Waiblama – Di tengah perbukitan di Kecamatan Waiblama, Maumere, Kabupaten Sikka, kisah seperti Roky bukan hal langka. Roky (bukan nama sebenarnya), siswa kelas X di SMA Negeri Waiblama, sudah dua tahun menjadi perokok aktif. Ia mulai merokok saat SMP karena ajakan teman.
“Kalau kami tidak ikut, kami dianggap banci,” katanya, menunduk.
Namun lebih dari sekadar tekanan pertemanan, pengaruh rumah pun besar. Sejak kecil Roky sering disuruh membeli rokok untuk ayahnya.
“Saya pernah membeli rokok untuk bapak saya, waktu itu saya penasaran dengan rasanya dan mencobanya sekali sebelum saya SMP,” ungkapnya.
Rasa penasaran berubah menjadi kebiasaan harian. Kini, ia bisa menghabiskan lima batang rokok ilegal setiap hari—dijual eceran hanya seribu rupiah di kios sekitar sekolah. Uang untuk membeli rokok diambil dari uang jajan harian yang dia terima dari orangtua.
“Kami sudah coba berhenti, tapi susah. Badan rasanya tidak enak kalau tidak merokok,” kata Roky.
Marni, humas SMA Negeri Waiblama, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, menjelaskan bahwa Roky adalah siswa aktif di kegiatan ekstrakurikuler, termasuk paduan suara dan bola voli. Namun, dia menyayangkan bahwa kebiasaan merokok membuatnya sering tidak fokus di kelas.
“Dia sering mengantuk saat pelajaran. Secara akademik biasa saja, tapi saya khawatir dengan kondisi kesehatan mereka ke depan,” tutur Marni.
Sejauh ini tidak ada catatan kenakalan serius tentang Roky, namun pihak sekolah kesulitan memantau perilaku siswa di luar lingkungan sekolah.
Remaja dan Rokok: Data dan Realitas
Kisah Roky hanyalah satu dari ratusan remaja di Kecamatan Waiblama yang telah terpapar rokok sejak usia dini. Data dari Puskesmas Tanarawa mencatat sebanyak 181 pelajar aktif merokok, tersebar di 15 sekolah dari jenjang SD hingga SMA.
Kepala Puskesmas Tanarawa,Kecamatan Waiblama, Nusa Tenggara Timur ,Herman Mado, menjelaskan bahwa data tersebut diambil dari hasil skrining triwulanan melalui wawancara langsung dengan siswa. Ia menyebut angka ini bisa lebih besar, mengingat banyak siswa yang tidak hadir saat pendataan.
“Kami ingin mendeteksi sedini mungkin agar bisa langsung melakukan sosialisasi tentang bahaya rokok. Tapi kami sadari, ini tantangan besar,” ujarnya.
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 oleh Kementerian Kesehatan jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang. Dari jumlah itu, sebanyak 7,4 persen atau 5,18 juta orang di antaranya perokok berusia 10-18 tahun. Kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak (56,5 persen) dan diikuti kelompok usia 101-4 tahun sebanyka 18,4 persen.
“Kita dihadapkan dengan bahaya pertumbuhan perokok aktif di Indonesia, terutama pada anak remaja,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Eva Susanti dalam acara “Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2024 (www.sehatnegeriku.kemenkes.go.id)
Menurut Eva, pertumbuhan perokok aktif tidak terlepas dari industri produk tembakau yang gencar memasarkan produknya di masyarakat, terutama anak dan remaja, melalui media sosial.
“Upaya pemasaran dilakukan dengan memanfaatkan berbagai cara di antaranya jangkauan merek multinasional, influencer, topik yang sedang tren, popularitas, dan pengenalan merek tembakau serta nikotin di media sosial,” papar Eva.
Berdasarkan Data Tobacco Enforcement and Reporting Movement (TERM) edisi Mei – Agustus 2023, lebih dari dua pertiga kegiatan pemasaran produk tembakau diunggah di Instagram (68 persen), Facebook (16 persen) dan X (14 persen).
Selain lewat media sosial, TERM mendata bahwa industri produk tembakau juga melakukan pemasaran dengan membuka gerai di berbagai festival musik dan olahraga untuk menarik perhatian anak muda.
Ancaman lain adalah tren rokok elektrik (vape) di kalangan remaja. Tren remaja mengkonsumsi vape pada tahun 2019 di Indonesia sekitar 0,3 persen, maka persentasenya melonjak menjadi 3 persen pada tahun 2021.
Sebagai informasi, satu batang rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4.000 bahan kimia. Kandungan yang paling dominan di dalam rokok adalah nikotin dan tar. Dengan mengkonsumsi tembakau dalam rokok berdampak terhadap status kesehatan. Kanker paru-paru, oseophagus, laring,mulut, radang pada tenggorokan, dan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang disebabkan oleh konsumsi rokok atau tembakau.

Rokok Bukan Urusan Anak
Beberapa pelajar pria satu SMK di Kecamatan Waibalam, Maumere membeli dan menghisap rokok di warung yang letaknya di seberang sekolah mereka. Harga sebatang rokok merek Rastel Rp 1.000. Rokok yang menurut Polres Sikka sebagai ilegal ini diminati para perokok remaja karena harganya terjangkau.
Pemilik warung menjelaskan, anak-anak sering membeli rokok di tempatnya saat jam istirahat dan sepulang sekolah.
“Mereka sering membeli rokok di sini saat jam istirahat dan pulang sekolah, lalu merokok di depan warung saya,” ungkap ibu pemilik warung kepada KatongNTT, 13 Juni 2025.
