Kupang – Sudah saatnya tenaga psikolog ada di setiap puskesmas di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk melayani konseling kesehatan mental yang akhirnya juga untuk meredam angka bunuh diri.
Gagasan ini disampaikan oleh Wakil Dekan I Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana (FKM Undana), Indra Y. Kiling, di ruang kerjanya, Jumat 3 November 2023.
Layanan ini sudah bukan merupakan hal tabu, kata dia, justru perlu ada untuk mendampingi perkembangan peradaban manusia modern seperti saat ini.
Baca juga : NTT Kekurangan Psikolog Dampingi Anak Korban Pelecehan
Adanya psikolog di tiap-tiap puskesmas yang bisa dijangkau masyarakat memungkinkan untuk meredam tingkat stres atau depresi akibat permasalahan rumah tangga, ekonomi, maupun berbagai hal lainnya, hingga diharap bisa menekan potensi bunuh diri.
Badan Pusat Statistik (BPS) NTT sendiri sebelumnya pernah merangkum data desa menurut keberadaan korban bunuh diri.
Pada tahun 2018 lalu ada 158 desa di NTT yang memiliki kasus bunuh diri dan terbanyak di Flores Timur dengan 18 desa.
Baca juga : 3 Kabupaten di NTT Tak Punya Unit Khusus Tangani Perempuan dan Anak
Nyaris seluruh kabupaten dan kota di NTT memiliki 1 hingga belasan desa dengan kasus bunuh diri terkecuali Sabu Raijua yang tanpa kasus sama sekali tahun itu.
Pada 2021 pun BPS NTT mencatat adanya 145 desa yang ada di kabupaten/kota di NTT yang punya kasus bunuh diri.
Kabupaten terbanyak kasus bunuh diri adalah Flores Timur yaitu di 21 desa dan Sumba Barat Daya dengan 20 desa. Sepanjang 2021 itu hanya Lembata dengan 1 desa yang terjadi kasus bunuh diri.
“Sorotannya sudah banyak sekali. Perlu ada psikolog di puskesmas, di pustu, saat ini kan di sini belum ada sama sekali,” tukas Indra yang juga peneliti bidang psikologi ini.
Baca juga : Kehidupan Anak Pekerja Migran Yang Terabaikan
Tak adanya psikolog di tengah masyarakat cenderung membuat kebanyakan orang menceritakan kondisinya kepada tokoh agama misalnya romo, pendeta atau ustadz.
Tidak salah memang, akan tetapi menurutnya tidak semua tokoh agama paham apalagi terlatih menangani isu kesehatan mental atau kompeten memberi solusi psikologis.
“Karena kalau seseorang merasa semakin berdosa malah jadi semakin hilang semangat hidupnya. Jadi ‘meja’ untuk konsultasi kesehatan mental itu tempatnya memang khusus,” tukasnya.
Baca juga : Anak Kota Kupang Rentan Jadi Korban Kekerasan Online
Menurutnya saat ini masalah sehari-hari bisa menjadi pemicu terganggunya mental seseorang dan sudah sangat wajar bila itu dikonsultasikan ke psikolog. Kebiasaan ini yang diterapkan masyarakat di negara maju hingga menjadi kesetaraan dalam layanan kesehatan mental.
Sayangnya masyarakat NTT, khususnya Kota Kupang, masih minim kesadaran akan kesehatan mental dirinya bahkan menganggap buruk kebutuhan tersebut. Masih ada anggapan yang kuat juga di masyarakat bahwa orang yang mengkonsultasikan diri ke psikolog adalah orang yang sangat buruk kesehatan jiwanya.
“Sehingga kasus-kasus yang ada tendensinya ke bunuh diri itu sebenarnya bisa dicegah tapi kalau di kita bila tendensi itu muncul justru berhadapan lagi dengan stigma yang hidup di masyarakat kalau ke psikolog itu berarti gila, sebenarnya kan tidak,” jelasnya.
Baca juga : UU Kesehatan Untuk Masyarakat dan SDM Kesehatan
Ia memisalkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang mana korban bisa saja butuh konsultasi psikologis untuk bisa menghindari risiko buruk yang tidak diinginkan terhadap kondisi mental atau jiwanya.
Sedangkan angka kekerasan terhadap perempuan pun cukup tinggi di NTT. Korban harusnya dalam keseharian bisa mendapati tempat konsultasi yang layak apabila di tiap-tiap puskesmas ada psikolog yang mumpuni.
Baca juga : NTT Butuh Hotline Tanggapi Maraknya Kekerasan Anak
Begitu pula bagi para pelajar atau mahasiswa yang memiliki beban perkuliahan, masalah dalam pergaulan, atau persoalan lainnya. Mereka sebenarnya membutuhkan tempat berbagi, jelas Indra, agar bisa meredam berbagai risiko buruk yang mungkin berpotensi muncul apalagi membuat opsi bunuh diri.
Contoh potensi bunuh diri sendiri, kata dia, umumnya dengan melukai diri sendiri atau bahkan saat memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
“Kalau seperti itu maka sudah red flag dan tidak bisa lagi dibiarkan sendiri karena itu bom waktu,” tambah Indra.
Baca juga : NTT Butuh Hotline Tanggapi Maraknya Kekerasan Anak
Untuk di Indonesia sendiri layanan psikolog di puskesmas menurutnya sudah diterapkan di Jakarta Raya dan Yogyakarta. Tenaga psikolog pun sudah ditempatkan di tiap-tiap puskemas.
Layanan-layanan konsultasi online pun memang sudah banyak tersedia saat ini sehingga perlu lebih banyak lagi disosialisasikan ke publik.
Namun kendalanya, kata dia, ketersediaan tenaga psikolog di NTT pun selama ini hanya dari lulusan Undana di Kupang dan Universitas Nusa Nipa di Maumere.
Masyarakat juga belum banyak yang terpapar informasi mengenai pentingnya kesehatan mental sehingga lulusan psikolog perlu berperan di tengah masyarakat. ****