Kupang – Hujan lebat disertai angin kencang melanda wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Tepat setahun yang lalu, Minggu, 4 April 2021. Wilayah NTT diporakporanda oleh banjir bandang, tanah longsor dan angin kencang. Banyak pohon tumbang, rumah-rumah hancur, jembatan rubuh. Jalan raya hingga rumah warga terendam banjir bercampur lumpur.
Peristiwa kelam akibat badai siklon tropis seroja itu menewaskan 182 warga NTT. Ketakutan dan duka menyelimuti warga. Sebanyak 21 dari 22 Kabupaten/Kota di NTT terkena dampak amukan badai yang terbentuk dari bibit siklon tropis 99s. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT melaporkan 47 orang dinyatakan hilang dan 115 orang mengalami luka-luka.
Sebanyak 53.432 unit rumah mengalami kerusakan dan 3.518 unit fasilitas umum juga dinyatakan rusak. Akibatnya, 53.745 warga harus mengungsi.
Kondisi terparah terjadi di Kabupaten Flores Timur, Lembata, Alor, Kabupaten Kupang, Malaka dan Kota Kupang. Sesuai data dari BPBD NTT yang diterima Senin(4/4/2022), korban jiwa terbanyak berada di Kabupaten Flores Timur sebanyak 72 jiwa dan 2 orang dinyatakan hilang. 46 orang di Kabupaten Lembata meninggal dan 22 orang hilang. Selanjutnya Alor 29 orang meninggal dan 12 orang hilang. Di Kabupaten Kupang, 12 orang meninggal dan 3 orang hilang. Ada 11 orang di Malaka meninggal dan di Kota Kupang 6 orang meninggal dan 1 orang hilang.
Kepala BMKG Stasiun Meteorologi El Tari Kupang, Agung Sudiono Abadi mengatakan, BMKG mengelurkan peringatan dini bibit siklon tropis 99s yang terbentuk di sekitar Laut Sawu pada 2 April atau dua hari sebelum terbentuk siklon tropis. Namun peringatan adanya potensi cuaca ekstrem di wilayah NTT, kata Agung, sudah dikeluarkan pada 30 Maret 2021.
Akibat bibit siklon tersebut menimbulkan hujan lebat, angin kencang dan gelombang tinggi. Kecepatan angin maksimum di sekitar sistem bibit siklon tropis adalah 30 knots atau 55 km/jam dengan tekanandi pusat sistemnya mencapai 996 hPa. Siklon Tropis bergerak ke arah timur laut dengan kecepatan 3 knots atau 6 km/jam menjauhi wilayah Indonesia.
“Puncak terjadi Siklon Tropis Seroja adalah 5 April 2021 pukul 01.00 WIB atau 02.00 WITA dini hari dan makin berkurang cuaca ekstremnya,” kata Agung.
Marten Fafo, warga Kelurahan Oesapa Barat, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang bercerita, saat kejadian angin kencang dan hujan lebat tersebut, dirinya dalam keadaan sakit. Ia mencoba bertahan dalam rumahnya yang tidak jauh dari pantai. Salah satu seng sudah terkoyak oleh angin kencang yang membuatnya semakin panik. Rumahnya pun sudah dipenuhi oleh air. Ia akhirnya keluar dari rumahnya menuju rumah tetangganya untuk berlindung.
“Semua sudah mengungsi. Kami di sini hanya tiga orang saja. Kami tidak tidur sampai pagi,” kisah Marten.
Kepala Pelaksana BPBD NTT, Ambrosius Kudu mengatakan, dampak badai Seroja bukan hanya dialami oleh warga. Petugas yang seharusnya membantu masyarakat juga mengalami dampak bencana hidrometeorologi tersebut. Kondisi diperparah dengan banyak pohon yang tumbang menutup area jalan sehingga proses evakuasi juga sedikit terhambat.
Ambrosius mengatakan, masyarakat NTT dibuat kaget dengan badai Seroja. Menurutnya, masyarakat NTT sudah terbiasa dengan hujan dan angin kencang, namun badai Seroja yang melanda NTT diluar dugaan masyarakat. Ambrosius menjelaskan, salah satu sebabnya peringatan dini yang dikeluarkan oleh BMKg tidak disimak dengan baik oleh masyarakat.
“Dengan belajar dari badai Seroja, kita bisa lihat saat gempa magnitudo 7,4 yang terjadi 14 Desember 2021 di Flores, bagaimana kepedulian warga terhadap keselematan mereka meningkat. Karena itu kita terus dorong kepedulian warga (terhadap keselamatan). Data menunjukkan sekitar 97 peersen arga yang selamat pada saat bencana itu ditolong oleh diri sendiri, komunitas dimana mereka berada dan orang yang lewat di sekitar mereka,” ujar Ambrosius. (K-04)