Kupang – Sebanyak 239 ternak babi mati akibat virus demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF).
Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT Yohanna Lisapally melalui Kepala Bidang Kesehatan Hewan Melky Angsar menjelaskan data itu hasil rangkuman hingga 23 Januari 2023.
Kasus kematian ternak babi diserang virus ASF di Kota Kupang tercatat 39 kasus. Sebanyak 75 kasus di Kabupaten Kupang, Sumba Barat Daya dengan 20 kasus, Ende terdapat 30 kasus, Flores Timur dengan 33 kasus dan Sikka 42 kasus.
Baca juga: Virus ASF Positif Ditemukan di Kupang dan Flores Timur
“Itu data yang masuk ke kami. Di luar dari data itu berarti perlu dikonfirmasi ke sumbernya langsung. Tapi kalau data ini berdasarkan laporan antar dinas,” papar Melky di ruang kerjanya, Selasa, 24 Januari 2023.
Menurutnya, jumlah sementara ini berbeda dengan di tahun 2020 dan 2021 yang sebarannya merata hingga 22 kabupaten kota saat virus ASF menyerang NTT.
“Itu dulu matinya masif,” sebutnya.
Menurut Melky, kasus yang terjadi tahun ini tidak signifikan. “Tetapi kita tangani dan tidak kita sepelekan,” kata dia.
Virus ASF sendiri bukan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia atau zoonosis. Namun, kata Melky, manusia dapat menjadi penyebar virus tersebut.
Baca juga: Babi Bantuan Kementerian Pertanian untuk NTT Diduga Terjangkit Virus ASF
Penyebaran ASF sendiri dapat terjadi saat kontak langsung dengan hewan terjangkit, melalui serangga, pakaian, peralatan peternakan. Bisa juga di kendaraan atupun pakan yang terkontaminasi.
Saat babi terjangkit ASF akan menunjukkan tanda klinis seperti bagian perut, dada dan scrotum maupun telinga tampak kemerahan. Babi mengalami diare berdarah, berkumpul bersama, dan demam hingga 41 derajat celsius. Tanda klinis lainnya, babi muntah, pendarahan kulit sianosis, tampak tertekan, telentang, kesulitan bernapas, hingga tidak makan.
“Kita perlu sama-sama cegah karena belum ditemukan vaksinnya,” tukasnya.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia dalam laman resminya juga menyebut ASF sebagai ancaman bagi populasi babi di Indonesia yang mencapai 8,5 juta ekor.
Masuknya ASF ke Indonesia sendiri dapat melalui pemasukan daging babi dan produk babi lainnya dari luar negeri. Kemudian bisa melalui sisa-sisa katering transportasi internasional baik dari laut maupun udara, orang yang terkontaminasi virus ASF, dan kontak dengan babi di lingkungannya. (Putra Bali Mula)