
Kronologi Kasus Notaris Albert Riwukore Dijerat Pidana Penggelapan 9 SHM
Kupang – Kasus Notaris Albert Riwukore dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Christa Jaya Perdana bermula dari hilangnya sembilan bidang Sertifikat Hak Milik (SHM) dari kantor notaris Albert Riwukore.
Sembilan SHM tersebut adalah milik Rachmat, yang adalah debitur dari BPR Christa Jaya Perdana. Albert kemudian dilaporkan BPR Christa Jaya telah menghilangkan sertifikat jaminan, dalam Laporan Polisi Penggelapan Sertifikat dengan nomor LP: LP/B/52/II/2019/SPKT, tanggal 14 Februari 2019.
Awal kejadian dimulai dari BPR Christa Jaya Perdana menjadi kreditur bagi Rachmat, sebesar Rp735 juta. Untuk jaminan utangnya, adalah SHM nomor : 368/ Oebufu.
Kemudian, SHM diberi ke staf Albert untuk diikat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Namun kemudian diberikan kembali ke Rachmat untuk proses pemecahan SHM tersebut di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kupang.
Disebutkan proses pemecahan tak memerlukan APHT.
Pemecahan SHM. 368/Oebufu berjumlah 18 SHM, yang dilakukan oleh Rachmat dengan bantuan seorang calo.
Beberapa waktu kemudian, 3 dari 18 SHM yang ada, diambil BPR Christa Jaya Perdana, untuk kemudian dijual ke pihak ketiga.
Tindakan ini disetujui oleh Rachmat, karena hasil penjualan untuk pembayaran cicilan utang kreditnya.
15 bidang SHM yang tersisa, dititipkan ke notaris lewat staf Albert. Berdasar pada surat yang ditulis Albert, ia menyebut jika Rachmat kemudian meminta kembali sembilan SHM dengan dalih ingin memfoto copy.
Setelah didesak, baru kemudian Rachmat mengaku jika ia telah melunasi utangnya ke BPR Christa Jaya sebesar Rp3,5 M. Tercantum dalam satu eksemplar Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Serta pada dua lembar bukti transfer ke BPR Christa Jaya, masing-masing sejumlah Rp1.781.888.446 (satu milyar, tujuh ratus delapan puluh satu juta, delapan ratus delapan puluh delapan ribu, empat ratus empat puluh enam rupiah).
Menanggapi hal ini, Kuasa hukum BPR Christa Jaya. Bildad Tonak menyebut, benar adanya uang 3 miliar yang dikirim ke BPR Christa Jaya Perdana. Namun itu ke rekening pribadi Rachmat. Bukan untuk BPR Christa Jaya.
Terkait pengambilan sembilan SHM tanpa ijin dan sepengetahuan notaris, staf Albert yang diketahui bernama Rinda Djami, telah melaporkan Rachmat ke Polresta Kota.
Namun setelah diselidik, hal itu merupakan perbuatan yang dibenarkan oleh hukum. Oleh karena sembilan SHM diserahkan kepada Rachmat selaku pihak yang menitipkan dan pemilik sah atas sembilan SHM tersebut.
BPR Christa Jaya Perdana yang merasa dirugikan atas kelalaian yang dibuat staf Albert ini, kemudian melayangkan tudingan sembilan SHM tersebut telah digelapkan Albert.
Kasus ini kemudian diajukan ke Pengadilan Negeri Kupang dalam dua kali perkara. Yaitu no.184/Pdt.G/2018/PN Kpg dan 186/Pdt.G/2018/PN Kpg.
Laporan tersebut telah naik tahap penyidikan sejak tahun 2020 dan sudah ada dua gelar perkara pada 2021.
Akan tetapi Hakim Pengadilan Negeri Kupang dalam dua putusannya menyatakan gugatan BPR CHRISTA JAYA PERDANA kepada Albert dinyatakan tidak dapat diterima.
Penyidik Polda NTT mengambil kesimpulan kasus tersebut tidak cukup bukti dengan dikeluarkannya Surat Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor : S-TAP/37a/I/2022/ Ditreskrimum Polda NTT, pada 17 Januari 2022.
Atas SP3 tersebut, BPR mengajukan praperadilan dengan nomor perkara: 2/Pid.Pra/2022/PN Kpg. Yang mana amar putusannya menyatakan untuk mengabulkan permohonan praperadilan BPR Christa Jaya.
Untuk itu, SP3 Polda NTT terhadap laporan polisi untuk Notaris Albert Riwu Kore dibatalkan.
Sidang Praperadilan kemudian menetapkan Alberst sebagai tersangka penggelapan sembilan SHM tersebut.
Oleh Albert kemudian melakuka praperadilan terhadap Polda NTT. Namun dalam amar putusan, Majelis Hakim Negeri Kelas 1A Kupang menolak semua dalil praperadilan Albert.
Notaris senior di Kota kupang itu kemudian resmi ditahan sebagai tersangka pada jumat, 5/8/2022, di sel Rutan Mapolda NTT. (Ruth)