Nasib 7 orang anak buah kapal (ABK) yang hilang di perairan Mauritius, Afrika hingga hari ini masih terkatung-katung. Mereka terakhir kali berlayar di perairan Mauritius.
Sejak 26 Februari 2021, 7 ABK itu tidak bisa dihubungi. Sudah 11 bulan lebih mereka menghilang, namun Pemerintah Indonesia pun belum bisa memastikan kondisi mereka.
Dua dari 7 ABK berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka adalah Petrus Crisologus Tunabenani dan Klaudius Ukat.
Petrus terakhir kali berkomunikasi dengan orang tuanya pada 26 Februari 2021 pukul 17.00 WITA. Gabriel Ulu Tunubenani, ayah kandung Petrus mengatakan, masa kontrak anaknya dengan kapal Wei Fa telah berakhir. Petrus bahkan sudah memesan tiket untuk terbang ke Indonesia 28 Februari 2021.
Gabriel mendapatkan informasi dari ABK Kapal lain yang berada di Mauritius pada 3 Maret 2021 bahwa terjadi keributan di Kapal Wei Fa antara ABK Vietnam, Mandor dan Kapten Kapal melawan 7 ABK asal Indonesia. Saat itu kapal sedang bersandar di Pelabuhan Port Louis.
“Anak saya terkena bacokan diwajahnya,” kata Gabriel yang menerima foto wajah anaknya berdarah.
Brigita Telik, Ibu kandung Klaudius Ukat terjaga dari tidurnya pada jam 1 dini hari, 27 Februari 2021. Ada gelisahan yang Ia rasakan. Brigita segera menghubungi anaknya, namun ponsel selulernya tidak aktif.
Esoknya, Brigita menghubungi teman Klaudius, sesama ABK asal Indonesia.
“Dijawab ‘Klaudius main ke kapal temannya’,” kata Brigita menirukan ucapan teman anaknya.
Malam itu, Petrus mengundang teman-temannya sesama ABK asal Indonesia untuk pesta perpisahannya. Rencananya Klaudius akan mengantar Petrus ke Bandara untuk kembali ke Indonesia.
Pemerintah Indonesia sampai saat ini pun belum mendapatkan informasi resmi mengenai keberadaan 7 ABK ini. Sementara perusahaan perekrut memaksa keluarga mengurus surat keterangan kematian dengan alasan klaim asuransi.
Kasus ini ditangani oleh Pemerintah Mauritius pada 24 Agustus 2021. Kapal Wei Fa ditarik dan ditahan oleh Kepolisian Mauritius.
Namun Pemerintah Indonesia belum menerima hasil penyelidikan dari Kepolisian Mauritius. Meski sudah mengirimkan 5 nota diplomatik.
“KBRI Antananarivo terus mendesak otoritas Mauritius utk melakukan penyelidikan mendalam utk mengetahui nasib 7 ABK WNI yg hilang,” tulis Judha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri dalam pesan WhatsApp kepada katongNTT, Senin (7/2/2022).
Berdasarkan informasi yang diperoleh katongNTT, Pemerintah Indonesia juga telah berkoordinasi dengan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei untuk meminta pertanggungjawaban pemilik kapal penangkap ikan berbendera Taiwan itu.
Langkah lain ditempuh Pemerintah untuk memberika kejelasan nasib 7 ABK Indonesia. Judha mengatakan, Pemerintah membuka ruang kepada saksi yang mengetahui kronologis hilangnya ABK di Mauritius untuk memberikan keterangan.
“Kami juga mengimbau kepada para ABK WNI yg berada di lokasi dan mengetahui kejadian agar segera menghubungi KBRI Antananarivo dan Kemlu utk bisa memberikan kesaksian kepada ororitas setempat,” jelas Judha.
Ketua Dewan Pembina PADMA Indonesia, Gabriel Goa meminta Pemerintah untuk bersikap tegas dalam persoalan 7 ABK ini. Pemerintah diminta hadir memberikan kejelasan terkait nasib 7 ABK ini.
Menurut Gabriel, Pemerintah Indonesia bisa membangun kerjasama dengan Pemerintah Mauritius melalui pola government to government (G to G) untuk mendapatkan informasi resmi.
Pasalnya, Nahkoda kapal Wei Fa masih hidup dan sebagai Nahkoda, dia bertanggungjawab penuh atas keselamatan para ABK.
“Nahkoda ini harus bertanggungjawab apakah 7 ABK ini sudah meninggal atau masih hidup. Kalau sudah meninggal mereka di kubur di Mauritius atau dibuang ke laut. Disinilah Negara harus hadir,” tegas Gabriel.
September 2021 Kepolisian Mauritius menyatakan 7 ABK hilang atau sekitar 7 bulan sejak perkelahian antara ABK Indonesia dengan ABK Vietnam.
Hingga kini, mereka orang tua mereka belum mendapatkan jawaban pasti. Status mereka belum bisa dipastikan.(K-04)