Kupang – Direktur LBH Apik Nusa Tenggara Timur (NTT) Ansy Rihi Dara mengatakan, selama tahun 2022 lembaganya menangani 118 kasus kekerasan seksual. Kasus tersebut meliputi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perkosaan, perceraian, percabulan, ingkar janji menikah, dan perzinahan.
LBH Apik NTT mencata, jumlah kasus kekerasan seksual di NTT tahun ini menunjukkan kenaikan sebesar 83 persen dibandingkan tahun 2021. Selain itu, jumlah kasus kekerasan seksual terus meningkat di NTT yang terbaca dari merangkaknya angka kekerasan seksual dari 2014 hingga 2022.
“Apik menemukan korban beragam. Ada anak, ibu rumah tangga, ASN, dan jurnalis,” kata Ansy saat memaparkan Catatan Akhir Tahun LBH Apik tahun 2022 di Kota Kupang, Rabu, 21 Desember 2022.
Adapun pelaku kekerasan seksual juga semakin beragam tanpa mengenal batas umur. Pelakunya dari usia 5 tahun hingga lanjut usia (lansia)atau 80 tahun. Pelaku adalah orang yang dekat dengan korban seperti orang tua kandung, saudara, paman, kakek, pacar, bahkan tokoh agama.
Koordinator Kebijakan LBH Apik NTT, Dani Manu memaparkan, dalam kurun waktu 2012-2015 para pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan berasal dari luar rumah korban. Setelah 2015 hingga sekarang, para pelaku justru berasal dari dalam rumah korban .
Munculnya lansia sebagai pelaku kekerasan seksual, menurut Dani, ini merupakan fakta baru yang LBH Apik masih mengkajinya.
“Rentang usia pelaku dari 2015 sampai sekarang sudah melibatkan anak. Sekarang malah melibatkan lansia sebagai pelaku. Kali ini kami menemukan peningkatan jumlah lansia sebagai pelaku kekerasan seksual,” ujar Dani.
Pelaku, ujarnya bukan lagi didorong karena nafsu untuk melakukan kejahatan seksual, tapi sudah didorong oleh fetishim (fantasia tau dorongan seksual menggunakan objek tidak hidup untuk merangsang seksual seseorang).
Selain berdasarkan data hasil penanganan kasus, LBH Apik juga memaparkan hasil riset media tentang kekerasan seksual di NTT.
Menurut LBH Apik, hasil liputan dua media cetak (Pos Kupang dan Victory News ) selama 2022 memperlihatkan data mencengangkan terkait kekerasan seksual. Dari total kasus yang diliput media sebanyak 211 berita, 51 persen merupakan kasus kekerasan seksual. Perinciannya, persentase tertinggi adalah kasus percabulan/perkosaan sebanyak 40 persen. Menyusul, kasus pelecehan seksual 4 persen, menyebarkan konten ketelanjangan pacaran 4 persen. Kemudian, prostitusi online 2 persen dan korban meninggal dan kawin tangkap 1 persen.
Mayoritas korban (87) persen dari total liputan media tentang kekerasan seksual adalah anak-anak. Sementara pelakunya adalah orang-orang yang seharusnya menjadi pelindung mereka. Yakni orang tua, korban, keluarga dekat, dan kekasih korban.
“Rumah tidak lagi tempat yang aman bagi perempuan dan anak, karena hampir seluruh kasus kekerasan seksual berawal dari dalam rumah tangga,” ujar Ansy. *****