Oleh: Tonnio Irnawan , Pembaca buku sejarah
Peristiwa dini hari 1 Oktober 1965 atau lebih dikenal sebagai Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) adalah urusan politik yang berdampak sangat besar pada kemanusiaan. Pembunuhan terhadap 7 perwira Angkatan Darat RI diikuti gonjang ganjing yang menimpa bangsa. Berikutnya terjadilah tragedi kemanusiaan yang getarannya masih dirasakan bangsa ini.
Berikut saya tuliskan kembali sepotong kecil kisah kehidupan dr.Haji Soebandrio dan Letkol Untung Samsuri. Dua orang ini dituduh sebagai aktor peristiwa yang terjadi 57 tahun lalu.
Buku “Kesaksianku tentang G30S” ditulis dr. Haji Soebandrio. Jabatan terakhirnya adalah Wakil Perdana Menteri I, Menteri Luar Negeri dan Kepala Badan Pusat Intelijen. Ketiga jabatan penting ini dirangkapnya dalam tempo yang sama sampai Pak Ban ditahan sejak Maret 1966.
Buku 80 halaman ini diiterbitkan Forum Pendukung Reformasi Total, Jakarta 2001. Soebandrio menyebut dirinya bukan PKI (hal.71). Di hal.70, ia menulis ,”Saya yakin bahwa dalang G30S bukan Aidit”. DN Aidit adalah Ketua PKI yang tertangkap tentara dan langsung ditembak mati saat itu juga.
Soebandrio menuduh Soeharto yang melakukan kudeta merangkak terhadap Presiden Sukarno. (Hal.78) Dalam bukunya, Soebandrio menceritakan pertemuan terakhirnya dengan Letkol Untung Samsuri. Keduanya sama-sama telah divonis hukuman mati.
Letkol AD Untung adalah Komandan Batalion I Tjakrabirawa, pasukan pengamanan dan pengawalan Presiden Sukarno. Letkol Untung adalah komandan penculikan 7 perwira Angkatan Darat pada dini hari 1 Oktober 1965. Pada hal.61 hingga 63, Pak Ban menulis pengalamannya menjelang Untung dieksekusi mati. Keduanya ditahan di Penjara Cimahi, Bandung.
“Sampai suatu hari di akhir 1966 Untung dijemput dari selnya oleh beberapa sipir. Diberitahukan bahwa Untung akan dieksekusi. Itulah saat-saat terakhir Untung menjalani hidupnya. Saya dan Untung yang sudah akrab selama berada dalam satu penjara, benar-benar terhanyut dalam suasana haru. Saya bukan hanya terharu, tetapi juga bingung, sedih, bahkan panik. Sebab Ahmad Durmawel (oditur militer yang mengadili saya) saat itu memberitahukan bahwa saya akan mendapat giliran dieksekusi 4 hari kemudian. “
“Saya ingat hari itu Selasa. Berarti saya akan dieksekusi Sabtu. Sebelum Untung dijemput untuk dibawa ke luar penjara, saya sempat menemuinya. Saat itu ia sudah ditanya permintaan terakhir. Mungkin karena sedang panik, ia tidak minta apa-apa. Untung tahu saya akan dieksekusi hari Sabtu. Maka, pertemuan saya dan Untung benar-benar luar biasa. Hati kami tidak karuan. Untung akan segera ditembak, sedangkan saya 4 hari lagi.
“Ada kalimat perpisahan Untung yang saya ingat hingga sekarang. Ia mengatakan demikian, ‘Pak Ban, selamat tinggal. Jangan sedih. Empat hari lagi kita ketemu lagi di sana,’ katanya sambil menunjuk ke atas. Suaranya bergetar. Matanya berkaca-kaca. Tentara yang gagah berani ini tidak menangis, tapi saya tahu ia sangat panik. Ia benar-benar tidak menyangka bakal dikhianati oleh Soeharto.
“Menengok hari-hari sebelumnya, Untung begitu sering mengatakan kepada saya bahwa tidak mungkin Soeharto akan mengkhianatinya. Sebab dia adalah sahabat Soeharto dan ia mengatakan Soeharto mengetahui rencana G30S.”
Menjelang senja, Untung dengan pengawalan ekstra ketat berjalan menuju pintu gerbang meninggalkan Penjara Cimahi. Saya mengamati keberangkatan Untung yang berjalan tegap. Saya kemudian mendengar Untung dieksekusi di sebuah desa di luar kota Bandung. Saya sudah tidak sempat sedih lagi memikirkan nasib Untung. Hidup saya sendiri akan berakhir sebentar lagi. Setelah Untung dieksekusi saya benar-benar gelisah. Manusia mana yang tidak takut jika hari kematiannya sudah dtentukan. “
“Tetapi inilah keajaiban karena Presiden AS – Lyndon Johnson dan Ratu Inggris – Elizabeth, di luar sepengetahuan saya, mengirimkan surat kawat kepada Presiden Soeharto. Inti surat tersebut : Soebandrio jangan ditembak. Saya tahu dalam G30S dia tidak terlibat.”
Soeharto menanggapi baik permintaan dua pemimpin negara besar ini. Beda dengan Untung, Soebandrio urung didor. Soebandrio menduga pertolongan sang Ratu karena mereka saling kenal. Pak Ban pernah menjadi Duta Besar RI untuk Kerajaan Inggris.
Lain dengan Letkol Untung. Nasibnya berbeda, Ia kenal Soeharto yang pernah menjadi atasannya. Presiden Soeharto tak memberinya ampun. Hidup Untung harus diputus berdasarkan vonis mahkamah militer. Senapan : Dor…Dor…Dor.. .
Pada 1995 Pak Ban dibebaskan dari penjara. Sabtu, 3 Juli 2004 di Jakarta dokter spesialis bedah ini meninggal. Usianya 90. Penjara mempertemukan keduanya. Eksekusi mati yang memisahkan keduanya. *****