
Potret Industri Garam NTT, Investor Jual Bahan Baku Hingga Pabrik Tak Berproduksi
Kupang – Selama tahun 2022 terdapat 6 perusahaan atau investor yang sudah mempunyai hasil produksi garam di NTT, sedangkan 3 lainnya tidak berproduksi sama sekali di tahun yang sama.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi NTT mencatat berbagai perusahaan yang mengelola lahan garam di NTT berikut dengan hasil produksinya.
Kepala Disperindag NTT, Nasir Abdullah, melalui Kepala Bidang Perindustrian, Marselina Kopong, menyampaikan data ini, Rabu 24 Mei 2023.
Baca juga : Pabrik Garam Ferdinand Latuheru Kesulitan Bahan Baku
Berdasarkan itu, 6 perusahaan yang masih memproduksi garam di NTT ialah :
1) PT Timor Livestock Lestari di Desa Nunkurus, Kabupaten Kupang, dengan lahan yang dikelola seluas 600 ha dan jumlah produksi 1.446,55 ton.
2) PT Tjakrawala Timor Sentosa di Desa Nunkurus, Kabupaten Kupang, dengan 300 ha lahan yang dikelola dan jumlah produksinya 1.649, 78 ton.
3) PT Garam Indonesia (Persero) di Desa Bipolo, Kabupaten Kupang, dengan 304 ha lahan yang dikelola dan 400 ton produksi.
4) PT Cheetham Garam Indonesia di Nagekeo dengan 498,98 dan 100 ton produksi. 56 ha-nya ada dalam tahap produksi pabrikan di Desa Golonia dan 442,98 ha proses administrasi HPL atau hak pengelolaan.
5) PT Pintu Air di Kabupaten Sikka yaitu dengan luas lahan 500 ha dan 50 ton produksi. Untuk kabupaten ini sendiri memiliki potensi luas lahan 500 ha dengan produksi sebanyak 25.000 ton.
6) Pemerintah Daerah Sabu Raijua mengelola 80 ha lahan garam dengan jumlah produksi 4,5 ton. Jumlah produksi ini rendah karena tambaknya rusak akibat Badai Seroja.
Untuk total produksi garam dari 6 perusahaan di Provinsi NTT hingga dengan 2022 itu mencapai 3.650,83 ton.
Sedangkan perusahaan pengelola tambak hanyalah PT Timor Livestock Lestari, PT Tjakrawala Timor Sentosa dan PT Garam Indonesia. Semuanya beroperasi di Kabupaten Kupang.
Baca juga : Mimpi NTT Jadi Pemasok Nasional, Pabrik Garam Raja Baru Kesulitan Bahan Baku
Ketiga perusahaan besar ini menggunakan lahan pemerintah dan menghasilkan bahan baku. Namun kebanyakan bahan baku ini dilepas ke Surabaya.
Sedangkan industri lain yang mengelola pabrik garam beryodium berharap bahan baku. Ketiadaan bahan baku di dalam NTT membuat industri kesulitan.
Faktor cuaca di tahun 2022 juga memang berpengaruh sehingga hasil produksinya sedikit. Hasil produksi itu pun sudah siap dikirim ke luar NTT. Maka industri lanjutan seperti pabrik garam beryodium pun terdampak karena tidak kebagian stok bahan baku.
Berbeda dengan Pemda Sabu Raijua, kata Marselina, pengelolaan garam di sana melalui BUMDES Kako Mola melepas bahan baku ke industri garam beryodium.
Sedangkan perusahaan yang mengelola lahan garam di NTT tetapi tidak mempunyai hasil produksi di tahun 2022 ini pun ada 3 perusahaan.
Pertama, PT Tamaris Garam Nusantara dengan 1.388 ha lahan di Desa Tueneke dan Tuafanu di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Baca juga : Impor Capai 2,8 Juta Ton, Bagaimana Kabar Garam NTT?
Perusahaan ini juga mengelola lahan di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) seluas 832 ha lahan dan sedang dalam tahap legitimasi kepemilikan lahan. Lokasinya di Desa Oemanu, Desa Ponu dan Desa Tuamese.
Kedua, PT Inti Daya Kencana dengan 2500 ha lahan yang dikelola namun belum mempunyai produksi pada 2022 ini.
Perusahaan ini memang sudah melakukan pilot projects 32 ha yang sudah panen perdana pada 2020. Sementara di 2021 telah memproduksi garam meja beton. Sedangkan proses pembebasan lahan d lokasi ini baru 1.096 ha.
Ketiga, PT Shang Cie Garamindo di Kabupaten Rote Ndao dengan luas lahan yang dikelola yaitu 545 ha. Namun belum ada produksi.
Sebenarnya ada 45 ha dalam tahap produksi, 30 ha untuk pabrik dan 500 ha dalam tahap uji coba dan 1.200 dalam tahap rencana. Namun macet total.
Baca juga : NTT Kekurangan Petani Milenial, Ini Dampak dan Tantangannya!
Marselina juga menyampaikan proses iodisasi garam pun ada 6 industri namun kini tengah kesulitan dengan bahan baku garam yang berkurang.
Alasannya karena para investor ini lebih banyak mengirim bahan baku keluar. Selain itu faktor cuaca pun sangat mempengaruhi produktivitas garam.
Ia memisalkan CV Raja Baru di Kelurahan Belo, Kota Kupang, juga mengalami kesulitan bahan baku. Produsen ini juga merupakan pabrik garam beryodium biasanya memproduksi dengan 47.658 ton.
Baca juga : Sektor Pertanian NTT Terancam Minimnya Jumlah Petani Milenial
Bahan baku garam atau garam krosok sendiri mesti dicuci beberapa kali setelah dibeli dari petani garam.
Dalam industri garam beryodium diperhitungkan harga ambil dari petani dan proses pencucian. Proses pencucian minimal tiga kali dilakukan untuk mendapatkan garam bersih. Pencucian tersebut membuat volume bahan bakunya akan berkurang.
Sedangkan dengan kurangnya bahan baku seperti ini akan membuat harga pembelian bahan baku lebih tinggi ditambah proses pengiriman dari luar daerah.
Sementara kebutuhan garam nasional sendiri pada 2018 diketahui sebanyak 4,2 juta ton dengan 9 permintaan industri seperti dari Petrokimia hingga dengan pengeboran minyak. ****