Kupang – Persoalan sampah di Nusa Tenggara Timur (NTT) terjadi di wilayah daratan. Sampah di laut NTT pun kian mengkhawatirkan.
Lumban Nouli L. Toruan, pengajar pada Jurusan Kelautan dan Perikanan Undana Kupang mengatakan, sampah sudah mencemari wilayah pesisir dan laut NTT. Jenis sampah tersebut banyak disumbangkan dari aktivitas manusia seperti gabus, kaleng dan berbagai material plastik yang memberikan dampak buruk bagi ekosistem laut.
“Sampah ini bukan hanya terombang-ambing di permukaan air, namun juga terdapat di kolom perairan sampai dasar laut,” kata Lumban kepada KatongNTT pekan lalu.
Ia mengatakan, sampah di laut NTT terus bertambah. Dugaan itu didasarkan pada jumlah penduduk yang terus bertambah akibat kelahiran dan migrasi. Ia menyarankan adanya kajian lebih lanjut yang berkesinambungan untuk mengetahui kondisi sampah di laut NTT.
“Sampah ini tidak hanya mempengaruhi estetika pesisir yang begitu indah, namun juga memberi dampak bagi keberadaan makhluk hidup dan kesehatan manusia,” kata Lumban.
Radith giantiano, dari Komunitas Underwater Kupang menjumpai banyak sampah saat menyelam. Setiap minggu saat berlatih, mereka menemukan sampah berserakan di dasar laut.
Sampah tersebut, kata Radith, kebanyakan merupakan sisa sampah rumah tangga seperti kantong plastik dan jenis sampah lainnya.
Sebagai pencinta laut, Radith bersama teman-temannya akan memungut sampah yang berserakan untuk di kumpulkan. Aktivitas itu dilakukan secara spontan tanpa diperintah.
“Ketika kita menikmati keindahan bawah laut dan melihat ada sampah itu seperti merusak suasana hati,” kata Radith.
Sampah dapat merusak habitat perairan. Lumban mengatakan, terumbu karang pun bisa dirusak oleh keberadaan sampah. Selain itu, mempengaruhi fotosintesis organisme di bawah kolom perairan.
Bahaya sampah lainnya yakni bisa mengakibatkan kematian pada organisme laut seperti ikan, penyu dan mamalia laut. Dampaknya kata Lumban akan mengganggu jaring makanan ekosistem laut.
Bagi manusia, sampah di laut bisa menyebabkan kerugian ekonomi bagi industri perikanan dan kelautan. Lumban menjelaskan, ancaman lain yang nyata adalah menurunnya kualitas hidup masyarakat pesisir.
***
Selain sampah berukuran besar, Lumban mengungkapkan berdasarkan penelitian yang dilakukan bersama mahasiswa dari Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Undana, ada bahaya lain yang menjadi ancaman di perairan yakni mikroplastik.
Mikroplastik adalah partikel dengan ukuran kurang dari 5 mili meter. Hasil penelitian itu menunjukkan adanya mikroplastik pada kolom air laut, sedimen zona intertidal dan ikan pelagis.
“Jumlah mikroplastik terbanyak terdapat pada sedimen, diikuti kolom perairan, kemudian ikan,” ujar Lumban.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2019 di wilayah perairan Teluk Kupang itu menemukan berbagai jenis mikroplastik seperti fiber, fragmen, film dan foam. Lumban menuturkaan, fiber merupakan tipe yang paling mendominasi.
“Meskipun tidak semua ikan pelagis yang kami teliti terpapar mikroplastik, namun kajian ini menunjukkan bahwa mikroplastik telah masuk ke dalam rantai makanan,” kata Lumban.
Ia mengatakan, berdasarkan beberapa riset terbaru, menunjukkan efek buruk mikroplastik bagi biota laut dan manusia. Pasalnya, plastik memiliki zat aditif yang berbahaya bagi makhluk hidup.
Mikroplastik yang masuk ke tubuh biota laut dapat mengganggu sistem reproduksi hingga mengakibatkan kematian.
“Pada manusia, kehadiran mikroplastik dapat merusak sistem kekebalan tubuh sehingga lebih mudah terkena penyakit,” jelas Lumban.
Mengutip doktersehat.com, mikroplastik juga bisa mengakibatkan kerusakan sel, menyebabkan reaksi alergi, gangguan hormon. Selain itu bisa memicu kanker dan penyakit serius lainnya, mengganggu metabolisme dan mempengaruhi perkembangan janin.[Joe]
Baca juga: Nelayan Pesisir NTT Diabaikan, Dari Kekurangan Infrastruktur Hingga Kriminalisasi