Jakarta – Badan Penghubung Provinsi Nusa Tenggara Timur di Jakarta memfasilitasi pelaporan empat perempuan NTT yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Badan Penghubung menerima kedatangan 4 perempuan NTT pada hari Senin pagi, 13 Maret 2023 dan membuat berita acara pemeriksaan atas masalah yang mereka hadapi.
Keempat perempuan NTT itu bernama:
1. Terejina Visenti, 34 tahun asal Kabupaten Belu.
2. Sani Uru Malai Lunggi, 25 tahun asal Kabupaten Sumba Timur.
3. Francicska Welmince Boys, 45 tahun asal Kabupaten Kupang.
4. Natalia Mamok, 31 tahu, asal Kabupaten Kupang.
Dalam pemeriksaan itu, keempatnya menjelaskan kronologi peristiwa yang mereka alami.
Baca juga: Gubernur NTT Berharap Presiden Pantau Kasus Romo Paschal Dikriminalkan Pejabat BIN
Pertama, para korban memperoleh informasi adanya lowongan pekerjaan dari media sosial Facebook dengan nama akun Cantika. Mereka diminta memenuhi persyaratan berupa KTP dan kartu keluarga. Mereka diberitahu akan mendapat gaji Rp 5 juta per bulan untuk dipekerjakan di Brunei Darussalam.
Mereka diperkenalkan dengan agen yang menjadi sponsor untuk berangkat secara ilegal. Keberangkatan mereka difasilitasi seorang perempuan dengan sapaan Ibu Merry yang menjanjikan untuk memperpanjang paspor yang sudah habis masa berlakunya.
Mereka mengikuti rute perjalanan yang diatur sponsor, berangkat dari Kupang ke Pati lalu Semarang, Jawa Tengah dengan maskapai Super Air Jet. Dari Kupang pada 9 Maret 2023 dan setiba di Semarang, mereka ditampung di rumah penampungan sponsor. Seorang perempuan memperkenalkan diri Sumini mengaku sebagai sponsor. Suaminya, aparat kepolisian.
Setelah bertemu Ibu Sumini, keempat perempuan NTT itu menanyakan tentang uang saku Rp 2 juta yang telah dijanjikan. Namun Ibu Sumini justru menjelaskan bahwa dia telah mentransfer dana Rp 16 juta ke Ibu Merry, tangan pertama untuk merekrut mereka.
Empat Perempuan NTT (tiga orang sebelah kiri dan satu baju pink lengan panjang di sebelah kanan) dimintai keterangan oleh Badan Penghubung Provinsi NTT pada Senin pagi, 13 Maret 2023 tentang masalah yang mereka alami. (Istimewa)
Baca juga: Kisah Elisabet Ninef Lepas dari Jeratan Jejaring Perdagangan Orang NTT ke Malaysia
Keempat warga NTT ini hanya menerima janji-janji lisan tanpa ada kontrak kerja. Selama di penampungan, mereka juga tidak diperlakukan secara layak.
Francicska yang dihubungi pada Rabu pagi, 15 Maret 2023 menjelaskan, dia memutuskan kabur setelah satu bulan di rumah penampungan Ibu Sumini tanpa kejelasan tentang pekerjaan dan keberangkatan kerja. Ada 3 perempuan NTT yang sudah lama tinggal di penampungan ikut kabur bersama Francicska.
Di tengah kebingungan, Francicska menghubungi keluarganya di kampung halaman untuk meminta bantuan. Keluarga memberikan nomor telepon pria bernama Roy dari Perhimpunan Anak NTT di Jakarta.
Menurut Francicska, Roy memesan mobil untuk membawa mereka berempat dari Pati menuju Yayasan Persada Mutiara di Jakarta.
“Kita kabur jam 1 malam lari dari hutan. Kita hanya sharelok saja. Travel ambil kita jam 3.30 subuh. Kita tiba di yayasan sekitar jam 4 sore,” kata Francicska.
Yayasan ini merupakan perusahaan pengirim tenaga kerja secara legal di Jakarta dan membantu keempatnya untuk bertemu Badan Penghubung Provinsi NTT.
Terejina mengungkapkan dirinya sudah 4 bulan tinggal di penampungan di Pati. Lebih lama dari Francicska yang baru sebulan ditempatkan di penampungan yang letaknya di pebukitan dan dikelilingi hutan.
Dia dijanjikan untuk bekerja di Brunei Darussalam. Hingga dia memutuskan ikut Francicska untuk kabur.
“Sekarang saya mau pulang saja biar kerja di Kupang,” ujar Terejina yang rindu pada anak balitanya di Atapupu, Belu.
Sebelum peristiwa ini, dia bekerja majikannya berjualan makanan di pagi dan malam hari di kawasan Sikumana, Kota Kupang. Keempatnya saat ini diinapkan di Wisma NTT, Jakarta sebelum dipulangkan ke kampung halaman mereka masing-masing. *****