Budidaya bawang merah umumnya tidak mudah dan biasanya menggunakan benih dari umbi. Salah satu petani di Desa Rana Loba, Kecamatan Borong, Manggarai Timur, NTT, mencoba budidaya bawang merah dari biji dan berhasil.
“Kami masih belajar, tetapi dari tiga kali menanam dengan biji, dua kali berhasil dengan baik. Selain benih, faktor hujan dan kondisi lahan sangat mendukung produksi yang bagus,” kata Kanisius Bas, belum lama ini.
Seperti diketahui, masyarakat Indonesia terbiasa menanam bawang merah dengan umbi hasil panen sebelumnya ataukah umbi seleksi yang dibeli dari penangkar atau petani lainnya.
Umbi tanam ini rentan terinfeksi oleh penyakit bawaan umbi (tuberborne desease). Penyakit umbi menyebabkan produktivitas umbi turun dari waktu ke waktu.
Bagi pengguna umbi tanam, penting sekali menggunakan umbi yang terseleksi agar hasil panennya bagus.
Selain umbi, ada model true shallot seed (TSS) yakni salah satu cara baru menanam bawang merah dari biji yang diperoleh dari bunga bawang merah.
Kanisius mencoba menanam biji bawang merah yang harga bibitnya terjangkau. Di Manggarai Timur hampir tidak ada petani yang membudidayakan bawang merah dengan biji. Selain sulit, budidaya bawang umbi lebih cepat panen. Namun harga bibit yang mahal menjadi kendala.
“Budidaya dengan biji butuh waktu lebih lama dibandingkan dengan umbi. Selain itu butuh keahlian dalam persemaian, harus sabar dan telaten,” ujar Kanisius yang sebelumnya bertani di Rahong Utara, Kabupaten Manggarai.
Berbekal pengalaman budidaya sawi dan hortikultura lainnya, Kanisius berhasil menanam bawang merah dengan panen umbi yang besar dan daya simpan lebih lama. Dia juga sudah memulai rotasi penanaman dengan umbi dan hasilnya terus meningkat.
“Padahal saya panen saat musim hujan dan tidak banyak petani yang berhasil,” ujar ayah dari lima anak ini.
Pengalaman Kanisius seharusnya menjadi model bagi petani dan pemerintah daerah untuk meningkatkan produksi bawang merah. Apalagi, sebagian pasokan bawang merah didatangkan dari luar Manggarai Timur dan biasanya terjadi lonjakan harga pada waktu-waktu tertentu.
Sebenarnya, beberapa petani penangkar di wilayah Lombok Timur, Sumbawa Besar dan Bima, NTB, sudah merintis dan menanam umbi generasi pertama dari hasil penanaman biji (disebut G0).
Salah satunya adalah Sumiadi, yang biasa dipanggil Pak Sum yang tinggal di sebuah desa kecil di kaki Gunung Rinjani, Lombok Timur.
Sejak akhir 2015, Sum mulai fokus menyemai (seedling) anakan bawang merah dari biji sekaligus untuk memotong mata rantai penanaman bawang. (https://agrifood.id/banyak-kendala-benih-bawang-merah-kanisius-bas-berhasil-di-manggarai-timur/)