
Bisnis Camilan NTT Mama Ana Melejit Setelah “Ganti Baju”
Lasiana – Pandemi COVID19 dan badai seroja yang menimpa NTT, memberi pelajaran berarti bagi Olivira Ballo akan bisnisnya bermerek Mama Ana.
Bisnis Olivira fokus pada pengolahan pangan NTT dalam kemasan yang diberi merek mengikuti nama ibunya.
Dia mulai berbisnis pada 2013.
Hingga pada 2020 sejak COVID19 masuk ke NTT, produksi aneka camilan dari kacang tanah, kenari, dan kacang mede, serta gula semut miliknya lumpuh total. Omsetnya pun menurun drastis.
“Jadi kemarin di masa-masa sulit di pandemi itu, sempat sepi. Tidak ada kerjaan. Omset turun 90 persen,” ujar Ira, sapaan akrab perempuan itu.
Biasanya dia memproduksi aneka camilan tiga sampai empat hari dalam seminggu. Namun akibat tak adanya orderan, Ira bersama empat orang pekerjanya hanya sekadar membersihkan rumah produksi mereka.
Badai Seroja pada April 2021 semakin memperparah bisnisnya. Atap gudangnya yang terhempas angin kencang saat itu, membuat sebagian produknya yang telah selesai dikemas terkena hujan.
Selama dua tahun minim produksi, Ira merasa perlu adanya perubahan berarti dalam produk-produknya.
“Jadi kita bikin rebranding. Kita ubah logo, merek tetap Mama Ana. Semua kemasan kita ubah. Varian produk kita tambah baru. Waktu itu saya target, begitu market mulai membaik, kami masuk dengan ‘baju’ yang baru,” jelas Ira.
Sampai pada kondisi mulai membaik, pemasaran makin meningkat, kini rumah produksi Mama Ana di Lasiana, Kota Kupang itu, terus beroperasi setiap hari.

Penjualan pun bukan lagi sekadar di Kota Kupang, namun sudah keluar Kota Kupang dan NTT.
“Pemasarannya di NTT itu di Kota Kupang, kemarin sempat di TTS, TTU, tapi berhenti saat pandemi Covid-19. Sekarang di Labuan Bajo, kemudian di Jakarta. Di Kupang itu yang pertama ada di Dekranasda NT. Kemudian dijual di toko oleh-oleh khas NTT Ibu Soekiran, dan Aroma. Untuk gula semut kita baru masuk di dua hotel di Kupang, dua bulan terakhir ini,” ujar perempuan 48 tahun tersebut.
Selain itu, ia pun bekerja sama dengan beberapa perusahaan di luar NTT. Mereka menyebut, senang dengan konsep produk Mama Ana yang mengolah bahan lokal dengan pembuatanya tanpa miyak.
Resep dan pengolahan dari Ira, kemudian dikemas dengan mereknya dari perusahaan tersebut.
“Istilahnya kita ini private labels dari luar NTT, dari Jakarta khususnya. Satu lagi Private labels tapi sistemnya musiman. Jadi misalnya dari satu institusi pesan, itu menggunakan desain kemasan yang mereka inginkan. Itu biasanya kita kerjakan eksklusif,” sebut Ira saat ditemui di rumahnya pada Jumat, 12/8/2022.
Meningkatnya jumlah pesanan membuat omsetnya meningkat dari periode sebelum dan masa pandemi.
“Yah, omset perbulan sekarang sampai tiga digit lah,” ujarnya.
Bagi Ira, untuk sampai pada titik yang sekarang, adalah hikmah yang didapatnya lewat peristiwa pandemi dan Seroja di waktu lalu.
Ira menyebut, walau sudah mencapai keuntungan yang besar, serta memiliki banyak reseller, tak mengharuskannya untuk terlalu berbangga akan pencapaiannya itu.
Dua peristiwa beruntun yang hampir menghentikan usahanya itu mengingatkannya untuk tetap rendah hati, karena segala sesuatu bisa terjadi kapan saja. Peristiwa itu pun dilihat Ira sebagai waktu yang diberi Tuhan untuk berbenah diri.
“Pekerjaan ini penuh dengan ketidakpastian. Sejak corona, kita diajarkan bahwa tidak bisa kita bergantung pada kekuatan kita. Karena semua yang kita kerjakan saat Tuhan bilang stop, stop. Optimis memang perlu, tapi kaki harus tetap ‘injak tanah’,” jelas perempuan asal Kota Kupang itu.
