Kupang – Pemilihan umum (pemilu) merupakan satu syarat sebagai negara demokrasi. Rakyat memilih dan menentukan calon pemimpin bangsa melalui pemilu. Para politisi bertarung untuk merebut dukungan masyarakat untuk bisa duduk di kursi legislatif dan eksekutif.
Para politisi dengan berbagai cara berusaha untuk meraih suara dalam pemilu, baik dengan cara demokratis maupun dengan cara kotor. Politisi yang demokratis memaparkan visi misi dan rekam jejak. Dia meyakinkan rakyat sebagai pemilih bahwa dirinya layak menjadi pemimpin.
Politisi kotor dan mempunyai reputasi diri yang buruk berupaya dengan segala tindakan serta penuh ambisi memberikan uang atau barang kepada pemilih. Cara kotor ini lazim dikenal sebagau politik uang di dalam penyelenggaraan pemilu.
Baca juga: Remaja Berprestasi Asal Lembata Bunuh Diri, Sebelumnya Posting Status “Masalah”
Istilah politik uang pada hakikatnya sudah tidak asing bagi bangsa Indonesia. Politik uang sudah menjadi bahan pembicaraan di tengah masyarakat menyongsong pemilu. Tujuan utama pemilu adalah memilih pemimpin yang memegang erat tongkat estafet bangsa ini di lima tahun ke depannya, yang menentukan masa depan bangsa ini.
Namun untuk menggapai tujuan pemilu menjadi persoalan karena politik uang dari para politisi. Ironisnya, banyak pemilih yang tergiur oleh uang dan barang yang ditawarkan para politisi kotor. Pemilih seperti ini tidak mempunyai martabat dan harga diri.
Pemilih yang tergiur oleh uang dan barang dari para politisi adalah pemilih yang tidak mempunyai harga diri, pemilih yang tidak mempunyai hati nurani, pemilih yang tidak mempunyai akal sehat.
Baca juga: Orang Muda NTT Diminta Kreatif Lawan Politik Uang di Pemilu 2024
Para pemilih harus menyadari bahwa pilihan politiknya sangat menentukan ke mana arah bangsa ini di lima tahun ke depan. Politik uang merupakan suatu tindakan keji, tindakan yang sangat tidak menyenangkan dari seorang politisi. Dengan segala upaya dan tindakan kotor dia pakai demi menang pemilu.
Politik Uang Merendahkan Martabat
Apakah harga dirimu bisa dibeli dengan uang? Apakah harga dirimu sebanding dengan harga beras di pasar? Apakah dirimu lebih mencintai uang dibandingkan mencintai negeri ini? Ini menjadi pertanyaan eksistensial yang harus melekat di dalam lubuk hati semua pemilih. Pada dasarnya harga diri rakyat sebagai manusia dan juga pemilih tidak dapat diukur oleh nilai apapun. Manusia dihiasi oleh keunikan di dalam dirinya. Manusia dilahirkan dengan pola pikir yang membuat dirinya berbeda dari makluk hidup lainnya.
Manusia harus kritis di dalam menghadapi semua fenomena-fenomena di dalam kehidupannya. Pada dasarnya harga diri manusia tidak dapat diukur, tidak dapat sebanding oleh apapun di dunia ini. Di sisi lain kita menyadari bahwa banyak masyarakat Indonesia yang masih hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan.
Baca juga: Sistem Pemilu Terbuka Lebih Demokratis Tapi Sarat Politik Uang
Faktor ekonomi dan kemiskinan menjadi misi utama bagi para politisi melalui tim suksesnya membuka ruang bagi mereka untuk melakukan politik uang di dalam penyelenggaraan pemilu. Di satu sisi banyak penduduk Indonesia yang tingkat pendidikan masih rendah bahkan ada yang buat huruf sama sekali. Sehingga kesulitan bagi mereka untuk berpikir kritis mengenai fenomena politik uang yang diselenggarakan oleh para politisi.
Di sisi lain pula politik uang rentan terjadi di dalam kehidupan masyarakat yang sudah terpola dengan anggapan politik uang merupakan tindakan wajar yang membuat pemilih sendiri tergiur. Sehingga banyak pemilih sudah tidak berpikir kritis mengenai harga dirinya. Hal seperti ini yang menimbulkan politik uang tidak pernah berakhir di Tanah Air kita.
Mengatasi Politik Uang Di Indonesia
Pada dasarnya masyarakat Indonesia harus menyadari bahwa tradisi politik uang sudah sekian lama tumbuh di dalam kehidupan realitas bangsa ini. Politik uang tumbuh bagaikan tanaman benalu yang terus menghambat pembangunan dan perwujudan negara demokrasi yang stabil di dalam kehidupan bangsa ini.
Baca juga: Pertama di 2024, Abu Jenazah PMI Dikirim ke NTT
Secara khusus bagi kita kaum muda, kaum terdidik, kaum intelektual harus menggunakan akal sehat yang kritis di dalam menangani politik uang di masyarakat. Dengan cara kita masing-masing untuk berani memberikan masukan positif bagi masyarakat bahwa politik uang itu menyesatkan demokrasi. Asas pemilu yang perpatokan pada prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil akan tercoreng atas nama politik uang.
Masyarakat Indonesia harus melaksanakan prinsip ini di dalam penyelenggaraan pemilu. Kita sebagai masyarakat Indonesia harus mempunyai prinsip untuk berani menolak politik uang. Pada dasarnya politik uang menjadi penghambat bagi perwujudan demokrasi di kehidupan bangsa ini.
Masyarakat Indonesia harus menghayati martabat dan harga diri. Sebagai manusia yang walaupun dihiasai oleh berbagai kebutuhan ekonomi yang mendesak, tetapi harga dirinya jauh lebih tinggi dari tawaran uang dan barang dari seorang politisi. Di sisi lain pula para aparat keamanan dan penegak hukum harus bertindak tegas sesuai dengan regulasi Undang-Undang jika mendapatkan secara langsung praktik politik uang di tengah masyarakat di dalam penyelenggaraan pemilu di tahun ini.
Baca juga: Akses dan Adminduk Sebabkan Kaum Difabel Sulit Ikuti Pemilu
Pemilih harus mencintai negeri ini dengan memilih pemimpin berdasarkan akal sehat, kejujuran dari dalam hati nurani tanpa tergoda oleh tawaran uang atau barang yang menggiurkan. Suara Anda sangat menentukan kemana arah bangsa ini di lima tahun ke depannya. *****