Kupang – Wali Kota Kupang, Jefri Riwu Kore mengeluarkan instruksi Nomor: BKPPD.800008/B/I/2022 tentang rujukan pasien BPJS dari Puskesmas ke BLUD SK Lerik. Instruksi ini mewajibkan semua Puskesmas, hanya memberikan rujukan bagi pasien peserta BPJS ke Rumah Sakit SK Lerik.
Instruksi ini mencederai hak pasien dalam memilih layanan fasilitasi kesehatan. Kondisi ini bertentangan dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada pasal 5 ayat (3) disebutkan setiap pasien berhak menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
Dampak dari Instruksi Wali Kota Kupang tersebut, Kepala Perwakilan Ombudsman NTT, Darius Beda Daton menyampaikan, banyak pasien mengeluh dengan antrian yang panjang di Rumah Sakit SK Lerik.
Darius yang dihubungi katongNTT pada Rabu (9/3/2022) mengatakan, instruksi ini menimbulkan kerugian tersendiri bagi pasien dan keluarga. Ini akibat dari antrian yang panjang di loket poliklinik.
“Hal ini terkonfirmasi dari beberapa pasien yang dirujuk ke RS SK Lerik. Mereka harus menunggu berjam-jam karena membludaknya pasien di poli-poli tertentu,” jelas Darius.
Kondisi yang dialami pasien, seperti disampaikan Darius, bertentang dengan Pasal 5 ayat (2) UU nomor 36 tahun 2009. Pasien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
Wali Kota Kupang, Jefri Riwu Kore dalam Instruksi tersebut menekankan Puskesmas yang tidak merujuk pasien BPJS ke RS SK Lerik akan dikenakan sanksi. Sanksi tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor: 94 tahun 2021 tentang Displin PNS, pasal 3 huruf c. Pasal tersebut pada intinya menyatakan, PNS wajib melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
“Kebijakan ini bermaksud baik untuk meningkatkan pendapatan RS SK Lerik. Namun harus diletakan sesuai dudukan regulasi serta dibarengi dengan kesiapan tenaga kesehatan dan sarana prasarana yang memadai,” kata Darius.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI nomor:001 tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan, pasien harus dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat yang memiliki kemampuan pelayanan sesuai kebutuhan pasien. Hal itu dimaksudkan untuk peningkatan aksesibilitas, pemerataan dan peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan.
“Rujukan memperhatikan pertimbangan keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis. Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari pasien dan/atau keluarganya,” kata Darius.
Hal yang sama juga diatur dalam Permenkes nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional, pasal 15 ayat (1).
Darius mengatakan, Kota Kupang memiliki 52 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), 11 diantaranya adalah Puskesmas.
“Mewajibkan puskesmas agar merujuk pasien hanya ke rumah sakit tertentu tidak dapat dibenarkan karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atas,” jelasnya.
Darius mengatakan, instruksi Wali Kota Kupang menjadi persoalan sebab terkait dengan hak pasien yang diatur dalam beberapa regulasi diantaranya, pertama: Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kedua: Undang-Undang Nomor: 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran yaitu hak mendapat pelayanan sesuai kebutuhan pasien.
Ketiga: Undang-undang Nomor: 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit yaitu pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan dan memperoleh layanan yang adil tanpa diskriminasi. Keempat: UU 36 tahun 2009 ttg kesehatan, bahwa setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
Kelima: Permenkes Nomor: 36 tahun 2015 tentang Pencegahan kecurangan (fraud) dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan pada sistem jaminan sosial nasional bahwa termasuk tindakan Kecurangan JKN yang dilakukan pemberi pelayanan kesehatan di FKTP jika melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan tertentu.
Keenam: Permenkes Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Puskesmas dalam menyelengagarakan upaya kesehatan melaksanakan rujukan sesuai sistem rujukan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Darius mengatakan, Tim Pencegahan Ombudsman NTT sudah melakukan rapat koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Kupang, BPJS Kesehatan, seluruh Rumah Sakit di Kota Kupang dan Puskesmas di Kota Kupang membahas instruksi tersebut.
Hasilnya, pada Selasa (1/3) lalu Ombudsman menerima informasi dari Pemerintah Kota Kupang bahwa saran dari Ombudsman NTT diterima sebagai bahan revisi instruksi tersebut agar tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal itu dibenarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, drg. Retnowati.
“(Revisi) masih sementara dibahas bagian hukum dengan BKP2D,” kata Retnowati.
Darius mengatakan, setalah pertemuan itu masih ada beberapa pengeluhan yang diterima Ombudsman dari masyarakat Kota Kupang. Dilain pihak, Retnowati mengatakan, pihaknya tidak menerima pengeluhan apapun dari masyarakat terkait instruksi tersebut.
“Ada keluhan terkait FKTP yang mewjibkan pasien harus ke SK Lerik meski sebelumnya mereka di RS lain,” jelas Darius.
KatongNTT berupaya mengkonfirmasi Direktur Rumah Sakit SK Lerik, namun tidak bisa ditemui. Informasi yang didapatkan dari seorang staf RSUD SK Lerik di ruang tunggu Direktur, Rabu (9/3/2022) sekitar pukul 10.30 WITA, mengatakan yang bersangkutan sedang mengikuti kegiatan dari Dinas Kesehatan Provinsi.
“Belum dipastikan kegiatan sampai jam berapa. Mungkin besok saja bisa bertemu Ibu,” kata staf itu. (K-04)