Kupang – Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan Provinsi kepulauan yang memiliki 72 bahasa daerah. Tahun ini, Kantor Bahasa NTT akan merevitalisasi 5 bahasa daerah sebagai upaya mempertahankan bahasa daerah tersebut.
Ferdinandus Pangkul, Pengkaji Bahasa dan Sastra pada Kantor Bahasa NTT mengatakan revitalisasi perlu dilakukan karena bahasa daerah ini sudah banyak mengalami pengunduran. Kelima bahasa daerah tersebut yakni bahasa Manggarai, bahasa Dawan, bahasa Rote, bahasa kambera dan bahasa Abui di Alor.
Untuk bahasa Manggarai dan bahasa Dawan, penuturnya masih banyak namun belakangan mengalami kemunduran pada tingkat penggunaan di kalangan anak muda.
“Walaupun ia itu bahasa ibu mereka tetapi dalam penggunaan sehari-hari, baik itu di masyarakat, dalam percakapan di mana saja itu sudah jarang dilakukan oleh generasi muda kita,” kata Ferdinandus, di Kantor Bahasa NTT, Jumat (11/3/2022).
Ferdinandus mengatakan, setiap tahun kantor Bahasa dan Badan Bahasa terus berupaya merevitalisasi bahasa-bahasa daerah di NTT. Sebelumnya, revitalisasi difokuskan pada beberapa bahasa daerah di Kabupaten Alor.
Proses revitalisasi bahasa tahun ini akan melibatkan lebih banyak komunitas, pemangku kepentingan dengan sasaran yang lebih luas. Ferdinandus mengatakan, revitalisasi yang dilakukan sebelumnya di Alor, melibatkan kelompok kecil misalnya dalam satu sekolah dan kelompok masyarakat yang hidup di pedesaan.
“Kita sasar sekolah-sekolah, karena sebenarnya itu basis generasi muda juga dimana mereka harus belajar tentang budaya, tidak harus mereka belajar dari budaya luar tapi kita punya kebudayaan sendiri yang di dalamnya syarat akan nilai-nilai yang harus kita pertahankan, yang harus kita lestarikan,” ungkap Ferdinandus.
Bupati Alor, Amon Djobo mengatakan, Pemerintah Alor menyadari ancaman kemunduran penggunaan bahasa daerah di Alor. Pihaknya melakukan edukasi bagi masyarakat melalui sosialisasi dan pembentukan Dewan Bahasa tingkat Kabupaten Alor.
“Tim bahasa sudah mulai meneliti untuk meremajakan bahasa daerah ini,” kata Amon kepada katongNTT.

Ada dua bahasa di Alor yang menurut Amon, terancaman punah dan mengalami pengunduran, yakni bahasa Reta dan bahasa Abui. Amon mengatakan, revitalisasi harus menyasar semua masyarakat. Pasalnya, bahasa daerah selain sebagai kekayaan budaya, juga menjadi alat pemersatu suku. Pemerintah Alor juga siap mendukung melalui pendanaan kegiatan revitalisasi bahasa.
Ferdinandus menjelaskan, proses revitalisasi bahasa daerah di NTT tidak hanya berfokus pada penggunaan bahasa daerah dalam percakapan. Revitalisasi menjadai gerbang meningkatkan kecintaan masyarakat terutama generasi muda terhadap bahasa daerah melalui berbagai kegiatan.
Menurut Ferdinandus, masyarakat akan dialatih untuk membuat puisi dalam bahasa daerah, berpantun dalam bahasa daerah, menulisan cerita rakyat menggunakan bahasa daerah dan beberapa kegiatan lainnya.
“Memang kami melihat banyak generasi muda yang sudah asing dengan bahasa daerahnya sendiri. Sehingga dalam tahun ini, dengan konsep yang lebih besar kita melibatkan banyak komunitas, banyak pemangku kepentingan sehingga ini menjadi kesadaran bersama,” ujar Ferdinandus.
Bupati Rote Ndao, Paulina Haning-Bullu sepakat bahwa ada kemunduran penggunaan bahasa daerah. Generasi muda, kata Paulina, tidak lagi tertarik untuk belajar tentang bahasa daerah.
Di Rote Ndao, kata Paulina, bahasa daerah dimasukan sebagai salah satu pelajaran bagi siswa-siswi melalui mata pelajaran Mulok. Paulina menegaskan, bahasa sebagai bagian dari kebudayaan perlu dirawat dan dilestarikan secara turun temurun melalui penggunaan bahasa daerah itu.
“Sekarang anak-anak perlu dipacu sehingga mereka tau menghargai (menggunakan,red) bahasa Ibu sebagai bagian dari warisan budaya,” kata Paulina. (K-04)