Kupang – Sepanjang 2023 ini sudah 29 warga Nusa Tenggara Timur (NTT) yang meninggal akibat tertular virus rabies. Umumnya para korban juga terlambat dibawa ke fasilitas kesehatan guna mendapat vaksin atau serum anti rabies.
“Kasus kematian tertinggi di TTS (Timor Tengah Selatan), itu 11 korban jiwa,” tukas Kepala Dinas Kesehatan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT, Ruth D. Laiskodat.
Sebarannya yaitu 5 korban jiwa di Sikka, Ende dengan 5 korban jiwa, 1 korban jiwa di Nagekeo, 2 korban jiwa di Manggarai Timur, 3 korban jiwa di Manggarai, 2 korban jiwa di Timor Tengah Utara (TTU) dan TTS dengan 11 korban jiwa.
Baca juga : NTT Bakal Gelar Sensus Anjing Atasi Rabies
Adapun anak yang menjadi korban jiwa yaitu usia 3,5 tahun sampai 10 tahun dan juga 15 tahun. Korban jiwa anak terbanyak yakni usia 7 tahun yaitu 5 orang. Sisanya adalah korban berusia 24 tahun, 41 tahun, 45 tahun, 58 tahun dan 64 tahun.
“Korban jiwa usia anak memang tertinggi terutama di bawah usia 15 tahun,” jawabnya, Selasa 28 November 2023.
Ruth di ruang kerjanya saat itu menyebut jumlah kematian ini sekitar 2 persen dari 17.860 korban gigitan anjing di wilayah NTT sepanjang 2023 ini.
Baca juga : Warga TTS Tak Peduli Imbauan Cegah Penularan Rabies
Bila memerlukan waktu ke fasilitas kesehatan, jelas Ruth, maka korban boleh mencuci luka gigitan di air mengalir dengan sabun.
Korban akan mendapat vaksin anti rabies (VAR) di fasilitas kesehatan maupun Serum Anti Rabies (SAR) bila mendapat gigitan di saraf vital atau area atas tubuh dan kepala.
“Pasien yang tidak datang atau terlambat datang itu bisa berujung dengan kematian. Ada kematian karena gigitannya luar biasa dan tidak tertolong. Ada yang digigit sedikit tapi dianggap sepele sampai akhirnya sudah terlambat tertolong,” tandas dia.
Ia memastikan untuk VAR dan SAR saat ini sudah tersebar di seluruh puskemas yang ada di NTT sehingga bisa digunakan para korban gigitan.
Baca juga : Anjing Bebas Berkeliaran, Biaya Tangani Rabies di NTT Membengkak
SAR yang dipakai hingga saat ini sudah 655 vial dan VAR yang dipakai sebanyak 46.046 vial. Ada penambahan lagi 20 ribu VAR.
“Jadi kalau tergigit harus ke layanan kesehatan supaya bisa mendapatkan penanganan, ciri-cirinya nakes akan tahu, jangan terlambat karena itu berbahaya! Jadi kalau tergores atau digigit sedikit saja harus pakai protap rabies terlepas itu hewan rabies atau tidak,” imbaunya.
Ia pun merinci dari 17.860 korban gigitan anjing di NTT itu 18 persennya berusia 5 tahun, 26 persen korban usia 5 – 9 tahun, 14 persen usia 10 – 14 tahun, 6 persen 15 – 19 tahun, 19 persen korban usia 20 – 45 tahun, 12 persen korban usia 46 – 64 tahun, dan 5 persen di atas 64 tahun.
“Jadi yang paling banyak itu anak-anak umur 5 sampai 9 tahun karena memang dekat dengan hewan anjing,” ungkap dia.
Baca juga : Pemda TTS Tak Punya Anggaran Atasi Penularan Rabies
Bila masyarakat tidak bisa kerangkeng hewan penular rabies, tambahnya, maka harus divaksin secara mandiri karena petugas vaksinasi hewan saat ini masih kurang jumlahnya.
Vaksinasi sendiri harus mencapai 70 persen dari populasi anjing di suatu wilayah terpapar. Sementara di NTT rata-rata baru mencapai 21 persen vaksinasi.
“Kalau tidak capai 70 persen itu maka masyarakat kita tetap akan terancam. Kasihan anak-anak kita nanti,” ungkap dia. ***