Yohanes sudah berusaha menasehati adiknya untuk mengakhiri hubungannya dengan Kanisius. Demi 4 anaknya, Antonia memilih bertahan.
Kupang– Kanisius Rupa Kolin, 40 tahun, telah membunuh Antonia Siana Herin secara sadis hingga tewas pada Minggu, 29 Agustus 2022. Ini puncak dari perilaku kekerasan yang berulang kalI dia lakukan kepada istri dan anak-anaknya.
Kanisius yang sehari-hari bekerja sebagai petani dan pekerja serabutan berulang kali melakukan tindak kekerasan kepada istri dan anak-anaknya, namun tidak kunjung jera sekalipun keluarga pihak istri telah menegurnya.
Menurut Yohanes Seni Herin, 48 tahun, bahkan keluarga istri pernah melaporkan tindak kekerasan Kanisius ke polisi pada Mei 2022. Yohanes, kakak kandung Antonia, mengatakan polisi mengeluarkan peringatan kepada Kanisius, tapi tidak digubris.
Tetangga pun beberapa kali menegur, tapi Kanisius tidak peduli.
“Bahkan makin ganas,” kata Yohanes melalui telepon kepada KatongNTT.com, Rabu, 1 September 2022.
Pertengkaran sepasang suami istri warga Desa Lemanu, Kecamatan Solor Selatan, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur ini kerap dipicu ulah Kanisius jika keinginannya tidak terpenuhi.
Yohanes menjelaskan, Kanisius sering memaksa istrinya untuk memberinya uang. Sementara dia sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan istri dan empat anaknya yang di usia sekolah. Sedangkan Antonia bekerja sebagai penjual sayur untuk menutupi kebutuhan keluarga mereka.
“Kalau pulang dari Adonara (tempat kelahiran Kanisius) tidak bawa uang. Dia kembali dari Adonara minta uang ke istri. Jika tidak ada, jalan terakhir dia pukul.” ujar Yohanes.
Bahkan Yohanes pernah baku ambil (bertengkar fisik) dengan Kanisius dipicu ulah bejad adik iparnya itu. Peristiwa itu terjadi tahun 2020 ketika Yohanes mengetahui rambut keponakannya, anak sulung Kanisius dipotong menggunakan parang karena dibakar rasa cemburu.
Anak sulungnya seorang perempuan yang saat ini duduk di kelas 2 SMA. Kanisius cemburu anaknya berteman dengan pria di desa itu.
“Saya baku ambil, berkelahi karena dia potong rambut anak perempuannya pakai parang. Dia cemburu kalau anaknya dekat dengan laki-laki,” ujar Yohanes dengan nada suara bergetar.
Sejatinya, sejak mereka hidup bersama hingga memiliki 4 anak, Kanisius sudah berulang kali menyakiti fisik dan mental Antonia.
Yohanes sudah berusaha menasehati adiknya untuk mengakhiri hubungannya dengan Kanisius. Demi 4 anaknya, Antonia memilih bertahan.
Tahun lalu mereka resmi menikah atas desakan keluarga suku Kolin atau pihak Kanisius.
“Mereka baru satu tahun menikah. Itu pun dipaksa menikah oleh suku Kolin,” tutur Yohanes.

Pegiat kemanusiaan untuk masalah kekerasan anak dan perempuan di Flores Timur, Benedikta da Silva atau disapa Mama Noben menjelaskan, setelah Kanisius dijebloskan ke rumah tahanan di Polsek Menanga dan istrinya tewas, empat anak mereka dihibur oleh Noben.
Noben yang tinggal di Larantuka memutuskan menyeberang ke Pulau Solor untuk menemui anak-anak korban untuk menghibur mereka.
“Mama Noben, beli bola kaki,” kata Mama Noben mengutip ucapan anak-anak yang menyaksikan kekejaman Kanisius terhadap ibu mereka.
“Saya hanya mau menghibur mereka. menghilangkan truma mereka,” tutur Mama Noben kepada KatongNTT.com.
Hingga tiga hari setelah peristiwa pembunuhan Antonia, tidak ada pihak berkompeten untuk melakukan pemulihan trauma kepada empat anak korban. Dinas Sosial hadir di saat terjadi peristiwa itu dan mengatakan akan menghibur anak-anak korban.
“Saya ada rumah singgah di Larantuka. Saya akan bawa mereka ke rumah singgah sekalian ukur seragam dan sepatu untuk mereka sekolah,” kata Mama Noben.
Yohanes menuturkan kepada KatongNTT.com bahwa dia dan istrinya akan merawat empat keponakannya hingga sekolah mereka tuntas.
“Kami minta perhatian pemerintah untuk anak-anak agar bisa sekolah sampai selesai,” kata Yohanes yang sehari-hari bekerja sebagai petani.
Ancam 4 Anaknya Lalu Bunuh Istri
Kapal yang ditumpangi Mama Noben sudah dalam perjalanan meninggalkan Solor menuju Larantuka pada hari Minggu, 29 Agustus 2022 pagi. Mendadak telepon berdering dan terdengar suara:” Mama Noben ada pembunuhan, tolong dulu lihat anak-anak.”
