Kupang – Kepolisian Resor (Polres) Alor menangkap seorang vikaris GMIT berinisial SAS atas dugaan memperkosa 6 orang anak di Alor.
Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), Kombes Pol Ariasandy membenarkan penangkapan tersebut.
Ariasandy menjelaskan pengamanan dilakukan hari ini, Senin (5/9/2022). Vikaris tersebut langsung dibawa ke Polres Alor untuk menjalani pemeriksaan. Menurutnya, vikaris atau calon pendeta GMIT ini masih diperiksa sebagai saksi.
“Setelah itu lakukan gelar perkara dan alihkan status dari saksi menjadi tersangka,” kata Ariasandy kepada KatongNTT.
Setelah penetapan status tersangka, kata Ariasandy, SAS akan menjalani pemeriksaan lagi. Usai pemeriksaan sebagai tersangka barulah dilakukan penahanan.
Vikaris tersebut sebelumnya dilaporkan ke Polres Alor pada Kamis (1/9/2022). Laporan tersebut tercatat dengan nomor LP-B/277/IX/2022/Polres Alor/Polda NTT.
SAS diduga memperkosa 6 anak berusia 13-15 tahun. Calon pendeta GMIT tersebut juga diduga melecehkan 3 orang anak melalui chat.
Ariasandy dalam rilis yang diterima KatongNTT menjelaskan terduga pelaku melancarkan aksi bejatnya di lingkungan salah satu gereja di Alor, pos yandu dan di rumah korban.
Modusnya adalah mengajak para korban membersihkan pastori, mencarikan uban pelaku dan membantu memasak di pastori. Ariasandy mengatakan, saat itulah pelaku mengikuti para korban dan memperkosa mereka.
Bahkan ada yang diajak oleh vikaris tersebut masuk konsistori atau ruang persiapan kebaktian dengan alasan ingin didoakan. Namun pelaku ternyata melancarkan aksi bejatnya di dalam konsistori.
SAS menjalani masa vikariat di Alor. Terduga pelaku diketahui beralamat di kelurahan Kayu Putih, Kota Kupang.
Perbuatan bejat SAS dilakukan berulang kali. Dalam melancarkan aksinya, kata Ariasandy, terduga pelaku merekam video maupun foto saat menyetubuhi korban. Dengan rekaman dan foto tersebut, SAS mengancam korban-korbannya jika tidak ingin memuaskan nafsu birahinya.
Atas perbuatannya, SAS dijerat Pasal 81 ayat (5) Jo pasal 76D Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tetang perubahan atas Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang, Jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Ariasandy mengatakan, pasal yang disangkakan berkenaan dengan perbuatan dengan korban lebih dari satu orang dan perbuatan persetubuhan yang berlanjut. Vikaris SAS diancam dengan hukuman mati, penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lambat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.
Majelis Sinode (MS) GMIT dalam tanggapannya yang disampaikan melalui website resminya mengatakan, pihaknya sudah mengetahui informasi tersebut sejak 2 bulan lalu. Pasca menerima informasi tersebut, penthabisan vikaris tersebut menjadi pendeta ditangguhkan untuk menyelidiki kebenaran informasi tersebut.
MS GMIT juga menyampaikan tidak menghalangi korban dan orang tuanya untuk menempuh jalur hukum untuk menemukan keadilan dan kebenaran. Dua orang psikolog dari Rumah Harapan GMIT bersama satu pendamping hukum juga sudah dikirim ke Alor. *****
Baca juga: Ketua Pemuda Gereja di TTS Perkosa Anak SMK