Soe – Garis Pantai Kolbano di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) hilang perlahan dan kini bergeser 100 meter dari koordinat seharusnya. Pergeseran garis pantai ini makin cepat akibat penambangan batu warna yang masif dan memperparah abrasi.
Kepala Dinas Penanam Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) TTS, Jordan Betty, menyampaikan ini, Rabu 15 Mei 2024.
Perubahan ini terjadi sekitar 100 meter dari garis pantai yang sudah ditetapkan sejak 1989 lalu. Dampaknya adalah terhadap masyarakat lokal.
“Ini kalau tidak ditertibkan maka akan terjadi abrasi dan pemukiman masyarakat bisa terancam. Ini bergeser terus ini kita khawatir pemukiman bisa terancam karena abrasi,” ungkap Jordan.
Baca juga: Pesona Pantai Kolbano Ternoda Sampah dan Ketiadaan Toilet
Aktivitas tambang batu warna skala besar ini, lanjut dia, berlangsung di Kecamatan Kualin, Kolbano dan Kuatulin secara non mekanikal oleh kelompok penambang rakyat (KPR).
“Jadi orang-orang yang pegang izin tambang menggunakan masyarakat sekitar lokasi untuk membantu melakukan usaha pertambangan. KPR secara manual mengumpulkan batu-batu ini untuk kemudian dijual,” sebut dia.
“Pengusaha juga tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawab mereka untuk menjaga kelestarian atau melakukan pemeliharaan terhadap risiko abrasi itu,” lanjut dia lagi.
Batu yang dieksploitasi ini dijual untuk ekspor untuk menjadi bahan kerajinan tangan, perhiasan atau aksesoris.
Baca juga: Di Balik Gedung Reot Pelajar SDN Bes’ao Merajut Cita
Batu warna ini sebenarnya bisa keluar dari bibir pantai setiap kali dihantam ombak besar. Penambang pun tinggal memungut dan mengelompokkannya saja.
“Mereka kumpul sesuai warna dan ukurannya masing-masing. Jadi warna mereka ukuran besar dipisahkan, ukuran kecil dipisahkan. Semua dikumpul dan jual ke pengusaha,”
Para penambang rakyat sebelumnya menjual secara kiloan namun sudah dijual juga dengan karung kecil dengan kisaran harga Rp 30 ribuan.
Intervensi pada tahun 2023 telah dilakukan oleh Pemkab TTS melalui dinasnya kepada sejumlah pengusaha yang tidak memiliki izin.
Baca juga: Walhi NTT Soroti Gagalnya Moratorium Izin Tambang
Semua usaha pertambangan batu warna di 3 kecamatan ini memiliki perkumpulan besar bernama Fortuna. Nantinya ketua perkumpulan ini akan dipanggil untuk membicarakan pengusaha yang izin usahanya telah habis tapi masih terus menambang.
Pertemuan akan berlangsung pada Juni nanti bersama penambang dengan pengusaha agar bisa ditertibkan agar tidak merugikan pemerintah.
Pemerintah sendiri telah memberhentikan beberapa pengusaha yang belum memperpanjang izin usaha tapi masih menambang batu warna.
“Usaha pertambangan ini kita tertibkan agar tidak masuk area wisata karena ada yang kumpul batu sampai masuk area wisata Fatuun. Ini yang kita minta agar KPR tidak masuk dalam area wisata ini,”
Penambangan juga melanggar kewajiban penggunaan kupon untuk menambang yang dampaknya merugikan pemerintah daerah. ***