Mama Noben merespons suara itu : “Saya pulang dulu ke rumah karena tidak bawa pakaian ganti. Senin sore baru kembali ke Solor.”
Percakapan telepon itu dituturkan Mama Noben kepada KatongNTT.com, Rabu, 1 September 2022. Dia menepati janjinya dan tiba di lokasi ketika matahari sudah tenggelam di Solor.
Setelah berbicara beberapa saat di rumah Kepala Desa Lemanu, Sabinus Mubera Kolin, Mama Noben beranjak ke rumah korban. Dia menyaksikan keluarga pihak korban dari suku Herin berkumpul di bawah tenda yang didirikan di rumah duka.
Mama Noben dikenal warga Desa Lemanu karena sudah sering antar jenazah Pekerja Migran Indonesia asal desa itu yang bekerja di Malaysia.
“Tiga anak tidur, dan yang bangun kakaknya. Saya tidak tahan , tidak kuat, saya menangis tapi saya tekan supaya jangan tampak sedih di hadapan anak-anak,” ujarnya .
Suasana duka sangat terasa saat itu. Dia tidak melihat keluarga suku Kolin dari pihak suami korban hadir di rumah duka.

Menurut Mama Noben, beberapa hari sebelumnya Kanisius pergi ke Adonara untuk bekerja membelah batu di bantaran sungai. Dia pulang ke Solor membawa uang Rp 400 ribu untuk istrinya.
Di saat dia pulang, warga sedang mempersiapkan pesta untuk Sambut Baru (Sakramen Komuni) di Gereja pada hari Minggu, 29 Agustus 2022.
Mama Noben menjelaskan, pada Jumat, 27 Agustus 2022, Kanisius memanggil anak-anaknya dan bertanya dengan nada suara mengancam: “Kamu ikut Bapak atau Mama?”
Sebelum dia mengumpulkan anak-anaknya, Kanisius meminta uang Rp 250 ribu ke istrinya. “Dugaan kami untuk judi,” ujar Mama Noben.
Setelah mengeluarkan pertanyaan kepada keempat anaknya, Kanisius seperti kerasukan mengambil semua pakaian anak-anaknya. Anak-anak ketakutan mengatupkan mulut mereka dengan tubuh gemetar ketakutan. Mereka berempat berujar: “kami ikut Bapak.”
Kanisius kemudian membakar seluruh pakaian anak-anaknya.
Pada Jumat malam, tutur Yohanes, pertengkaran pecah kembali antara Kanisius dan Antonia dipicu soal uang. Kanisius memukul paha istrinya hingga bengkak. Merasa ketakutan, dia melarikan diri ke rumah Yohanes dan tidur di sana.
Sabtu malam, Antonia memilih tidur di rumah neneknya di desa itu, tak jauh dari rumahnya yang masih dalam tahap dibangun. Dia takut pulang ke rumah karena suaminya mengancam akan membunuhnya. Anak-anak ditinggalkan di rumah.
Pada Minggu subuh, Antonia kembali ke rumah. Namun dia tidak bisa masuk ke dalam rumah karena pintu ditutup dan jendela dipalang dari dalam. Namun dia berusaha masuk dan bertemu sekitar lima menit dengan anak perempuannya.
Kanisius mendengar suara istrinya dari dalam rumah lalu keluar. Dia langsung memukul dan menendang Antonia hingga terjadi pertengkaran.
“Setelah itu dia kejar istrinya. Tapi kakinya bengkak jadi tidak sempat lari. Akhinya dia bunuh pakai parang,” kata Yohanes dengan suara bergetar menahan emosinya.
Desa berpenghuni sekitar 200 kepala keluarga sepi. Banyak warga bersiap ke gereja. Hanya anak nomor dua korban yang saat ini duduk di kelas 6 SD menyaksikan peristiwa biadab ayahnya lalu berteriak. Kanisius kemudian melarikan diri.
Yohanes tiba di lokasi beberapa menit kemudian dan menyaksikan adik kandungnya bersimbah darah dan sudah tidak bernyawa.
Beberapa menit berselang polisi datang ke lokasi dan melakukan pemeriksaan peristiwa pembunuhan itu. Dokter, ujarnya, juga datang memeriksa jasad adiknya.
Media setempat memberitakan Kanisius sudah ditangkap dan ditahan di rumah tahanan Polsek Menanga, Solor Selatan.
Kapolsek Menanga, Ipda Jefri Amalo kepada media setempat menjelaskan, parang yang digunakan pelaku membunuhu korban dan juga baju korban sudah disita polisi sebagai barang bukti.
Dalam situasi prihatin mendalam keempat anak korban dan pihak keluarga , Antonia dimakamkan.
“Pemakaman tidak dihadiri pihak Gereja, dari basis saja. Pastor mungkin ada keluar. Gereja jauh dari sini,” ujar Yohanes. (Rita Hasugian)