Kupang – Yuvinus Solo (YS) alias Joker diperiksa sebagai saksi oleh Polres Sikka atas kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Calon legislatif (caleg) terpilih DPRD Kabupaten Sikka ini didampingi kuasa hukumnya Domi Tukan dan Alfons Ase, 9 April 2024. Ketiganya melakukan jumpa pers saat itu melansir siaran langsung TribunFlores.
Domi menyatakan kliennya telah dituduh sepihak. Mereka juga membantah kalau caleg asal Partai Demokrat ini terlibat TPPO karena tak ada bukti langsung mengenai itu.
Baca juga : Kasus TPPO Berujung Kematian, Caleg di Sikka Terlibat
Menurutnya Joker tak pernah merekrut 72 orang untuk bekerja di Kalimantan Timur (Kaltim). Namun diakuinya ada 32 orang asal Kecamatan Mapitara, Sikka, atau sekitar 8 kepala keluarga, yang dibelikan tiket kapal senilai Rp 20 juta. 32 orang ini disebutnya sebagai kerabat yang ingin bekerja di Kaltim sehingga dibiayai Joker secara cuma-cuma.
“Sekitar 30-an orang, selebihnya klien kami tidak tahu. Ketika itu klien kami hendak pergi ke Kalimantan. 30 orang ini juga sudah sering bepergian ke sana. Cerita ini berkembang ke keluarga lain sehingga Pak Joker membiayai ke sana,” ungkapnya.
Joker juga mengakui dirinya yang mengatur agar puluhan orang itu dapat bekerja di PT PCPA dan tanpa melibatkan dinas tenaga kerja atau instansi terkait perekrutan resmi. Namun ia lagi-lagi membantah punya peran khusus dengan perusahaan yang berbasis di Kaltim tersebut.
Baca juga: Perusahaan Sawit di Kalbar Siksa Pekerja, 18 Korban dari NTT
“Klien kami hanya membantu mereka berangkat dan dengan perusahaan ini kenal karena pernah bekerja di sana selama 18 tahun,” tanggap Domi.
Alfons juga pada kesempatan yang sama membantah hal serupa. Menurut dia peran Joker tak memenuhi unsur Undang-undang (UU) Tahun 2007 tentang TPPO soal cara, proses dan pola eksploitasi.
Alfons juga mengatakan bukan Joker yang menawarkan atau merekrut secara langsung. Namun dibenarkannya Joker telah ikut serta dengan puluhan warga desa ini ke Kaltim. Joker beralasan ada acara keluarga di Kaltim.
Baca juga: Ustaz di TTS Tutupi Kasus Anak 14 Tahun Yang Dihamilinya
Ia juga mengatakan Joker berangkat via Pelabuhan Larantuka, 12 Maret lalu, di hari keberangkatan 72 warga desa ini dari Maumere. Alasannya, Joker dan istrinya terlambat naik kapal di Maumere, bukan karena harus membayar Rp 5 juta dulu kepada oknum polisi agar mereka semua lolos.
“Itu betul dari Larantuka karena mereka terlambat dari sini (Maumere) sehingga mengejarnya dari Larantuka,” tandasnya.
Joker juga membantah mengenal Jodi, warga Desa Hoder, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka yang meninggal setelah tak lama tiba di Kaltim.
Baca juga : Sudah Cukup, Jabatan DPR dan DPRD Hanya Perlu 2 Periode
Kuasa hukumnya juga mempertanyakan Jodi yang disebut meninggal karena kelaparan. Menurut mereka perlu pembuktian dari forensik terkait hal tersebut.
“Keberadaan almarhum sampai di Kalimantan itu tanpa sepengetahuan klien kami karena yang diketahui klien kami adalah keluarganya yang meminta diberangkatkan ke sana,” tukasnya.
Kendati tak mengenal Jodi tapi Joker membenarkan kalau ia dihubungi pekerja lainnya perihal sakitnya pria 40 tahun itu. Joker sempat menawarkan bantuan bagi Jodi namun ketika itu ia sedang mengejar pesawat sehingga tidak ada komunikasi lanjutan.
“Klien kami hendak balik ke Flores,” tukas Alfons.
Kuasa hukum Joker menyebut ada upaya pembunuhan karakter terhadap caleg yang memperoleh 1.695 suara di Dapil III Sikka ini. Anaknya pun tidak berani ke sekolah karena takut diintimidasi. Untuk itu mereka telah menyiapkan langkah hukum bagi pihak-pihak yang merugikan Joker.
Baca juga : Polda NTT Serahkan 1 Berkas Kasus TPPO ke Kejaksaan
Sebelumnya diberitakan, warga Desa Hebing bernama Petrus Arifin yang mengungkap keterlibatan caleg asal Partai Demokrat ini.
Arifin menceritakan kalau mereka tidak dibolehkan jalan bergerombol saat meninggalkan Pelabuhan Laurens Say, Maumere, 12 Maret 2024. Mereka semua baru bertemu ketika berada di dalam KM Lambelu. Barulah saat itu Arifin tau mereka ada 72 orang.
