekali tradisi lokal.

“Tidak hanya mengubah, tetapi dia juga memberikan label buruk kepada budaya,” jelas alumni Universitas Kristen Artha Wacana Kupang tersebut.

“Jadi ketika dia (misionaris) datang, dia membawa kebudayaan, kebiasaan di Eropa, yang oleh dia dianggap kebudayaan yang baik karena itu kebudayaan yang sudah ‘diterangi’ oleh Injil. Misalnya katakanlah seperti itu. Jadi pemikiran itu ada. Makanya orang-orang misionaris kan kemudian bilang ini (lunat) sesat, ini kafir,” tutur Chico.

Untuk itu, sebagai seorang teolog, Chico menyatakan gereja memiliki andil yang besar atas hilangnya kebudayaan di Timor. Jadi ada banyak sekali budaya yang hilang itu karena pekerjaan misionaris-misionaris gereja di masa lampau. Gereja punya utang sejarah, budaya, dengan peradaban masa kini.

“Artinya orang sekarang tidak bisa menikmati kebudayaan itu, salah satunya karena itu (Kristenisasi),” ujar Chico.

Menurutnya, hal lain yang bisa membuat suatu kebudayaan hilang ialah pemahaman akan sesuatu yang berasal dari Barat adalah yang terbaik dibanding kebudayaan sendiri.

“Yang harus diingat adalah, misionaris-misionaris yang datang dari Eropa bekerja di Timor, itu juga datang dengan sebuah kebanggaan. Sebuah perasaan bahwa kebudayaan Eropa jauh lebih tinggi dari pada kebudayaan di Timor. Nah beta melihat ketong ini sangat gampang sekali untuk terkesima dengan budaya-budaya luar,” jelas Chico.

Pria yang saat ini menjadi calon vikaris di GMIT Syalom Tonaluis Kolhua itu menyarankan masyarakat NTT mempertahankan kebudayaannya. Bangga akan budaya yang menjadi identitas diri dan mempraktekkan rasa bangga itu. Chico misalnya mengenakan sarung tenun NTT dalam setiap aktivitasnya.

 “Di Belanda, di Indonesia, saya pakai ini (sarung tenun NTT). Supaya cepat rusak dan ada alasan untuk beli lagi. Karena kalau daya belinya rendah, lama-lama tenun ini hilang juga. Jadi kita harus bangga dengan ketong punya identitas.” Pungkas Chico. (Ruth)

Tags: #EtnisDawan#FransiscodeChristoAnugerahJacob#Gereja#tato#TradisiLunat
KatongNTT

KatongNTT

Media berita online berkantor di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Fokus pada isu-isu ekonomi, sosial, budaya, kesehatan, dan lingkungan.

Baca Juga

Kerugian Akibat Rabies dan Virus ASF Mendekati Realisasi PAD NTT 2022

Kasus Kematian Naik Drastis, 11 Daerah di NTT Terpapar Rabies

by Putra Bali Mula
30 November 2023
0

Kepala Dinas Kesehatan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT, Ruth D. Laiskodat, merinci pada 2021 terjadi 4 kasus kematian akibat rabies,...

NTT Bakal Gelar Sensus Anjing Atasi Rabies

NTT Bakal Gelar Sensus Anjing Atasi Rabies

by Putra Bali Mula
28 November 2023
0

Menurutnya estimasi populasi anjing di TTS sekitar 60 sampai 70 ribu ekor anjing. Jumlah di TTU pun tidak jauh berbeda...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

© 2023 Katongntt.com - Merawat Suara Hati

No Result
View All Result
  • Ekonomi dan Agribisnis
    • Agribisnis
  • Perempuan dan Anak
  • Pekerja Migran
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Inspirator
  • Sorotan
  • Pemilu 2024
  • Opini
  • Kolaborasi
    • Dekranasda Provinsi NTT
    • Kabar dari Badan Penghubung NTT
    • Cerita Puan

© 2023 Katongntt.com - Merawat Suara Hati

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
Sign In with Linked In
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In