Selain itu, pengalaman susah senang selama menjajaki bisnisnya dari nol, sembilan tahun lalu hingga kini, membantu Ira untuk terus berdiri mengembangkan sayapnya.
Semua bagian pekerjaan dalam bisnisnya punya tantangannya masing-masing. Dari dapur, misalnya untuk pemilihan bahan baku. Bagaimana ia harus membangun komunikasi yang baik dengan petani untuk mendapatkan bahan baku yang baik.
Berlanjut pada proses dan pasca produksi yang juga beberapa kali mengalami kendala.
“Pengolahannya sudah lumayan bagus. Tapi pasca produksinya. Bagaimana mereka kirim dari Rote ke Kupang. Kita pernah mengalami gula semut yang sudah bagus diproduksi, tapi setelah masuk truk kena minyak tanah. Ada juga yang kena air ikan. Prakteknya sering kita temui seperti itu,” cerita Ira.
Hal ini pun berlaku juga dengan kenari yang dikirim dari Alor.
Hal yang selanjutnya dilakukan Ira ialah membangun komunikasi. Hal itu tentunya perlu waktu dan kedekatan juga dengan mitranya. Jadi sekali kejadian tidak langsung mengganti supplier, tapi bangun komunikasi dengan para supplier tersebut agar menemui kesepakatan bersama.
Tak lupa juga, pada bagian pemasaran yang awalnya tak mudah menemukan outlet yang mau menjual dagangannya. Namun, konsistensinya untuk terus ada selama sembilan tahun ini membuat ia kini mendapat tempat di pasar.
Pengolahan pangan lokal dalam kemasan dengan menggunakan bumbu pilihan, membuat produk-produk olahan Ira laku terjual di pasaran.
Resepnya kebanyakan dibuat sendiri olehnya. Namun beberapa terinspirasi juga dari Youtube. Bahkan bukan hanya resep dari Indonesia. Tapi terpengaruh juga resep dari luar.
“Misalnya kacang panggang yang kita bikin bumbu dengan kayu manis. Di budaya kita itu tidak terlalu umum. Tapi dengan informasi yang luas beredar itu, akhirnya kita coba, dan diterima dengan baik oleh pasar,” ujar Ira.
Pengemasannya pun dipercantik dengan keranjang anyaman, hasil kerajinan tetangganya. Membuat produknya makin dilirik calon konsumen.
“Saya berpikir bagaimana usaha kita ini bisa bergandengan dengan usaha lain. Awalnya hanya untuk mempercantik produk ini. Tapi sekarang, ada yang suka sama keranjangnya dan beli produk kami untuk dapat anyamannya. Jadi memang anyaman buatan mama-mama kita ini diapresiasi,” jelas Ira.

Perempuan lulusan kimia murni ini awalnya tak menyangka akan ada pada pekerjaan ini. Ia sebelumnya adalah seorang manager di satu perusahaan kimia multinasional di Jakarta. Sering berpindah tempat di dalam maupun luar negeri.
Namun, rutinitas yang dijalankannya selama 15 tahun itu akhirnya mengantarkannya pada satu titik jenuh. Ia memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya, dengan tanpa rencana apa-apa awalnya.
“Saya ingat dulu bos saya di Jakarta tanya, ‘Kalau pulang Kupang mau ngapain?’. Nah ini bukti nyata dari omongan adalah doa. Saya tidak punya rencana. Jadi waktu itu saya bilang ‘rumah gue dekat pantai. Gue pengen tiap hari ke pasar pake celana pendek sama sandal jepit.’ Dan sekarang itu kejadian,” ceritanya diakhiri tawa.
Dengan tanpa rencana, ia kembali ke tanah lahirnya dan mencoba membuka usaha abon ikan, se’i sapi, dan membuat kue Tar susu. Namun tak ia lanjutkan dan lebih fokus ke camilan pangan lokal ini.
Walau mendapat banyak rintangan, Ira terus berusaha dan menumpahkan hati dan pikirannya di pekerjaannya yang ia lakoni sekarang.
“Itulah hidup. Kalau saya ditawari untuk balik kehidupan yang dulu, tidak mau. Kita pernah merasakan saat kita mau kerja, Tuhan tidak kasih kesempatan. Sekarang Tuhan kasih kesempatan kerja, lakukan dengan jujur, baik, benar, optimal, seolah-olah bekerja untuk Tuhan.” pungkas Ira. *****
Silakan hubungi nomor +6281398494835 jika berminat untuk membeli produk UMKM ini. Ayo kita dukung kemajuan UMKM NTT!