Kupang – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) resmi mengizinkan organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang di Indonesia.
Izin itu diterbitkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 atas perubahan PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Jokowi meneken kebijakan yang berisi pasal 83A tentang kesempatan ormas keagamaan memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) ini pada 30 Mei 2024.
Menurut Deputi Direktur WALHI NTT, Yuvensius Stefanus Nonga, Jokowi sedang mendistribusikan konflik tambang antara masyarakat dan agama. Konflik yang awalnya masyarakat terhadap perusahaan atau dengan pemerintah, akan bergeser ke soal keagamaan.
Baca juga: Tambang Batu Warna, Garis Pantai Kolbano ‘Hilang’ Perlahan
“Ini perdana oleh Jokowi dan dikasih ke ormas keagamaan. Pertanyaannya kenapa agama ini yang dipakai oleh Jokowi? Ini harus digali dan saya pikir semua pemuka agama untuk tidak tergiur dengan ini,” tanggapnya saat dihubungi Sabtu, 1 Juni 2024.
Ia melihat Jokowi akan mengatasnamakan agama demi kepentingan negara atau pun perusahaan dalam mengakses pertambangan.
“Dia bagi-bagi pengalaman konflik yang dialami masyarakat dan perusahaan tambang, masyarakat dengan negara yang melegitimasi kehadiran tambang, ini yang didistribusikan ke ormas keagamaan,” jelas dia.
Baca juga : Walhi NTT Soroti Gagalnya Moratorium Izin Tambang
Kebijakan ini tampak seperti karpet merah bagi ormas agama, namun sebaliknya, Yuven menilai Jokowi justru mengeksploitasi agama semata demi kepentingan bisnis tambang.
“Karena secara tidak sadar keberadaan agama ini sedang dieksploitasi untuk kepentingan eksploitasi alam. Narasi soal agama dipakai untuk melegitimasi percepatan pertambangan dan pengrusakan lingkungan,” kata Yuven.
Dengan begitu, lanjut Yuven, maka negara bisa lebih leluasa mengeksploitasi sumber daya alam lewat ormas keagamaan. Sedangkan citra dari agama melalui ormasnya sendiri berpotensi rusak manakala konflik timbul.
Gereja Katolik misalnya punya ensiklik Laudato Si dari Paus Fransiskus. Seruan ini perihal pemulihan lingkungan hidup yang mengajak gereja aktif dalam konservasi dan pemulihan lingkungan, bukan sebaliknya. Sementara sejarah pertambangan selalu punya catatan konflik misalnya penggusuran pemukiman warga lokal atau masyarakat adat, pencaplokan lahan, kerusakan lingkungan dan jejak-jejak buruk lainnya.
Baca juga: Miris! Pencabulan Anak Terjadi Lagi Dalam Lingkup Gereja
“Nah spirit agama ini justru bertabrakan dengan akses yang diberikan Jokowi, oleh pemerintah, kalau dari Katolik ya bertabrakan sekali dengan pengelolaan wilayah izin usaha pertambangan yang hampir semua cerita pertambangannya meninggalkan jejak kerusakan ekologis yang tinggi,” tandasnya.
Yuven mengatakan ormas agama atau pun pemuka agama Islam, Katolik, Kristen Protestan atau agama lainnya justru harus mengkritisi balik kebijakan Jokowi terkait izin tambang bagi ormas ini.
“Oleh agama apa pun itu mereka harus kritisi itu, jangan sampai ini jadi politisasi untuk jadi distribusi konflik sekaligus dia (Jokowi) mencuci tangan lewat jalur agama, proyek ini dicuci dengan alasan pengembangan agama tertentu,” lanjutnya.
Menurut dia, Istana sedang dalam siasat mengeksploitasi sumber daya alam dan pengrusakan lingkungan yang akan ‘diputihkan’ dengan alasan membangun umat.
“Ini jadi bahan kritis untuk pihak agama untuk lihat itu,” kata dia.
Baca juga: Ustaz di TTS Tutupi Kasus Anak 14 Tahun Yang Dihamilinya
Ia mengatakan NTT memiliki potensi mangan yang tinggi. Wilayah Timor dan Manggarai misalnya dengan potensi mangannya yang cukup besar sebagai salah satu mineral kritis. Sementara ini pun masih ada aktivitas tambang yang berlangsung secara diam-diam.
Tambang mangan ini berpotensi muncul semakin masif seturut adanya kebijakan hilirisasi, rencana pembangunan smelter, ditambah adanya kebijakan besar ini.
“Sudah pasti mereka akan pakai jubah agama, suara Tuhan, jadi karena basis massa untuk setiap agama ini kan besar sekali termasuk di Timor, jadi perlu dikaitkan dengan spirit agama masing-masing. Agama kenapa sampai dipakai pemerintah? Ini kan lucu sekali,” tukasnya. ***