Seharusnya mereka bertemu Joker di atas kapal ketika berangkat dari Maumere namun sosok itu baru menemui mereka begitu kapal berlabuh di Pelabuhan Larantuka. Joker mengubah rencananya dengan alasan ada yang sedang mengincarnya sehingga ia harus mengubah rencana dengan menyuap polisi.
“Banyak orang cari. Dia bilang ‘sampai saya bayar polisi Rp 5 juta’, begitu,” ulang Arifin.
Hingga tiba di Balikpapan 72 orang ini lanjut naik taksi untuk sampai ke terminal bus. Mereka diarahkan untuk pergi ke Simpang Kalteng malam itu. Joker meninggalkan mereka di sana.
“Ada tiga bus itu kami semua naik dan di situ kami dipisahkan semua. Entah kerja di mana-mana saat itu kami tidak saling tahu lagi,” tuturnya.
Baca juga : Flotim Terima 60 Jenazah PMI Non Prosedural
Dalam busnya sendiri ada 9 orang. Almarhum Jodi dan putranya ada juga dalam bus itu. Mereka diberangkatkan menuju tempat yang disebut Kamp Baru.
Arifin mengatakan ada seorang bernama Yanto yang membawa bus itu. Yanto juga yang mengingatkan mereka agar mengatakan kalau mereka tersesat bila ada orang yang tiba-tiba bertanya.
Pada saat tiba di tempat yang disebut Kamp Baru itu Yanto meminta 6 dari mereka yang adalah para lajang untuk turun dari bus. Jodi lantas memprotes Yanto.
“Jadi kami 6 orang turun sudah tapi almarhum ini menyahut bilang: ‘kenapa 6 orang ini turun terus kami yang 3 orang ini mau dikemanakan? Harusnya kami jalan sama-sama,'” ceritanya.
Baca juga : Pengakuan PMI Non Prosedural Dalam Diskusi TPPO di Kupang
Yanto akhirnya membiarkan mereka semua turun dari bus sambil menggerutu akan melaporkan sikap Jodi pada bosnya.
Mereka tidak peduli dan naik lagi ke sebuah mobil. Akhirnya mereka tiba di sebuah kamp pukul 11 malam sejak dari saat perjalanan mereka tiba di Kaltim jam 8 malam tadi.
“Malam itu kami tidur di tempat penampungan anak. Tidak ada dinding. Nyamuk pun banyak. Paginya kami dipindah ke klinik,” jelas dia.
Mereka memang diberi makan yang layak pada dua hari pertama namun kemudian berubah makin parah. Mereka diberi nasi basi. Semuanya muntah-muntah dan tak tahan dengan makanan seperti itu sehingga mereka kelaparan.
Baca juga : Penjual Orang di Malaka Punya Bos di Malaysia
Ia mengaku sempat mengadu kepada seorang yang katanya bos di tempat itu. Ia tidak mengenal persis orang itu tapi akhirnya mereka bisa mendapat makanan baru.
Setelahnya mereka disuruh bersiap-siap agar dibawa ke pondok sebagai tempat mereka nantinya bekerja. Mereka juga diberi parang dan alat dapur. Kira-kira itu 18 Maret 2024 lalu.
Ternyata pondok yang dimaksud benar-benar sebuah pondok kosong di tengah hutan, tidak ada air, tidak ada listrik. Mereka juga tidak diberi makan hingga jam 11 malam. Akhirnya mereka pulang ke kamp dan langsung menuju kantor.
Ia lantas mempertanyakan ini kepada orang-orang kantor itu tapi mereka disuruh pulang dan tidur di klinik lagi.
Paginya ia dipanggil menghadap. Ia ditanya soal niatannya untuk bekerja di sana tapi ia menolak bekerja bila tidak diberi makan dan minum.
Baca juga : Malaka Terbanyak Penjual Orang di NTT
“Mereka bilang mau beritahukan ini ke Yuvinus jadi saya silakan saja,” tukasnya.
Tak lama berselang Jodi jatuh sakit. Ia langsung menelpon YS alias Joker untuk mencarikan solusi. Joker malah mengarahkan mereka untuk membawa Jodi ke rumah sakit sedangkan mereka semua tak punya uang sepeser pun. Joker pun berjanji untuk mencari tiket pulang untuk Jodi dan putranya namun itu tak pernah terpenuhi.
“‘Kakak Jodi ini sakit parah jadi tolong pulangkan dia dan anaknya,’ saya bilang ke dia, terus dia bilang mau carikan tiket tapi lama sekali sampai almarhum meninggal ceritanya lagi.
Akhirnya ayah dari 3 anak ini menghembuskan nafas terakhirnya di tanggal 28 Maret 2024 dengan sisa kulit kering membungkus tulang.
“Kakak saya meninggal itu bukan karena penyakit tapi karena tidak dikasih makan,” kata dia. ***