Direktur Jenderal Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kominfo, Usman Kansong mengaku belum mengetahui isi 4 pasal dalam Permenkominfo 5/2020 yang menurut AJI berisiko mengancam kebebasan pers.
Kupang –Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) belum ada rencana untuk mengkaji atau merevisi Permenkominfo nomor 5 tahun 2020 tentang penyelenggara sistem elektronik lingkup privat. Sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mendesak Kementerian Kominfo membatalkan Permenkominfo nomor 5 tahun 2020. AJI beralasan beleid ini berisiko mengancam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
“Belum ada rencana mengkaji atau merevisi Permenkominfo. Kami belum bahas lagi. Belum tahu keberatan itu seperti apa,” kata Direktur Jenderal Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kominfo, Usman Kansong kepada KatongNTT.com pada Jumat 22 Juli 2022.
Usman mengaku belum mengetahui isi 4 pasal dalam Permenkominfo 5/2020 yang menurut AJI berisiko mengancam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
“Saya sendiri tadi tanya pasalnya apa,” ujar Usman.
Menurut Usman, Permenkominfo 5/2020 itu ditujukan kepada PSE yang menjalankan bisnis murni seperti Google, Whatsapp, Tiktok. Tidak termasuk di dalamnya perusahaan pers yang memproduksi berita meski ada unsur bisnisnya seperti iklan.
“Jadi yang namanya website media berita tidak terkena kewajiban (mendaftar),” jelas Usman.
Menurut dia, PSE yang full menjalankan bisnis seperti Google, Whatsapp, Tiktok, Zoom telah mendaftar sebelum batas waktu tanggal 21 Juli 2022 sebagaimana diatur dalam Permenkominfo 5/2020.
“Google , WhatsApp, Tiktok, Zoom, sudah daftar semua sampai tanggal 20 Juli malam,” ujarnya.
Seluruh PSE mendaftar secara online ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), tapi tidak termasuk perusahaan pers.
Usman menjelaskan, kewabijan PSE mendaftar untuk memantau konten dan penyebaran data agar tidak terjadi seperti hoaks, disinformasi, dan pengelolaan informasi yang tidak baik. Seluruh PSE terikat dengan hukum Indonesia.
“Ini memperkuat kalau ada nanti persoalan. Untuk melindungi masyarakat misalnya dari hoaks, disinformasi, pengelolaan informasi yang tidak baik,” papar Usman.
Sedangkan perusahaan pers, ujarnya, mendaftar ke Dewan Pers. Verifikasi terhadap media berita dilakukan Dewan Pers. (Rita Hasugian)