Kupang – United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia bersama Kementerian Luar Negeri luncurkan studi berjudul Empowering Migrants: Feasibility Study of Innovative Financing Mechanism on Migration.
Dalam studi ini disajikan 5 mekanisme pembiayaan inovatif. Pertama, Usaha Rakyat yang secara khusus dirancang untuk pekerja migran; kedua, mekanisme pengelolaan remitansi secara efektif; ketiga, cara berinvestasi dalam aset produktif; keempat, pendekatan untuk membangun Koperasi Multi-Pihak berbasis Desa; dan kelima inisiatif berbasis tanggung jawab sosial dari sektor swasta untuk mendukung migran dan keluarganya.
Rekomendasi mekanisme pembiayaan ini bagi semua tahapan migrasi baik itu sebelum, selama, dan setelah bekerja.
Baca juga : Benny Rhamdani Bicara Lapangan Kerja di Hadapan Jenazah PMI Asal NTT
Ada dua faktor yang disoroti dalam studi ini. Pertama, untuk mengatasi keterbatasan sumber daya keuangan untuk mendukung biaya migrasi. Kedua, studi ini turut mengamati alasan kurangnya pemahaman dan perencanaan keuangan di sebagian besar pekerja migran dan rumah tangga mereka.
Studi ini bertujuan memberikan panduan strategis dalam perumusan kebijakan inklusif dan bermanfaat bagi semua pemangku kepentingan, dengan tujuan untuk pemberdayaan para pekerja migran Indonesia.
Selain itu, studi ini bertujuan memberikan saran maupun gagasan kepada Pemerintah Indonesia agar dapat melindungi pekerja migran secara efektif melalui berbagai mekanisme pembiayaan formal dari berbagai sumber.
Baca juga : Catatan Kritis Atas Penganiayaan Transpuan Hingga Tewas di Tangan Pelajar
Deputy Resident Representative UNDP Indonesia, Sujala Pant, mengatakan, pembiayaan untuk migrasi adalah salah satu fokus bagi UNDP Indonesia.
Sejak tahun 2017, UNDP melalui Unit Pembiayaan Inovatif aktif mengembangkan instrumen keuangan bersama mitra publik, swasta, dan filantropi untuk mempercepat pembiayaan dan pencapaian SDG di Indonesia.
Data Badan Perlindungan Pekerja Migran (BP2MI), lebih dari 270.000 orang Indonesia aktif mencari peluang pekerjaan di luar negeri setiap tahun. Namun, biaya persiapan keberangkatan yang ditanggung oleh pekerja migran menjadi hambatan yang cukup besar, rata-rata sekitar Rp30 juta per orang.
Maka ini perlu dijembatani agar pekerja tidak menggunakan jalur ilegal yang mengakibatkan situasi buruk, seperti hutang seumur hidup, perdagangan manusia, dan situasi merugikan lainnya.
Baca juga: 3 Ribu PMI NTT Bakal Ikuti Pemilu 2024 di Tawau Malaysia
“Studi terkait migrasi ini menambah dimensi baru pada daftar mekanisme pembiayaan inovatif yang diarahkan untuk meningkatkan kehidupan bagian yang paling rentan,” tukasnya.
Studi dari bulan Juli hingga Desember 2023 ini dilakukan bersama para pemangku kepentingan, ahli, dan pejabat dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Qazwa – FinTech P2P Syariah, Universitas Indonesia, Jaringan Pekerja Migran, dan UNDP.
Baca juga : Perlawanan Pekerja Migran NTT: Hargai Saya Sebagai Manusia, Bukan Binatang
Direktur Bidang Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang di Kementerian Luar Negeri, Penny Dewi Herasati, juga menyatakan dukungannya terhadap studi ini.
“Ini menjadi referensi berharga bagi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk mengembangkan mekanisme keuangan yang lebih baik bagi pekerja migran dan mencegah terjadinya migrasi tidak teratur,” tukasnya. ***