Lembaga Pemantau Iklim Uni Eropa melaporkan bahwa rekor terpanas secara global telah terjadi dalam 7 tahun terakhir.
Dalam penilaian tahunan terbaru Copernicus Climate Change Service (C3S) menyebutkan, situasi ini telah meningkatkan peringatan dini atas peningkatan tajam rekor konsentrasi metana di atmosfer.
Negara di seluruh dunia sedang dilanda bencana bertubi-tubi terkait dengan pemanasan global dalam beberapa tahun terakhir.
Bencana ini termasuk kebakaran hutan yang memecahkan rekor di Australia dan Siberia serta gelombang sangat panas dalam 1.000 tahun terjadi di Amerika Utara.
Curah hujan ekstrim yang menimbulkan banjir bandang di Asia, Afrika, Amerika Serikat, dan Eropa.
C3S menyatakan tahun lalu merupakan rekor terpanas kelima secara global, sedikit lebih panas daripada tahun 2015 dan 2018.
Pengukuran rekor panas secara akurat dimulai pada pertengahan abad 19. Suhu rata-rata tahunan adalah 1,1 hingga 1,2 derajat Celcius di atas tingkat masa pra-industri, diukur antara tahun 1850 dan 1900.
Hal itu terlepas dari efek pendinginan dari fenomena iklim yang menimbulkan La Nina.
“Tahun 2021 merupakan tahun suhu ekstrim dengan musim kemarau terpanas di Eropa, gelombang panas di Mediterania, belum lagi suhu tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya di Amerika Utara,” kata Carlo Buontempo, Direktu C3S, seperti dilaporkan Channel News Asia, Senin, 10 Januari 2022.
“Peristiwa ini merupakan pengingat akan kebutuhan untuk mengubah cara kita mengambil langkah tegas dan efektif menuju masyarakat yang berkelanjutan dan bekerja untuk mengurrangi emisi karbon,” ujar Buontempo. (Rita Hasugian)