Kupang – Sebuah sepeda motor Honda jenis SupraX berbelok ke arah kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Waktu hampir pukul 11 siang, panas matahari di Kota Kupang terasa menyengat.
Dua kotak berukuran besar mengapit tempat duduk bagian belakang motor. Tampak seperti para sales yang membawa barang menggunakan motor.
Kedua kotak terbuat dari bahan tripleks, yang diberi beberapa laci. Laci-laci itu berisi benang, jarum dan gunting.
Seorang pria paruh baya memarkirkan sepeda motornya di kantin DLHK. Kotak tersebut itu dibuat untuk menaruh mesin jahit dan peralatan lainnya.
Dua orang Ibu mengenakan atasan putih dan rok hitam menghampiri sang pria. Ditangan kedua wanita itu ada beberapa potong baju dalam kamtong.
Pria bernama Supandi (49) merupakan seorang penjahit keliling di Kota Kupang. Pada kotak tersebut tertulis ‘vermak Levis dan segala jenis jiens’.
Supandi berbicara dengan kedua wanita, menanyakan apa yang harus dilakukannya. Supandi mengeluarkan peralatannya, dengan cekatan mengambil gunting dan mulai memotong.
Beberapa potong baju menumpuk di meja samping kirinya. Satu persatu pakaian itu dikerjakan sesuai permintaan pelanggannya.
Supandi, pria asal Pekalongan itu memulai usaha menjahit keliling sejak 2009 lalu. Sebelumnya, Supandi bekerja sebagai penjahit di Jakarta.
Supandi yang kekurangan modal usaha memilih menekuni usaha menjahit keliling. Cara menawarkan jasa serupa dilihatnya di Jakarta. Ia kemudian memilih konsep usaha tersebut guna mengakali kondisi kekurangan modal.
“Modal awalnya sekitar lima belas juta. Dipakai beli motor bekas dan peralatan lainnya untuk menjahit,” kata Supandi.
Sebagai penjahit keliling, modal usaha bisa ditekan, dibanding harus menetap. Biaya sewa tempat yang harus dibayarkan setiap bulan menjadi alasan Supandi memilih menjahit keliling.
Memang tidak mudah memulai usaha dengan konsep baru di tempat yang baru pula. Supandi tinggal di Kelurahan Bakunase, Kecamatan Kota Roja. Setiap hari, Ia berkeliling dengan sepeda motornya, dari rumah ke rumah, dari gang satu ke gang lainnya. Ia menawarkan jasanya dari atas sepeda motor yang dikendarainya.
“Dulu kalau saya tawarkan jasa saya, banyak anak SMA yang tertawa,” ujar Supandi.
Kini, Supandi punya banyak pelanggan. Mulai dari rumah-rumah warga hingga kantor Pemerintah. Masyarakat merasakan keunggulan dari konsep yang Supandi tawarkan.
Pelanggan tidak perlu berjalan jauh dan tidak menyita banyak waktu. Sebab Supandi akan bekerja dengan teliti sampai selesai sesuai pesan dan pelanggannya bisa melakukan pekerjaan lain.
Dalam situasi pandemi Covid-19, Supandi ikut terkena imbasnya. Pendapatannya sedikit berkurang. Kendati begitu, Supandi masih tetap meraup cuan karena diuntungkan situasi saat warga tidak banyak bepergian.
“Setiap hari pasti ada pelanggan. Pendapatannya berapa itu tidak menentu, tapi pasti ada setiap hari,” ujarnya.
Jasa yang ditawarkan Supandi pun disesuaikan dengan kondisinya. Ia hanya melayani permak saja, tidak melayani jasa menjahit pakaian dari awal sebab membutuhkan banyak peralatan.
Sekitar pukul 12.30 lebih, Supandi masih bertahan di depan kantin DLHK. Pakaian yang dipeermak pun tersisa dua potong.
“Sudah ada yang telpon lagi, habis ini langsung ke sana,” kata Supandi. (K-04)