Mengapa Ukraina menjadi target operasi militer Rusia? Mengapa Presiden Rusia Vladimir Putin memutuskan menyerang negara tetangganya itu dan memaksa Pakta Atlantik Utara (NATO) tidak menerima Ukraina menjadi anggotanya?
Ukraina sebelum tahun 1991 merupakan bagian dari wilayah Uni Sovyet (sekarang Rusia). Keruntuhan Sovyet membuat sejumlah wilayah memerdekakan diri termasuk Ukraina pada tahun 1991.
Leoni Kravchuk, pemimpin Republik Soviet Ukraina menyatakan merdeka dari Moscow. Hasil referendum dan pemilihan presiden, Ukraina resmi merdeka dan Kravchuk sebagai presiden.
Dalam perjalanan Ukraina cenderung dekat ke negara-negara Barat. Hal itu terjadi saat Viktor Yushchenko, mantan perdana menteri pro Barat terpilih sebagai presiden tahun 2004.
Setahun setelah menjabat, Yushchenko berjanji membawa Ukraina keluar dari orbit Kremlin dan beralih ke Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Uni Eropa.
Di tahun 2008, NATO berjanji Ukraina akan bergabung menjadi sekutunya satu saat nanti.
Namun Viktor Yanukovich yang memenangkan pemilihan presiden pada 2010 dari Yulia Tymoshenko (mantan pengusaha energi) membawa Ukraina kembali dekat dengan Moscow.
Aksi unjuk rasa besar memprotes pemerintahan Yanukovich di lapangan Maidan di Kiev menewaskan puluhan orang. Parlemen satu suara mencopot Yanukovich.
Beberapa hari berselang, sejumlah pria bersenjata menyerang parlemen Crimea, dan mengibarkan bendera Rusia di negara bagian Ukraina itu. Moscow menganeksasi Crimea setelah keluar Referendum 16 Maret yang mendukung Criema bergabung dengan Federasi Rusia.
Setelah Crimea, Donbass menyatakan merdeka pada April 2014. Sebluma kemudian, pengusaha terkemuka Ukraina Petro Poroshenko memenangkan pemilihan presiden. Dia disebut membawa agenda Barat dalam pemerintahannya.
Di tahun 2017, Ukraina dan Uni Eropa sepakati membuka pasar bebas untuk berbagai produk dan jasa, bebas visa perjalanan bagi warga Ukraina ke Uni Eropa.
Dalam pemilihan presiden April 2019, mantan aktor komedi Ukraina, Volodymyr Zelenskiy mengalahkan Poroshenko. Dia berjanji akan memberangkus korupsi dan mengakhiri perang di wilayah timur Ukraina.
Zelenskiy pada Januari 2021 meminta Presiden Amerika Serikat Joe Biden agar memasukkan Ukraina sebagai anggota NATO.

Rusia mengerahkan pasukan bersenjatanya dalam jumlah besar ke dekat perbatasan Ukraina pada musim semi 2021 dengan alasan melakukan latihan perang.
Rusia marah besar ketika Ukraina menggunakan drone buatan Turki, Turkish Bayraktar TB2 untuk pertama kali di wilayah Timur Ukraina yang berbatasan dengan Rusia pada Oktober 2021.
Rusia pada 17 Desember 2021 membuat tuntutan keamanan secara rinci termasuk jaminan yang memiliki kekuatan hukum agar NATO tidak lagi melakukan aktivitas militernya di wilayah timur Ukraina dan Eropa.
Situasi tampak semakin tegang ketika situs pemerintah Ukraina diserang peretas dengan memberikan peringatan kepada warga Ukraina bahwa mereka akan takut dan akan terjadi hal yang terburuk.
NATO menjawab memberikan jawaban tertulis atas tuntutan Rusia dengan kembali menegaskan komitmennya bahawa NATO memiliki kebijakan pintu terbuka. Bersamaan itu menawarkan diskusi terhadap kekhawatiran Moscow.
Di Olimpiade Musim Dingin Beijing, Presiden Rusia Vladimir Putin mendapatkan dukungan dari Cina atas tuntutannya bahwa Ukraina tidak diperbolehkan bergabung dengan NATO.
Sinyal buruk ditangkap oleh Biden. Pada 9 Februari Biden mengatakan hal buruk dapat terjadi segera dan meminta Departemen Luar Negeri untuk mengeluarkan imbauan agar warga Amerika di Ukraina secepatnya keluar dari negara itu. Negara-negara lainpun didesak untuk meninggalkan negara itu secepatnya.
Presiden Zelenskiy bertepatan dengan hari Valentin, 14 Februari 2022 meminta warga Ukraina mengibarkan bendera dan menyaksikan lagu kebangsaan mereka pada 16 Februari. Beberapa media Barat menduga Rusia akan melakukan invasi pada tanggal itu.
Beberapa hari setelah pernyataan Zelenskiy, Rusia telah mempersiapkan ribuan pasukannya di perbatasan Ukraina. Menurut Duta Besar Amerika Serikat untuk Keamanan dan Kerjasma di Eropa (OSCE), Michael Carpenter, Rusia diperkirakan telah menempatkan sekitar 169 ribu hingga 190 ribu personilnya di dekat wilayah Ukraina.
Sehari kemudian, Pasukan nuklir Rusia terlihat melakukan latihan mliter dengan pengawasan langsung Putin.
Presiden Putin pada 21 Februari membuat pernyataan di televisi bahwa Ukraina merupakan bagian integral sejarah Rusia. Ukraina telah dimanfaatkan negara-negara asing dan menjadi penguasa boneka.
Putin menandatangani perjanjian untuk mengakui kemerdekaan wilayah di timur Ukraina dan memerintahkan pasukan Rusia berjaga-jaga di sana.
Putin menuntut demiliterisasi Ukraina dan menyatakan perjanjian perdamaian Minsk tidak lagi berlaku. Putin menuding Kiev telah membunuh perjanjian itu.
Menurut laporan media Barat, Putin berambisi untuk kembali menyatukan kembali wilayah Soviet di bawah kekuasaan Rusia. Ukraina dianggap sebagai ancaman terbesar Rusia karena kedekatannya dengan negara-negara Barat.
Keesokan hari, 24 Februari, Presiden Putin memerintahkan operasi militer khusus ke wilayah timur Ukraina. Pasukan Rusia memulai serangan rudal dan artilerinya ke arah pasukan Ukraina dan kota-kota besar melalui jalur darat dan udara.
Para pemimpin dunia segera merespons invasi Rusia ke Ukraina dengan meminta Putin menghentikan invasinya. Uni Eropa dan Amerika Serikat mengutuk invasi Rusia sebagai pelanggaran hukum internasional.
Uni Eropa dan Amerika Serikat menjatuhkan sanksi berat kepada Rusia atas invasi ke Ukraina. Uni Eropa bahkan membekukan aset Presiden Putin dan Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov.
“Rusia perlu menyaksikan bahwa dia akan diisolasi dari masyarakat internasional,” kata Joseph Borrell, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa. (Reuters/Euro News/k-02)