Dia mengaku tidak mengetahui ada aturan yang melarang pemilik warung/toko/kios menjual rokok kepada anak-anak.
“Selama ini kami tidak pernah disosialisasikan tentang peraturan tersebut,” ujarnya memberi alasan.
Yohanis Loran, Humas SMP Negeri Pruda,Kecamatan Waibalam mengatakan bahwa pihak sekolah sudah menerapkan larangan merokok dan edukasi rutin. Namun pihak sekolah kesulitan mengendalikan kebiasaan merokok siswanya di luar jam pelajaran.
“Kami tidak bisa mengawasi mereka sepenuhnya. Setelah pulang sekolah, kami tidak tahu aktivitas mereka,” kata Yohanis.
Lori, guru di SMA Waiblama mengatakan pengaruh terbesar siswa menjadi perokok aktif bersumber dari luar, terutama lingkungan keluarga dan pergaulan bebas.
“Kami bertanggung jawab secara moral, tapi ruang gerak kami terbatas,” ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Sikka sebenarnya sudah menerbitkan Perda Kawasan Tanpa Rokok tahun 2018 . Pada pasal 5 Perda ini menyebutkan kawasan tanpa rokok meliputi:
a. Fasilitas kesehatan.
b. Tempat proses belajar mengajar.
c. Tempat anak bermain.
d. Tempat bermain.
e. Angkutan umum.
f. Fasilitas olah raga.
g. Tempat kerja.
h. Tempat umum atau tempat lain yang ditetapkan dengan keputusan bupati.
Perda ini mengatur bahwa pasal 5 sebagai kawasan bebas asap rokok . Khusus untuk Pasal 5 a-f, dilarang menyediakan tempat khusus untuk merokok kecuali untuk ayat g dan h disediakan tempat khusus untuk merokok.
Perda ini juga mengatur tentang sanksi, baik sanksi administratif hingga sanksi pidana untuk pelaku yang melanggar Perda ini.
Dalam implementasi, Perda Sikka tentang Kawasan Tanpa Rokok sepertinya mati suri saat ini. Pengawasan terhadap kawasan tanpa rokok sesuai pasal 5 tidak berjalan efektif. Terbukti, begitu mudahnya anak-anak mendapatkan rokok, lokasi penjualan rokok yang hanya beberapa meter jaraknya dari sekolah, dan orang-orang bebas merokok di mana saja.
Moat, warga Desa Pruda, Kecamatan Waiblama meminta pemerintah segera membuat aturan yang tegas bagi kios-kios agar tidak menjual rokok kepada anak-anak di bawah umur.
“Kalau tidak diatur, ini akan jadi kebiasaan turun-temurun. Anak-anak makin muda merokok karena aksesnya terlalu mudah,” kata Moat.
Paulina Nona, penulis buku Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Praktik Keperawatan, menekankan pentingnya ketegasan dari sisi kebijakan pemerintah dan budaya keluarga.
“Saya pikir solusinya agar pemerintah dapat menertibkan para penjual rokok agar jangan menjual kepada remaja usia sekolah,” kata Paulina.
Pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2024 yang melarang penjualan rokok eceran per batang dan penjualan rokok kepada individu di bawah usia 21 tahun. Selain itu, peraturan ini juga mengatur jarak penjualan rokok di kawasan sekolah dan tempat bermain anak adalah 200 meter.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Ai Maryati Solihah menegaskan, Perda tentang Kawasan Bebas Rokok wajib dipatuhi semua pihak.
“Perda itu wajib dilaksanakan dan diawasi pelaksanannya,” kata Ai kepada KatongNTT, 13 Juni 2025.
Dia mengkhawatirkan ada kesan masyarakat menormalisasikan anak merokok . “Mungkin anak merokok dianggap kenakalan ringan,” ujarnya.
Menurt Ai, KPAI telah bertahun-tahun melakukan upaya advokasi seperti meminta pemerintah menaikkan pajak bea cukai rokok tahun 2019. Kemudian mensosialisasikan kampanye “Belanja Rokok Diganti Telur Sekilo.”
“Apakah kampanye ini sampai di NTT? Sepertinya tidak,” ujarnya prihatin.
Beberapa kota/kabupaten ini dapat menginsprasi Pemerintah Daerah NTT dalam menegakkan peraturan Kawasan Tanpa Rokok. Kabupaten Sleman misalnya membuat gerakan “Keluarga Sehat Bebas Asap Rokok.” Gerakan ini diinisiasi Bupati Kustini Sri Purnomo dengan mengeluarkan surat edaran nomor 076 tahun 2022 tanggal 16 Desember 2022.
Selain itu, Sleman membuat Program peer educator dengan mengajak remaja menjadi agen perubahan di lingkungan seusia mereka.
Pemerintah Kota Padang Panjang, Sumatera Barat dan Kota Bogor, Jawa Barat, menerapkan kawasan tanpa rokok dengan meluaskan kawasannya hingga ke warung dan sekolah.
Di Denpasar, Bali diadakan kelas parenting dan pelatihan “Berani Bilang Tidak” untuk menurunkan angka perokok remaja. Program ini merupakan kolaborasi puskesmas, guru, dan orangtua.
Masyarakat Sikka dapat memulai gerakan sederhana untuk melindungi anak-anak dari bahaya rokok, misalnya dengan tidak meminta anak untuk membeli rokok. Para orangtua juga tidak merokok di rumah. [Yohanes Fandi)