Aturan Cegah dan Tangani Kekerasan Seksual di Undana Berlaku Maret Ini

Hentikan Kekerasan Seksual (obrag.org)
Kupang-Rektor Universitas Nusa Cendana (Undana) Maxs U.E Sanam mengatakan, rancangan peraturan rektor tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Perguruan Tinggi rampung pekan depan.
“Dalam 1 minggu ke depan,” kata Sanam kepada KatongNTT.com, 3 Maret 2022.
Peraturan rektor ini merupakan peraturan turunan dari Peraturan Menteri Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi Nomor 30 tahun 2021.
Mendikbud Ristek Nadiem Makarim mengeluarkan peraturan ini sebagai respons atas pengaduan masyarakat tentang maraknya kekerasan seksual di lingkungan kampus. Fenomena kejahatan ini seperti puncak gunung es, karena para korban tidak berani melaporkan peristiwa yang mereka alami.
Sanam dalam wawancara khusus dengan KatongNTT pada 25 Februari lalu menjelaskan, peraturan rektor tinggal dia tandatangani. Nantinya, peraturan itu akan memandatkan pembentukan satuan tugas untuk menerima laporan kasus kekerasan seksual di kampus Undana.
“Kita akan melakukan seleksi untuk personalnya (satgas-red),” ujarnya.
Satgas, dia melanjutkan, akan menerima laporan kasus-kasus kekerasan seksual yang dialami civitas akademika Undana baik mahasiswa, dosen, ataupun tenaga pendidikan, dan pegawai.
Satgas kemudian akan menyelidiki kasus itu, memberikan pendampingan kepada korban, dan memberikan rekomendasi kepada Rektor untuk mengambil keputusan lebih lanjut.
Menurut Sanam tentang fenomena gunung es dalam kasus kekerasan seksual di kampus terjadi karena tidak semua orang berani melaporkan. Misalnya, mahasiswa yang mengalami bullying oleh teman dan dosennya tidak berani melaporkan masalah ini. Jika melaporkan, maka bisa saja dia menerima tekanan dari pelaku.
Tapi Sanam menjelaskan, ada juga korban, mahasiswa Unanda yang berani melaporkan masalah yang dihadapinya. Mereka meminta Sanam untuk tidak membuka identitas mereka dan dia menyetujuinya.
“Saya jamin itu (merahasiakan identitas korban-red). Tapi saya mau ini ditangani secara sistem dengan personel-personel yang punya integritas kuat,” tegas Sanam.
Pegiat kemanusiaan di NTT, Pendeta Emmy Sahertian menyambut niat Rektor Undana segera memberlakukan peraturan untuk mencegah dan menangani tindak kekerasan seksual di kampus.
“Niat ini perlu disambut baik terutama untuk menangani kekerasan seksual di dunia pendidikan terutama di universitas,” kata Pendeta Emmy kepada KatongNTT, Sabtu, 5 Maret 2022.
“Sudah cukup lama konsiprasi bisu ini berlangsung dan dibiarkan,” ujarnya.
Menurut Pendeta Emmy, pembentukan satgas penting. Namun, yang terutama adalah personel satgas perlu memiliki atau membekali diri dengan perspektif gender dan HAM yg kuat.
“Perlu juga ada mekanisme kontrol terhadap penerapan kebijakan dan regulasi, juga pelaksanaan advokasi bagi korban,” tegas Pendeta Emmy.
Di bidang kesehatan, menurut Sanam, akan dibuka pusat studi kesehatan Undana dengan konsep help promoting university. Jadi pusat studi kesehatan ini tidak hanya menangani penyakit menular, tapi juga kesehatan mental, bebas bullying, dan kekerasan seksual. Sehingga aktivitas lembaga ini akan melibatkan dokter dan psikolog Undana.
Di dalam Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 30 tahun 2021 disebutkan kekerasan seksual mencakup tindakan secara verbal, nonfisik, fisik, dan atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Ada 21 tindakan kekerasan seksual yang diatur dalam Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 30 tahun 2021. Berikut rinciannya.
- Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik,kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban
- Memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban
- Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban
- Menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman
- Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban
- Mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban
- Mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban
- Menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban
- Mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi
- Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban
- Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual
- Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban
- Membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban
- Memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual
- Mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual
- Melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi
- Melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin
- Memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi
- Memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil
- Membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau
- Melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.(Rita Hasugian)